17. Pulang

30 6 0
                                    

"Senyum dong sayang, jangan sedih"

Alsa tersenyum-senyum sendiri sejak tadi pesan singkat itu muncul. Rasanya sedikit menggelikan, seperti ada kupu-kupu melayang di dalam perut. Ia tertawa kecil hingga mata sipitnya hilang. Tapi aneh, dia senang dengan pesan singkat itu.

"Geli banget" Gumam Alsa dengan suara yang sangat pelan karena takut penumpang lainnya akan mendengar ucapan barusan.

"Nanti jam 4 sore jemput di stasiun ya" Pinta Alsa yang membalas pesan Elvan

"Okay, nanti kabarin aja kalau udah mau sampai"

Oke. Gadis itu tak berhenti merasa senang melewati batas. Terlebih pulang ini ia membawa piala juara pertama. Dirinya sangat yakin Elvan akan bangga dengan pencapaiannya kali itu. Lalu, kenapa kali ini Alsa sangat berharap Elvan akan turut senang dengan pencapaiannya?

Perjalanan dari Kota Malang memakan waktu yang sangat panjang. Alsa pun kembali menikmati kegiatan favoritnya, yaitu tertidur. Ia sudah memasang alarm pukul 3 sore. Akan bahaya jadinya jika tidak ada alarm yang membangunkannya mengingat kejadian ia tertidur pulas ketika akan berangkat ke Kota Malang.

4 pm,

Elvan sudah bediri diujung pintu keluar penumpang stasiun. Alsa dengan susah payah membawa piala kemanangannya. Sorot mata tertuju pada gadis sipit dengan rambut yang diikat sembarangan. Pria yang menunggu sejak tadi tersenyum lebar menyambut kedatangan Alsa yang terlihat bersusah payah membawa pialanya.

"Wah gila..gila... keren banget" sambut Elvan dengan senyum khas miliknya. Alsa terkekeh, "Iyadong, Alsaa gitu.."

"Sini aku bantu bawain pialanya" Elvan segera mengambil piala yang sejak tadi berada di pelukan Alsa

"Aku laper banget nih belum makan dari pagi" ungkap Alsa dengan wajah cemberut

"Yaudah yuk makan, aku juga laper"

Mereka berdua segera menuju parkiran dan meninggalkan halaman stasiun. Setelah berputar mengelilingi kota untuk mencari makan, dua manusia itu memutuskan untuk singgah di restaurant padang.

"Pernah ke sini gak?" tanya Elvan yang menoleh Alsa. Gadis itu menggelengkan kepalanya.

"Hidup kamu ke mana aja si selama di sini" Elvan berucap sebal dengan jawaban Alsa. Gadis bermata sipit itu tersenyum lebar, menyembunyikan rasa malunya.

"Yaudah aku traktir buat orang baru pertama kali ke sini"

"Tapi kan aku yang menang Van, harusnya aku yang traktir.." Alsa berucap polos. Pria di hadapannya menatap heran, "Iya juga sih"

"Emang kamu mau traktir aku?"

"Ya boleh" jawab Alsa sambil membuka layar handphonenya, gadis itu kembali dingin seperti biasanya. Benar-benar dingin, sedingin es.

"jangan ketekuk gitu dong wajahnya. Senyum dikit"

Lalu Alsa tersenyum diiringi tawa, "Kenapa sih?"

"Kamu tuh harus latihan banyak-banyak senyum, biar orang jadi gak takut mau temenan sama lu" jelas Elvan. Alsa kembali tersenyum, kali ini semakin lebar.

"Aneh ah.." Alsa mengangkat bahunya.

Sedetik kemudian makanan datang ke meja mereka. Hari itu semua hal tidak selalu terasa melelahkan seperti hari kemarin. Namun, satu hal yang menjadi keraguan bagi Alsa. Tentang tubuhnya sendiri, ia merasa fisiknya semakin melemah, sedikit meriang ditemani flu batuk, mungkin akibat cuaca dingin ketika di Malang.

"Besok tetap mau ikut Al?" tanya Elvan yang baru saja menghabiskan makannya.

Alsa hanya mengangguk santai.

"Kalo kamu capek istirahat aja gapapa..."

"Gapapa deh, refreshing, tempatnya kan di air terjun.." sanggah Alsa

"Tapi besok pagi banget loh, habis shubuh berangkat, mau ngejar sunrise di atas sana"

Alsa memajukan badannya,"Nah, malah bagus. Aku kan gak pernah tuh liat sunrise. Bisa jadi sunrise pertama kali aku besok" mendadak gadis bermata sipit ini berbicara semangat.

"Oke, tapi jangan gadang ya. Kasian kamu pasti capek"

Alsa menganggukan kepalanya, ia tersenyum menatap Elvan yang berhadapan dengannya.

"Yuk pulang" aja Elvan.

WALLFLOWERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang