Suara ricuh terdengar hingga keluar ruangan. Private room kafe sudah dipenuhi oleh member organisasi. Ada yang tertawa dengan kelompok kecilnya, ada yang duduk dipojokkan sedang asyik dengan manga di handphonenya, ada yang sibuk mengurusi peralat untuk meeting, dan ada pula segerombol anak-anak yang sibuk bergosip. Sedangkan,dari tempat parkiran seorang gadis dengan rambut sebahu yang teruraiberlari-lari kecil menutupi kepalaya dengan trucker jaket hitam miliknyakarena hujan rintik yang datang tanpa diduga-duga. Gadis itu baru sajamenyelesaikan perkuliahannya dan harus segera datang meeting.
Sore hari yang cukup menyedihkan. Sebelum masuk ke dalam ruangan, Alsa menemukan Nata sedang berdiri di depan pintu dan pria berkulit cokelat itu tertawa nyengir kepadanya.
"Telat 2 menit yaaa" Nata menunjuk wajah Alsa dengan telunjuknya.
Gadis itu melirik jam tangannya, sial, padahal hanya 2 menit¸ Alsa bergumam sendiri. Sorot matanya tajam, tak menyukai dirinya yang melakukan kesalahan.
"Yaudah masuk sana, hukumannya nanti saja" lanjut Nata sambil membukakan pintu untuk Alsa.
Alsa berjalan tanpa ekspresi apapun, ia mulai merasa lelah dan tak ingin banyak beraktivitas lagi. Ia hanya ingin duduk dan berdiam diri karena baginya berbicara adalah suatu hal yang sangat menguras energi. Ia mulai mengambil tempat duduk di barisan terdepan, menjauhi gerombolan manusia yang sibuk dengan kegiatnnya di belakang sana dan mulai membuka buku lalu menuliskan sesuatu. Ya dia sedang berusaha membuat kerangka untuk karya essay terbarunya yang akan dia lombakan bulan depan. Begitulah kiranya yang ia sukai, bercengkrama dengan dirinya sendiri dan mengabaikan kericuhan di sekitarnya. Baginya ini adalah zona paling menyenangkan untuk dilalui.
Alsa sudah sangat terbiasa dengan sifatnya dan tanggapan aneh dari orang-orang tentang dirinya. Menjadi dingin dan pendiam adalah suatu kesenangan tersendiri baginya. Tidak banyak urusan dengan kehidupan manusia-manusia lainnya di luar sana.
"Eh Alsa, kenapa kamu diam aja sendirian.." tiba-tiba Nata menghampirinya dan langsung duduk tepat disebelahnya.
Gadis itu masih saja terdiam, ia tidak menggubris Nata selama beberapa detik. Tak lama itu ia hanya menoleh dan memberikan sedikit senyuman. Mungkin hanya Nata yang mengerti dan berani menyapa Alsa seperti tadi. Nata memahami kekurangan teammate nya satu ini. Pria itu cukup sabar menghadapi Alsa. Dia sudah mengenal Alsa hampir satu tahun selama berada di organisasi.
"Lagi apa Al?" tanya Nata
"Lagi bikin kerangka untuk essay.." Alsa menajwab tanpa menoleh pria di sebelahnya, bahkan tanpa ekspresi.
"Eh ajarin gue dong kapan-kapan"
"Ya boleh" seketika itu juga Alsa menoleh Nata dan berbicara sambil tersenyum lebar, "Nanti kabarin aja".
"Gimana interview nya kemarin" Nata memperbincangkan soal pekerjaan di organisasi.
"Lancar kok, nanti weekend ada 6 orang yang harus di interview" Alsa tersenyum sedikit, ia baru saja menyadari bahwa minggu ini bebannya akan bertambah karena pekerjaannya ketika weekend pula.
Oh holiday, di mana kamu?
"Cool! Kalo ada apa-apa kabarin gue yaa" Nata langsung meninggalkan Alsa yang masih sibuk dengan catatannya.
"Eh guys, tolong ajakin Alsa ngomong dong!!!!" teriak Nata dari depan ruangan dengan alatpengeras suara sehingga suaranya terdengar ke semua sudut ruangan petak yang memang tidak terlalu luas ini. Sontak hal tersebut membuat Alsa kaget dan langsung menatap Nata dengan tatapan membunuhnya yang sangat tajam. Bagaimana bisa seorang Nata tiba-tiba berbicara seperti itu di keramaian yang menyiksa ini.
Alsa hanya menghelas nafas, seolah memaafkan perbuatan teammate nya yang bodoh itu. Gadis itu semakin tak berani menoleh ke mana-mana, pandangannya tetap fokus ke buku catatannya. Kemudian, ia berusaha tidak mempedulikan sekitarnya dan segera mengeluarkan handphone lalu berpura-pura sibuk dengan benda berbentuk persegi panjang tersebut. Keadaan langsung jadi aneh, semua orang mendadak terdiam dengan ucapan Nata. Untungnya tak berselang lama semua sudah kembali sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, seolah tak juga peduli dengan ucapan Nata karena satu organisasi tahu betul sifat Alsa yang menyebalkan itu. Semua orang tak berani menegurnya karena dia terlalu dingin.
Beberapa menit kemudian, seorang gadis cantik yang sangat ceria berjalan menghampiri Alsa. Ia dengan percaya dirinya menyapa Alsa. Suaranya begitu cempreng hingga memenuhi seisi ruangan,"Hai kak Alsaaaaaaa"
Alsa terkejut dengan kedatangan gadis itu. Ia hanya menolehnya lalu menjawab kaku,"Oh.. h-hhaii.." dengan senyum yang ia paksakan lalu beberapa detik kemudia ia kembali diam dan sibuk berpura-pura dengan handphonenya
Gadis yang menyapa Alsa itupun langsung memberikan raut wajah ketakutan ketika tahu Alsa hanya meresponnya sebatas tadi, lalu ia langsung meninggalkan Alsa tanpa menolehnya. Dia adalah lala. Perempuan yang memiliki jiwa ekstrovet. Lala tergolong manusia berisik yang kalau bertemu dengan orang lain akan memberikan kesan ceria namun untuk kali ini, ia sepertinya ikut merasakan aura dingin yang menusuk dalam dirinya ketika menyapa Alsa.
Meeting pun di mulai, semua orang diam dan fokus pada penyampaian progress dari semua leader di setiap departemen. Termasuk Alsa yang duduk di barisan terdepan juga sangat memperhatikan apa yang disampaikan oleh pembicara di depan. Namun, seorang pria disebelahnya tiba-tiba saja mengajaknya berbincang,
"Hey Riene.." sapa pria itu tersenyum
Alsa membalas senyuman itu sedikit dan tidak mempedulikannya.
"Riene, aku sering dengar cerita tentang kamu dari Nata. Tapi, aku belum pernah dengar suara kamu" pria itu kembali berbisik kepada Alsa.
Mendengar pernyatan itu Alsa ingin tertawa, namun ia takut tawanya akan memecah keheningan ruangan yang sedang fokus meeting itu. Pria aneh yang mengajaknya berbicara itu adalah Elvan. Dia bisa dibilang pusatnya dari organisasi ini, semua orang sudah pasti mengenalnya karena sifatnya yang mudah membaur. Alsa bisa mengetahui namanya karena namanya sering disebut-sebut oleh setiap anggota. Ia hanya sebatas tahu namanya saja, bahkan Alsa tidak tahu jabatannya apa dan ia ada di departemen mana di organisasi ini. Alsa kembali merespon pria itu dengan senyuman yang lebih lebar dan menatapnya dengan mata terbuka lebar. Nata? Hei, apa sih yang lo ceritain? Dan kenapa kalau orang ini belum dengar suara aku? Peduli apa dia?
"Nama kamu Riene Oktriasanabila kan?"
"Kalau kamu malu-malu, datang aja ke aku. Aku orangnya gak punya malu" ucapnya pelan sekali.
Sontak hal tersebut membuat Alsa mendadak ingin tertawa.
Alsa kemudian menuliskan sesuatu dalam secarik kertas, "Elvan?"
Kertas itu kemudian di ambil oleh Elvan untuk di tulis jawabannya, "Denova Rize Elvandra a.k.a Pangeran Ganteng"
Ketika secarik kertas itu kembali lagi ke tangan Alsa ia hanya semakin ingin tertawa membacanya. Pangeran Ganteng? Manusia macam apa dia? Alsa kemudian meliriknya sedikit dengan perasaan ngeri, kalau-kalau orang disebelahnya ini akan berbuat jahat padanya. Pangeran ganteng? Ganteng juga enggak, aneh iya!
"Oke meeting kita cukup sekian ya. Ada pengumuman sedikit dari May" ucap mr. President
"Hai semuanya, nanti kita akan ada local training! Waktunya minggu depan yaa, catet...! tanggal 8 April, nginepnya di villa. Tempatnya bagus kok, di pegunungan bakal adem dan pemandangannya bagus banget" Ucap May dengan ceria.
Semua anak pun bersorak-sorai seolah pengumuman barusan adalah hal paling bahagia yang mereka dapatkan. Alsa juga tahu bahwa local training merupakan sebuah acara tahunan dari organisasi yang ia ikuti ini. Dia juga sangat menanti-nantikan kegiatan itu. Tapi, satu hal yang mengganjal dipikirannya selama ini. Pasti menyedihkan sekali bagi orang yang tidak bisa bergaul sedikitpun. Bahkan ditakuti oleh banyak orang hanya karena jarang mendengar suaranya. Pasti semua orang akan berkumpul dengan sirkelnya masing-masing sedangkan, Alsa.. dia pasti hanya duduk sendirian atau minimal ada teammate yang mendampinginya, itupun jika mereka juga ikut.
Apa aku tidak usah ikut saja seperti tahun lalu? Berpura-pura sakit saja?
Ah, tahun lalu dia merencanakan hal yang sama sampai akhirnya dia benar-benar jatuh sakit...
KAMU SEDANG MEMBACA
WALLFLOWER
Romance"a person who, because of shyness, unpopularity, or lack of a partner, remains at the side at a party or dance. any person, organization, etc., that remains on or has been forced to the sidelines of any activity: The firm was a wallflower in this ye...