29. Mama

15 2 0
                                    

Ruangan petak segi empat itu dipenuhi baju-baju berserakan mulai dari lantai hingga atas kasur, beberapa jaket tebal tergantung sembarangan di gagang pintu. Gadis itu kebingungan dengan baju-baju yang harus ia bawa, belum lagi ia dipusingkan dengan power point yang belum selesai. Padahal, nanti malam flight nya ke Jakarta akan berangkat pukul 9.30 malam dan sekarang sudah menunjukkan pukul 12 siang, ia masih belum juga membereskan packing nya. Bahkan, ia belum mengurus uang beasiswanya yang cair dihari itu juga.....

Arghhh...

Semua bertumppuk satu per satu di atas kepala...

Rasanya ingin menangis, hari kadang datang menekan diri tanpa permisi dengan kejutan-kejutan tidak terduga, melakukan banyak hal sekaligus misalnya. Padahal ruangan itu sudah ada mesin pendingin, tapi ia tetap berkeringat karena sedikit panik masalah uang. Ia benar-benar harus bergegas pergi mengurus uang beasiswa dulu, baru kembali melanjutkan pekerjaan riweh-nya.

Satu setengah jam kemudian~

Alsa melemparkan blazer hitamnya ke sembarang tempat. Perutnya perih akibat lapar, belum sempat ia menelan sesuatu yang pantas sejak matanya terbuka pagi tadi. Ia menghelas nafas, memandang langit-langit kamar yang mulai berwarna hitam ditumbuhi jamur-jamur nakal. Hari ini terasa sangat panjang dan begitu berat baginya. Seperti ada rasa kekecewaan karena hanya bersiap seorang diri tanpa ditemani oleh siapapun.

Ke mana semua orang pergi? Tanyanya sendiri.

Jemari mungilnya menggeser layar handphone. Mencari-cari nama yang sedang ada di dalam kepala. Belum sempat jemarinya sampai pada alamat yang dituju, sebuah panggilan masuk. Bagai Pucuk dicinta ulam pun tiba, orang itu menelponnya padahal baru saja ia akan melakukan hal yang sama.

"Mamah!!" teriaknya seperti tak sabaran

"Gimana persiapan kamu?" spontan orang yang menelpon langsung bertanya

"Udah beres mah" Alsa berbohong, ia hanya malas mendengar ocehan orang tua ketika mereka tahu bahwa anaknya belum selesai mempersiapkan suatu hal.

"Nanti malam berangkat sama siapa?"

"Sendirianlah.."

"Kamu gak punya teman?"

"Kok mamah ngomongnya gitu sih?" nadanya terdengar ngambek

"Karena kamu pergi sendirian"

"Sendirian kan belum tentu gak punya teman mah"

"Kamu kenapa sih selalu sendirian? Udah dikuliahin jauh-jauh masih sendirian terus"

"Sendirian enak mah.."

"Mama yang paling tahu, sendirian itu sulit. Kamu aja yang gak pernah mau bercerita"

Alsa tertegun mendengarnya. Ia membenarkan kalimat orang tuanya kali itu.

"Engga. Ini buktinya enak-enak aja" Gadis itu masih tetap berbohong.

"Kamu udah jarang ngabarin mama ya belakangan ini..Sibuk?"

"Iya lumayan mah.."

"Jaga kesehatan kamu"

"Mama tuh yang harus jaga kesehatan.."

Hanya terdengar desahan nafas, sepertinya wanita paruh baya itu sedang tersenyum lebar sambil menitikkan air mata.

"Nanti kalau pulang, aku bawain oleh-oleh yang buanyakkkkk"

"Tapi mama jangan ngomel lagi karena itu semua ku beli dengan uang sendiri" sambungnya dengan nada yang dipaksa ceria.

"Yasudah, kamu hati-hati di jalan ya. Mama gak akan posesif nanyain kabar terus, kamu jaga diri baik-baik"

"Siap mom!", sambungan telepon terputus.

Gadis itu kembali merapikan baju-bajunya lalu melipatnya untuk dimasukkan ke dalam koper berwarna biru cerah. Ruangannya semakin sunyi hanya terdengar suara mesin pendingin seakan sedang bekerja keras untuk mendinginkan seisi ruangan termasuk sang empunya. Lalu, dadanya terasa sesak... Seperti ada sesuatu yang mengganjal, ia harus menangis untuk melegakannya. Sudah biasa sekali ia melakukan hal seperti itu. Air matanya mengucur begitu saja, kemudian ia terisak menangis bagaikan anak kecil sambil memanggil mama-nya yang pasti tidak akan datang hanya untuk menenangkannya. Saat itu, ia takut sekali ditinggali oleh orang-orang yang ia cintai. Rasanya, gadis itu sudah tidak punya apa-apa lagi. Hanya mama. Mama yang sudah tua, mama yang tidak tahu bagaimana kabar nyatanya, mama yang selalu berbohong tentang hal-hal buruk, mama yang menyiman banyak rahasia, mama yang keras, mama yang bersikeras untuk menyuruh Alsa menjadi wanita mandiri, mama yang mungkin sebentar lagi akan berpisah dengannya.

Tuhan, dari hati yang terdalam, panjangkan usia mama, aku bahkan belum sempat membelikannya cincin emas atau sekedar makan di restaurant mewah satu kali saja...

Percayalah, saat ini aku tidak butuh apapun, hanya ingin dipeluk saja oleh orang-orang terkasih...

WALLFLOWERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang