Lima belas menit setelah keluar dari kedai ramen, mereka telah sampai di sebuah stasiun. Sambil membuka handphone, pria itu melirik ke arah rel kereta barangkali kereta yang dinantikan akan segera tiba, sedangkan Alsa sibuk mencari posisi yang enak untuk menghangatkan tubuhnya yang sudah kedinginan. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku jaket meski sudah dilapisi oleh sarung tangan. Walaupun matahari bersinar tapi hal itu sama sekali tidak membantu, sinarnya kalah dingin dengan udara di sekitar.
"Otaru jauh gak?"
"Jauh, jarak tempuh dua tahun"
Gadis itu segera saja memukul bahu Elvan, "Beneran dong!!"
"Dua jam, dua jaman...."
"Gak lucu..." Gadis itu menekukkan wajahnya.
"Ayo sini, keretanya sudah datang" Elvan mengajak Alsa untuk maju beberapa langkah dari tempat ia berdiri karena kereta yang akan mereka tumpangi segera tiba.
Setelah menunggu beberapa penumpang lainnya keluar dari kereta barulah mereka masuk ke dalam gerbong. Suasana di dalam gerbong masih terpantau aman dan nyaman, tidak seperti saat sore hari ketika orang-orang pulang bekerja. Satu gerbong bisa penuh hingga memberikan rasa sesak bagi siapapun yang menaiki kendaraan umum khas orang-orang Jepang ini. Perjalanan pertama yang harus mereka lalui adalah menuju Sapporo station yang memakan waktu sekitar lima menit.
Sesampainya di Sapporo station, kedua manusia itu mencari line selanjutnya untuk menaiki kereta menuju Kota Otaru. Alsa yang sudah kedinginan hanya mengikuti langkah pria yang mengajaknya. Ia bahkan sudah tidak dapat berpikir jernih lagi saking dinginnya udara kala itu. Kereta selanjutnya akan tiba sepuluh menit lagi. Sambil menunggu, mereka bersandar pada dinding stasiun memperhatikan setiap manusia yang lewat silih berganti.
"Ramai ya.." ucap Alsa dengan binar matanya yang memandang ke setiap sudut stasiun yang besar itu.
"Gak suka?"
"Suka-suka aja karena gak ada yang aku kenal disini.."
"Kan aku kenal kamu.."
"Maksudnya selain kamu.."
Elvan sedikit memahami kalimat Alsa barusan. Gadis itu ingin berada di tempat di mana semua orang tidak tahu bahwa dia ada di bumi. Selalu ingin menyembunyikan dirinya rapat-rapat. Entahlah kenapa? Padahal dia sendiri punya segudang bakat yang bisa sekali ia pamerkan, jika dia mau.
Tak terasa, keheningan memakan waktu hingga kereta pun berhenti tepat di hadapan mereka berdua. Seperti biasa, selalu mengantre terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam gerbong. Ketika kereta sudah berjalan, Elvan membuka handphonenya. Pria itu hanya melongo melihat layar handphonenya.
"Heh! Kita salah kereta" bisiknya pelan dengan nada sedikit panik
Alsa menolehnya lalu ikut melihat layar handphone, gadis itu tertawa kecil.
"Ya tinggal balik lagi ke stasiun tadi.." ucapnya dengan santai
"Tenang.. tenang. Jangan panik"
"Yang kelihatan panik itu kamu!" tegasnya dengan tawa kecil karena melihat wajah Elvan yang mulai kebingungan.
Pria itu segera meliriknya dengan tatapan tajam, hal itu membuat Alsa membungkan mulutnya dengan tawa yang ia tahan-tahan.
Berbalik arah memang bukanlah sesuatu yang mengasyikkan, malah menambah ongkos jalan. Tapi, mau bagaimanapun adegan salah arah membuat Alsa tertawa geli dengan sikap Elvan berubah menjadi panik. Kali ini, gadis itu berhasil menemukan titik lemah pria yang dekat dengannya, yaitu tersasar. Gelagatnya menjadi sedikit berhati-hati setelah kejadian salah naik kereta. Sambil berjalan menuju pintu kereta selanjutnya, Elvan celingak-celinguk mencari-cari papan penanda keberangkatan kereta. Ia hanya takut salah lagi. Setelah memastikan semuanya aman ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam gerbong kereta sambil menggandeng temannya yang berpostur mungil. Kalau dilihat-lihat, kenapa mereka seperti kakak dan adik ya?
"Elvan, nanti kita kan sampainya sore?"
"hmm" jawabnya singkat
"Pulangnya malam?"
"Ya enggaklah, masa baru sampe langsung pulang"
"Terus bobo di mana? Emangnya kayak di Indo bisa numpang tidur di masjid-masjid atau pom bensin"
"Kamu kok kayak udah pengalaman banget"
"Iya, setiap travelling sendirian aku sering numpang tidur di masjid-masjid stasiun.."
"Oh yaudah, gampang dong"
"Hah maksudnya?"
"Kamu kan udah biasa nge-gembel gitu. Jadi, mau tidur di mana pun bisa"
"Tapi disini kan dingin..." ucapnya dengan ekspresi menggigil
"Nanti aku angetin"
"Caranya?"
"Kamu duduk di atas kompor.."
"Heh! Emangnya gue babi guling" pekik Alsa sembari menepuk bahu Elvan.
"Udah tenang aja, jalanin aja dulu"
"Gak bisa gitu dong. Nanti aku kedinginan, kelaparan, gimana?"
"Udah santai aja.."
"Ah kamu jawabannya gitu terus" Alsa semakin ngambek karena ketidakjelasan dari Elvan
"Terus maunya di jawab gimana?" pria itu menatap Alsa dengan sabar.
"Maunya yang jelas.."
"Itu kan udah jelas, santai aja, nanti juga tahu bakal gimana"
"ihh itu gak jelas.."
"Udah, mending kamu diem, tidur aja. Masih lama kok sampai ke Otaru"
Alsa hanya memanyunkan bibirnya, menatap ke segala penjuru arah. Perdebatan yang membuatnya kesal dengan pria di sebelahnya yang serba "santai aja" atau "tenang aja". Padahal, ia deg-degan setengah mati karena Elvan seperti manusia yang menculiknya tanpa tahu arah dan tujuan. Bagaimana jika nanti kehabisan uang? Atau tidak bisa makan karena orang ini hanya bermodalkan santai dan tenang saja? Sekelebat pertanyaan muncul juga di kepalanya. Begitulah Alsa, dengan ragam pikiran negatif yang sering muncul meski dengan orang yang telah melekat dalam dirinya.
"Awas ya kalau nanti kenapa-kenapa" ucapnya dengan tatapan tajam sambil menunjuk wajah Elvan dengan jari manisnya. Hal itu hanya membuat Elvan tersenyum, pria itu menarik bahu Alsa lalu menyenderkan kepalanya ke bahunya, "Udah mending tidur aja, kamu berisik nanti kita diturunin abang-abang sopir kereta"
Hey! Masinis kali... lau kira ini angkot... ungkapnya dalam hati dengan perasaan sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
WALLFLOWER
Romance"a person who, because of shyness, unpopularity, or lack of a partner, remains at the side at a party or dance. any person, organization, etc., that remains on or has been forced to the sidelines of any activity: The firm was a wallflower in this ye...