Hari berikutnya Elvan terbangun lebih awal daripada Alsa meskipun jam tidur mereka berbeda jauh. Elvan baru memejamkan matanya pukul 3 pagi, sedangkan Alsa sudah tenggelam dalam mimpinya sejak pukul 10. Sinar matahari pagi membangunkannya dari tidur yang cukup panjang. Maklum, selama ini ia hanya tertidur 4 – 5 jam, itupun sudah jam tidur yang paling panjang baginya. Wajahnya terlihat kusam dan rambutnya mulai lepek. Ia mulai tak nyaman dengan tubuhnya sendiri. Bangun tidur yang ia lakukan adalah menggaruk-garuk kepala.
"Elvan aku mau mandi.." ucapnya tiba-tiba dengan wajah yang sungguh menggemaskan bagi seorang Elvan.
"ya gak bisalah" Elvan salah tingkat dengan pernyataan Alsa.
"Tapi rambut aku udah bau, gak enak..." Alsa mencium rambutnya sendiri, "iyuwhh.."
"Ya mau gimana lagi, tahanin aja.."
"Gak mau. Mau keramas.." Alsa tetap pada pendiriannya. Gadis itu mulai menampakkan wajah memohonnya yang sangat lucu.
"Shamponya gak ada.."
"Udah deh, sarapan dulu aja.." Elvan menyodorkan hidangan yang sudah diantar sejak sekitar satu jam yang lalu.
Alsa menggeleng cepat, "Buah aja.." jemarinya menunjukk piring berisi buah-buahan
"Ini dulu ya, nanti kita makan buah" Elvan berusaha menyuapkan bubur untuk Alsa. Pagi itu, Alsa lebih cerewet dari hari biasanya. Ia mulai bawel dan menunjukkan sifat manjanya.
Gadis itu menyipitkan matanya sambil menatap Elvan dengan tatapan sebal. Ia pun pasrah lalu menerima suapan dari temannya. Bubur yang masuk dalam mulutnya langsung ia telan begitu saja karena tak sanggup dengan rasa aneh yang hinggap di lidahnya.
"Van, kayaknya kurang micin deh masakannya.."
"Pale lu kurang mecin" pria itu mendorong dahi Alsa dengan kedua jarinya.
Gadis itu menggeleng cepat, seperti anak kecil yang tak mau diberi makan oleh mamanya, "Udah udah.. gak mau gak mau.." rengek Alsa. Elvan hanya menghela, ia pasrah dengan sikap Alsa yang sudah mogok makan.
Pukul 10 pagi, seorang suster masuk ke ruangan untuk memberikan beberapa obat yang harus dikonsumsi oleh Alsa. Tiba-tiba saja Elvan terpikirkan ide cemerlang, ia membuntuti sang suster hingga keluar ruangan dan mengajak berbicara di depan kamar,
"Sus, teman saya udah gak pernah makan sejak dirawat"
"Makannya cuma satu sendok atau dua sendok. Terus pernah dia nafsu makan agak banyak tapi abis itu dimuntahin semuanya. Cuma mau makan buah terus"
"Gimana kalau dia dikasih vitamin penambah nafsu makan juga?" lanjut Elvan.
Ternyata pernyataannya harus disetujui oleh sang dokter terlebih dahulu. Beruntungnya dokter setuju untuk memberikan vitamin penambah nafsu makan. Elvan pun membawa vitamin itu untuk Alsa. Ia akan memberitahu gadis itu bahwa vitamin ini adalah obat yang harus di minum sebelum makan.
"Al, tadi aku konsultasi sama dokter"
"Katanya ini ada obat yang harus diminum.."
"Biar cepet sembuh katanya"
Alsa melirik Elvan dengan tatapan curiga. Wajahnya tidak menampakkan ekspresi apapun, seperti biasa dan Elvan sudah sangat terbiasa dengan pemandangan seperti itu. Namun, Alsa tetap menelannya tanpa ragu.
"Oh iya, nanti orang tua ku mau datang ke sini.."
"Hah, ngapain?" tanya Alsa kaget
"Nengokin aku lah, kan anaknya" ucapnya spontan
"Beliin shampo.." pinta Alsa yang tiba-tiba mengubah topik pembicaraan
"Mau ketemu orang tua ku jadi harus wangi ya Al.." goda Elvan dengan wajah tengilnya. Pria itupun mencubit-cubit lengan Alsa yang penuh akan gumpalan lemak, "Ciee, squishy..."
KAMU SEDANG MEMBACA
WALLFLOWER
Romance"a person who, because of shyness, unpopularity, or lack of a partner, remains at the side at a party or dance. any person, organization, etc., that remains on or has been forced to the sidelines of any activity: The firm was a wallflower in this ye...