23. Rayuan

23 5 0
                                    

"Alsa.." Elvan menepuk pelan lengan Alsa.

"Al.. Bangun sebentar, makan dulu.." Suara itu sangat pelan.

Alsa membuka matanya. Pandangannya buram tapi ia tahu sekarang sudah sore. Pura-pura tertidurnya tadi ternyata membawanya pada alam mimpi. Tidurnya sangat nyenyak, mungkin karena efek obat.

"Aku gak laper.." ucap Alsa lalu matanya tertutup kembali.

"Udah sore. Kamu belum mandi dari tadi. Kalo gak makan makin bau badannya.."

Gadis itu segera membuka matanya cepat, ia menatap Elvan dengan tatapan matanya yang tajam. Pria itu tak peduli, ia tetap fokus memberikan satu suapan bubur untuk pasien di depannya.

"aa.. buka mulutnya.." ucap Elvan seperti memberikan suapan kepada anak kecil.

Alsa hanya menurutinya, pasrah. Padahal lidahnya masih belum normal, rasanya hambar bahkan pahit. Baru satu suapan pertama ia sudah menggeleng-gelengkan kepalanya,"gak bisa.. gak mau.."

"Ayolah, sedikit lagi.."

"Buah aja yaa.." pinta Alsa dengan wajah yang sangat memohon.

Elvan hanya menghela berat, lalu ia menyodorkan sepiring buah agar Alsa dapat memilih sepuasnya.

"Elvan kalo mau pulang, pulang aja...." ucapnya tiba-tiba. Pria itu melirik Alsa.

"Daripada di sini nungguin Alsa terus.." Gadis itu menggosok-gosok buah apel dengan tangannya.

Elvan pun duduk di ranjang pasien, ia mendekatkan kepalanya ke telinga Alsa, "Kamu pernah denger cerita tentang rumah sakit ini nggak?" tanyanya pelan.

Alsa terdiam, ia tahu Elvan hanya ingin menakut-nakutinya tapi kenapa ia benar-benar merasa ketakutan?

"Katanya di sini pernah ada kejadian pasien yang sendirian terus kesurupan. Gara-gara lihat mba kunti bergelantungan di dinding kamar..."

Alsa pura-pura tidak mendengar dan terus mengunyah buah apel miliknya.

"Lihat tu di atas pintu" Telunjuknya menunjuk bagian atas pintu masuk.

Bodohnya, Alsa mengikuti ucapan Elvan.

"Baaa!!!" Ucap Elvan dengan nada yang keras, sontak hal tersebut berhasil mengagetkan Alsa. Gadis itu memejamkan matanya, ia mengatur nafasnya.

"Elvan..!!!! Jangan nakutin kayak gitu!!!!" pekik Alsa yang sebal dengan kelakuan temannya.

"Yaudah aku pulang ya..."

"Beneran mau pulang?" Alsa bertanya dengan raut wajah yang masih ketakutan.

"Lah tadi nyuruh pulang.."

"Yaudah kalau mau pulang...." lanjut Alsa tetap dengan wajah menyedihkannya.

"Nanti balik lagi kok. Apa mau suruh Gilang temenin ke sini?"

Alsa menggeleng cepat, "Gak usah. Jangan.."

"Bentar kok, cuma mau mandi sama ganti baju"

"Iya tau, paling 2 jam lagi..."

"hehehe tadi kan sekalian ada yang mau ikutan ke sini..."

"Udah sana pergi.."

Elvan pun pergi, meninggalkan Alsa sendirian di dalam ruangan. Akhirnya waktu yang sudah ia tunggu-tunggu pun tiba. Gadis itu bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil laptop yang disimpan dipojok ranjang penunggu pasien. Ia pun segera menyalakan laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya yang sudah bertumpuk.

Sebenarnya, tugas kuliah sudah di berikan keringanan oleh dosen-dosennnya dan tugas kelompok pun sudah di handle oleh teman satu kelompoknya. Tapi, ada tanggung jawab lain yang harus segera ia selesaikan. Pertama, ia harus menyelesaikan dokumen-dokumen keberangkatannya ke Jepang bulan depan. Kedua, sebagai freelancer ia harus menyelesaikan satu artikel lagi. Uang hidupnya kadang-kadang bergantung dari pekerjaannya sebagai pekerja lepas. Namanya juga hidup, tak semuanya berjalan mulus. Sakit pun bukan sesuatu yang diharapkan oleh manusia. Pekerjaannya sedikit terhambat minggu ini. Tapi, tak apalah tubuh tak bisa dipaksakan untuk terus bekerja. Katanya rehat dulu sejenak nanti balik lagi pelan-pelan. Namun, Alsa tak bisa menghiraukan kalimat seperti itu, seakan hidup harus dikejar oleh nominal angka. Gadis itu menghela nafasnya.

WALLFLOWERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang