Kantung matanya mulai menghitam, lebih jelas dari hari kemarin. Ruangan dingin itu hanya diisi oleh beberapa manusia yang sedang mengikuti ujiannya di pagi hari. Alsa membaca surat disepnsasinya, sedangkan teman-temannya sibuk mengulangi hafalan mereka. Gadis bermata sipit itu bahkan seperti tidak peduli dengan ujiannya. Entah apa yang akan ia sampaikan nanti kepada dosennya, toh ini ujian lisan, sepintar-pintar lidahnya saja nanti.
"Al, kamu kok pucat. Sakit ya?" seseorang di samping Alsa mengkhawatirkan kadaannya yang terlihat tak begitu baik.
"Ah, enggak, Cuma kurang tidur" Alsa tersenyum kepada temannya.
"Pucat banget Al...jangan-jangan malah belum tidur ya tadi malem" satu orang lainnya menduga-duga.
Alsa hanya tertawa kecil melihat teman-temannya.
Kini giliran namanya yang dipanggil untuk maju ke depan menghadap dosennya. Alsa meninggalkan ransel blue sky miliknya di atas meja dan surat dispensasi yang masih belum ia tanda tangani.
Setelah ujian berlalu pun, ia masih belum memutuskan untuk pergi atau tidak. Rasanya begitu melelahkan dan sepertinya benar, ia sakit. Tubuhnya hari ini terasa berbeda. Langkahnya goyah dan pandangannya sedikit buram ditambah menggigil yang tiba-tiba saja datang. Meski surat dispensasi sudah ia tandatangani dan ia berikan kepada pihak kampus ia tetap ragu akan pilihannya.
Ya ampun aku belum buat power point untuk persentasinya...
Ini baru pilihan untuk memilih berangkat ke Malang atau tidak tapi rasanya seperti memilih persimpangan hidup yang begitu berat. Kenapa semuanya terasa menyulitkan belakangan ini? Benar. Gadis itu seperti memperumit keadaannya. Ia hanya punya keraguan sebesar gunung dalam dirinya. Selalu sendirian dengan keputusannya dan tak pernah percaya diri untuk mengungkapkan keraguannya itu.
Akhirnya dengan mata yang super mengantuk itu, Alsa buru-buru menyiapkan pakaian serta laptopnya untuk pergi ke Malang. Hari sudah menunjukkan pukul 4 sore, kereta akan berangkat 30 menit kemudian. Tiba-tiba saja seperti keberuntungan yang hinggap kepadanya.
"Alsa, udah pergi?" seseorang entah darimana mengirimkan pesan itu kepada Alsa.
"Sebentar lagi otw stasiun"
"Aku anter aja ya" Elvan menawarkan dirinya
"Boleh. Makasih Elvan. Aku tunggu di depan" balas Alsa yang langsung melanjutkan persiapannya. Setelah ia mengunci kamarnya, gadis itu berjalan cepat menuju halaman depan kost. Ia dengan wajah gelapnya dan tubuh yang sudah mencapai batas, mungkin.
Tak menunggu lama, Elvan sudah tiba dihadapannya. Sama seperti teman-teman di kelasnya tadi. Elvan juga mencurigai bahwa Alsa sedang sakit karena wajahnya terlihat sangat pucat tak seperti biasanya dan senyumnya juga seperti sedang menanggung beban berat, gadis itu terpaksa tersenyum dihadapan orang-orang.
"Gila... kamu gapapa Al?" Elvan bertanya heboh sambil menatap wajah Alsa lebih dekat.
"Udah jalan aja" Alsa tak mempedulikannya dan menyuruh Elvan segera berangkat menuju stasiun.
Sesampainya di stasiun, Alsa ditemani Elvan masuk menuju ruang tunggu. Alsa masih terlihat tak bersemangat. Ia tidak menampakkan ekspresi apapun dan tatapannya kosong.
"Al, kamu bakal pergi sendirian. Jangan lengah gini, aku ga mungkin nyuruh kamu gak jadi berangkat, kamu juga gak akan mau. Tapi, harus fokus ya. Inget kamu sendirian, kalo ada apa-apa langsung telpon om polisi" jelas Elvan bercanda
Alsa pun langsung tertawa
"Kalo telpon aku, sama aja, ga akan bisa nolongin" lanjut Elvan.
Alsa kembali tertawa kecil.
"Aku bahkan belum bikin PPT" Alsa cemberut
"Yah, Aku juga gak bisa bantuin Al"
"ih aku bukannya kode minta bantuin, cuma pengen kasih tahu aja"
"Terus kapan mau dibuatnya?"
"Nanti di kereta"
"ya ampun pasti capek banget. Aku cuma bisa bantuin do'a"
Alsa tersenyum menatap Elvan. Kereta sebentar lagi akan berangkat
"It's more than enough Van! Thanks ya! Bahkan selama ini aku selalu sendirian tapi kamu baik banget udah mau anterin ke stasiun. Do'ain aku bawa piala ya.."
"Oleh-oleh juga dong" sambung Elvan dengan wajah tengilnya.
Alsa mengangguk tersenyum. Gadis itu melangkah menuju gerbong kereta. Alsa dan Elvan saling melambaikan tangan.
Alsa merasa tenang. Obrolan dengan manusia ternyata penting juga ya, bisa mengalirkan energi positif untuk seseorang. Alsa jadi bersemangat kembali, meski matanya sudah sangat berat sekali. Perjalanan jauhnya ini mungkin sedikit membosankan karena ia pergi sendirian. Kereta segera pergi meninggalkan stasiun. Alsa mulai menutup paksa matanya. Okey, let's work Alsa! Tidur. Sampai di Staisun Solo nanti kita akan kerja lagi.
Ya, sepanjang jalan menuju Solo, gadis itu menghabiskan waktunya untuk beristirahat.
Lehernya terasa berat, matanya masih buram memandang sekitar. Hanya keramian orang-orang berlalu lalang keluar menuju pintu kereta. Alsa sedang mengumpulkan nyawanya. Tidurnya mungkin singkat tapi benar-benar ia manfaatkan dengan baik. Gadis itu segera menggendong ransel abu-abu miliknya lalu berjalan menuju toilet stasiun. Ia membasuh wajahnya agar kembali segar lalu membeli minuman kopi dan beberapa snack untuk makan malamnya.
Kereta selanjutnya telah berangkat meninggalkan Kota Solo. Ia membuka botol kopi yang baru saja ia beli di stasiun. Setelah itu, sahabat terbaiknya akan menemaninya dalam perjalanan kali ini. Ya, laptop putih kesayangannya. Hanya satu keinginannya saat itu, fokus mengerjakan tugasnya lalu kembali melanjutkan tidurnya. Latihan persentasi? Ah... persetan dengan semua itu. Matanya masih berontak untuk tertidur. Jiwanya tak tenang karena ada kewajiban yang harus ia selesaikan segera karena dibutuhkan untuk esok pagi.
Malam semakin larut, sebotol kopi rupanya tak mampu menahan rasa kantuk luar biasa yang menghantam gadis bermata sipit itu. Diakhir penyelesaian pekerjaannya, ia langsung menutup laptopnya begitu saja lalu menyimpannya kembali ke dalam ransel. Alsa menyandarkan kepalanya, tubuhnya terasa remuk. Udara gerbong kereta membuatnya menggigigil kedinginan. Entah bagaimana hari esok akan berlalu, ia harap rasa sakit yang datang bisa di jeda untuk sementara waktu. Berjalan sendirian tidak sepenuhnya baik, terlebih jika kamu tidak memastikan bahwa kamu baik-baik saja.
Ah.. andai ada teman....
Lalu semua pandangan berubah menjadi gelap.
---------------------------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
WALLFLOWER
Storie d'amore"a person who, because of shyness, unpopularity, or lack of a partner, remains at the side at a party or dance. any person, organization, etc., that remains on or has been forced to the sidelines of any activity: The firm was a wallflower in this ye...