22. Pamit

30 5 0
                                    

Pagi sekali alarm berbunyi. Suaranya membangunkan Alsa dan Elvan bersamaan. Tangan mungilnya segera meraba sekeliling untuk menemukan handphone yang terus berbunyi dan bergetar itu. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 5.30. Matahari berwarna oranye kekuningan mulai menyinari tempat manusia berpijak, warnanya sangat silau hingga masuk lewat celah-celah jendela. Elvan bangun dari tidurnya, ia meneguk air di botol. Kemudian ia sodorkan botol lainnya untuk Alsa. Tak lama itu suster datang untuk melakukan tensi darah dan mengambil sample darah gadis yang tengah berbaring sakit itu. Diiringi oleh pramusaji yang mengantarkan sarapan pagi.

Pagi itu Alsa merasa sedikit lebih baik daripada kemarin sore. Ia bahkan bisa menggerakkan tubuhnya dengan mudah, mungkin efek obat yang mempan untuk tubuhnya. Suster dan Pramusaji pun pergi meninggalkan ruangan. Alsa segera mengangkat piring makanannya. Ia benar-benar seperti orang sehat dengan wajah yang sudah bisa tersenyum ceria.

"Pelan-pelang dong.." Pria itu takut kalau-kalau gadis di hadapannya ini tersedak saking lahapnya menelan sarapan pagi itu. Alsa tak mempedulikannya.

Namun, tak berlangsung lama. Mungkin hanya lima sendok yang di telan lalu ia merasa ada yang tak beres dengan perutnya, "hm..." Alsa menoleh Elvan dengan mulut penuh makanan. Ia memperagakan isyarat ingin mengelurkan isi yang ada di mulutnya. Elvan pun segera menarik baskom biru yang sudah disediakan oleh pihak rumah sakit di bawah ranjang pasien, sedetik kemudian Alsa memuntahkan kembali semua yang sudah ia telan. Setelah itu ia merasa sesak.

"Tarik nafas pelan-pelan....terus keluarin.." Elvan memijit tengkuk lehernya.

"Sabar Al, sabar...."

Setelah agak sedikit tenang, Alsa menghela erat, "Ah.. capek..."

"Makanya jangan cepat-cepat"

"Jadi gak nafsu makan lagi..." ucapnya dengan bibir manyun.

"Minum dulu nih.." Elvan menyodorkan sebotol air dan teh hangat.

Pria itu menyendok bubur dan lauk yang tersisa lalu menyuapkannya kepada Alsa, tapi gadis itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, matanya kembali sayu dan wajahnya pucat, "dikit aja..dikit... tadi udah keluar semuanya.."

Gadis itu menerima suapan dari Elvan, "Pelan-pelan.."

Alsa menelannya dengan sangat hati-hati, lalu terdiam sejenak dan ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya, "Gak bisa lagi...."

"Ayolah, sedikit lagi..." rayu Elvan. Alsa segera berbaring kembali dan menutup matanya. Nafasnya sedikit sesak, gadis itu hanya pura-pura tertidur untuk menenangkan dirinya.

"Mau buah?" Elvan menawarkan menu makanan lain untuk Alsa.

Gadis itu segera membuka matanya dan menganggukkan kepalanya cepat dengan senyum yang lebar. Elvan tersenyum pasrah, "Aku cari dulu buahnya" pria itu mengelus-elus puncak kepala Alsa.

"Tunggu ya..."

"Jangan lama-lama.." pinta Alsa memohon

"Enggak. Paling 2 tahun.." Pria itu tertawa dan segera menginggalkan ruangan.

Benar saja, sudah dua jam berlalu tapi dia belum juga kembali. Alsa dibuat kesal menunggunya. Ia pun mengambil handphonennya di atas meja. Ada tiga panggilan tak terjawab dan pesan masuk dari Lala. Sejak tangannya tertusuk jarum infus ia sama sekali belum memeriksa benda persegi panjang itu.

"Kak Alsa maaf tadi lagi kelas"

"Ada apa kaa?"

"Kata Kak Gilang, Kak Alsa sakit ya?

"Dimana?"

"Mau Lala bawain apaa?"

Itulah sederet pesan yang masuk dari Lala.

WALLFLOWERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang