21. Beruntung

31 5 0
                                    

Pandangannya buram, sekelilingnya gelap, namun ada cahaya yang ia tangkap di ujung sana. Matanya belum terbuka sempurna tapi ia tahu bahwa orang di sudut sana masih sibuk dengan layar handphone. Alsa mengangkat lengan kanannya yang terasa keram. Ia hanya melihat pria yang sibuk itu tanpa berkutik. Kesadarannya belum pulih seutuhnya. Entahlah, rasanya sangat beruntung sekali bisa berteman dengan Elvan.

"Elvan, kenapa belum tidur?" suaranya sangat kecil dan terkesan lemah.

Pria itu sontak mengalihkan pandangannya, "Lagipush rank"

Alsa beranjak perlahan dari kasurnya, ia merasa haus dan ingin sekali minum. Pelan-pelan ia bangkit, tangannya mulai menangkap botol air di atas meja. Seketika itu juga Elvan langsung membantunya, "Kenapa gak bilang.."

"Aku tau rasanya diganggu pas lagi push rank" jawab Alsa datar.

"Apa salahnya minta tolong..." Elvan membukakan tutup botol dan menyodorkannya kepada Alsa.

"Thanks" Alsa tersenyum menatap Elvan.

Pria itu tertegun menatap gadis dihadapannya. Alsa si gadis pendiam ini, masih menyimpan sejuta misteri bagi Elvan. Sikap dinginnya, matanya yang tajam, serta kehidupannya dibalik layar yang tak banyak diketahui orang-orang. Senyumnya memang memikat namun terkadang jadi senyum yang mengerikan apabila mengingat wajahnya yang sering tidak berekspresi. Banyak orang yang takut mendekatinya. Kata orang-orang, Alsa ini tidak ada suara, bagaikan boneka hidup. Di saat orang lain bisa menikmati canda tawa, ia tetap tidak mengeluarkan tawa bahkan senyumannya. Hal itu juga yang membuat Elvan penasaran dengannya. Mengenalnya beberapa bulan ini sudah cukup membuat Elvan mengerti bahwa gadis ini ternyata hanya sangat berhati-hati dalam memilih orang yang akan masuk ke dalam circle nya. Ini memang seringkali terjadi di dunia ini, mungkinkah trauma masa lalu?

Matanya berbinar, meskipun kecil namun keindahan itu tak bisa dibohongi. Elvan menyukai tatapan tajam yang seringkali Alsa perlihatkan, entah sejak kapan. Ia seperti melihat kesedihan yang tak bisa diungkapkan melalui mata itu. Ah.. mata yang indah. Tapi, apa yang menjadi kesedihanmu jauh di dalam sana?....

Pria itu memundurkan wajahnya dan mulai tersenyum jahil, "Jangan tatap-tatapan terlalu dekat ah, nanti jadi suka sama kamu..." Elvan menekan hidung mungilnya yang membuat Alsa tersenyum sambil menatap Elvan lebih dalam lagi.

Tuhan.. keindahan apalagi ini?!?!?!?!?! Pria mana yang tidak meleleh hatinya, ditatap dengan keindahan bola mata itu di pagi hari yang masih gelap dengan suasana lampu yang remang ini...

Alsa menundukkan wajahnya, ia tertawa sambil memancarakan barisan gigi-gigi putihnya, mata sipit itu semakin mengecil. Sedetik kemudian, Elvan menggenggam tangan Alsa, erat sekali. Pria berhoddie hitam itu memijat-mijat telapak tangan Alsa, wajahnya melihat telapak tangan yang juga terlihat mungil dibanding dengan telapak tangannya dan ia tersenyum hangat.

"Cepat sembuh ya.." Lalu ia mengangkat wajahnya, menatap Alsa, kemudian mengelus-elus puncak kepala Alsa.

Dan gadis itu terlalu senang dengan perlakuan yang ia dapat dari Elvan. Tapi, lagi-lagi ia pandai menyembunyikannya. Alsa hanya tersenyum, berusaha menahan rasa senangnya diperlakukan sehangat itu oleh pria tampan dihadapannya ini.

"Tanggung jawab lo.." ucap Alsa yang menatap Elvan sejak tadi.

Elvan pun mengguncang bahu Alsa,"Tanggung jawab gimana?"

"Pokoknya tanggung jawab.." Gadis itu tetap melotot.

"Kita ini sebenarnya apa sih?" lanjutnya bertanya dengan sangat pelan. Percayalah, dadanya bergetar hebat saat ia bertanya seperti itu. Alsa tidak siap, tidak akan pernah siap. 

Lalu terjadi keheningan sesaat di antara mereka. 

Alsa berusaha tersenyum lalu tertawa kaku untuk menghilangkan suasana yang terlalu beku ini.

"Teman ya..?" Ucapnya mengangguk-angguk tersenyum. Senyum yang dipaksakan.

"Teman tapi sayang.." Elvan kembali mengucak-ucak kepala rambut Alsa yang membuatnya semakin berantakan. Pria itu memandang Alsa datar, tanpa senyum hangat seperti biasa. Matanya menatap mata Alsa.

"Mau pacaran ?" Tanya Elvan tanpa ia sadari. Kalimat itu keluar begitu saja, seperti orang tak tahu sopan santun.

Alsa semakin membesarkan bola matanya, ia tersenyum kaku. Kepalanya terasa panas, dadanya seperti digelitiki oleh sesuatu di dalamnya, ia ingin meloncat-loncat sambil menjawab,"Iya..iya.. aku mau..aku mau..."

"Mau jadian gak?" Elvan memastikan kembali, kedua tangannya tetap memegang erat bahu Alsa.

Gadis itu menatap Elvan lemah, ia sadar ada yang mulai tumbuh di dalam hati kecilnya. Hatinya telah menajwab "iya", namun Alsa hanya tersneyum lebar. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Elvan tahu, ada kesedihan yang tak bisa diungkapkan. Dia indah, terlihat kuat, disegani oleh banyak orang. Sulit untuk mendekatinya. Tapi, dia sebenarnya yang paling lemah dan tak bisa berbuat banyak. Pria itu memeluk Alsa, erat sekali. Seakan-akan ia ingin berbagi kesedihan yang mungkin tidak akan pernah ia ketahui. Alsa berusaha membendung air matanya, ia berpura-pura seperti tidak terjadi apapun. Sudah biasa rasanya harus mengubur dalam rasa senang atau bahagia. Elvan, aku tahu rasanya senang dan sedih.. Aku paling tahu itu.. Aku senang sekali sekarang bisa ada dipelukan sehangat ini...

"Tidur lagi ya.." Pria itu mengelus-elus punggung Alsa. Gadis dengan rambut yang sudah acak-acakan itu mengangguk dengan mata berkaca-kaca.

"Makasih ya.. Elvan baik.." Ucap Alsa terbata-bata.

Elvan mengangguk tersenyum lalu membantu Alsa mengatur posisi tidur. Lampu kamar yang sudah dipadamkan dan Elvan masih duduk di ranjang pasien. Ia menunggui temannya tertidur. Bukannya langsung tertidur, dua manusia itu masih bercerita tentang banyak hal hingga akhirnya Elvan menguap dengan mata yang mulai sayu. Alsa pun menepuk kasur di sebelahnya yang masih luas. Elvan tersenyum dan kembali mengusap wajah Alsa.

Entahlah siapa yang tertidur lebih dahulu malam itu. Alsa sebelumnya merengek karena tak bisa tertidur hingga akhirnya Elvan harus menemaninya dan mengelus-elus kepalanya seperti anak kecil. Lalu Alsa tertidur dalam pelukan Elvan malam itu, lengan pria itu sepertinya lebih empuk daripada bantal rumah sakit. Elvan, terima kasih!

WALLFLOWERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang