30. Hampa

14 2 0
                                    

Dua jam sebelum take off. Gadis itu sudah menginjakkan kaki di bandara. Langkahnya sangat pelan, menoleh ke sana kemari. Ia seperti orang linglung yang kehilangan arah, padahal tempat ini sudah seperti langganan setiap musim. Bahkan satu minggu yang lalu ia baru saja mengunjungi tempat ini untuk mengantar temannya pergi. Satu per satu orang masuk ke dalam pintu otomatis itu, ia menoleh ke belakang seperti ada harap-harap seseorang datang menjumpainya. Namun, hasilnya nihil...

Kenapa dia begitu berharap ada yang datang menjenguknya, sedang dia bahkan tidak memberitahu siapapun tentang keberangkatannya. Dasar manusia aneh!

Setelah sadar ia hanya membuang waktu. Alsa segera masuk tanpa peduli dengan harapan-harapannya. Ia berjalan seperti biasa menuju ruang tunggu setelah melakukan check in. Ruang tunggu tidak terlalu ramai dan suasananya sunyi, hanya ada suara petugas bandara yang kadang-kadang memanggil penumpang untuk segera masuk ke dalam pesawat. Jam sudah menunjukkan pukul 20.45, mungkin lima belas menit lagi petugas bandara sudah menyuruhnya masuk ke dalam pesawat. Baiklah menunggu saja dengan tenang.

Mendadak handphonenya bergetar, ia kira itu adalah paggilan terakhir dari mama sebelum pergi. Ternyata, Gilang? Pria itu melakukan panggilan video dan segera gadis itu menyentuh gambar telepon berwarna hijau untuk menerimanya...

"Kak Alsa!!!!!!!!" Pekik Lala yang langsung membuat Alsa malu karena suaranya keluar kemana-mana dari sebuah benda persegi panjang. Ia menunduk, pura-pura tidak tahu. Beberapa menoleh ke arahnya lalu tak lama semua kembali normal. Jantungnya berdetak lebih cepat hanya karena ulah sepele seorang Lala.

"Suaranya.. diatur neng" pinta Alsa memohon.

"Hehehe" Gadis itu hanya tertawa cengengesan. Alsa segera menyambungkan earphone agar ia bisa lebih leluasa melakukan panggilan.

"Kak kita di depan pintu masuk check in lohhh" Lala menunjukkan setiap sudut di sekitarnya, terlihat ada Gilang dan May disebelahnya.

"Katanya take off jam sebelas malam.." Gilang mengambil alih handphonenya

"Tahu darimana?"

"Kak Elvan yang kasih tahu...!!" sambung Lala dengan suara melengkingnya.

"Salah lagi kasih infonya" celah Gilang dengan nada sebal.

"Kak Alsa boarding nya kapan?" tanya May dengan kalem, sangat berbanding terbalik dengan Lala.

"Sebentar lagi May.."

"Safe Flight kak!!"

"Dah, hati-hati lo diatas sana.." sambung Gilang

"Kak!!.... Aku mau ikutt" Lala memanyunkan bibirnya

"Sini masuk"

"Lo ikut duduk di sayap pesawat aja La" ucap Gilang

"Enak ajaa.." Gadis ceria itu menepuk pundak Gilang.

"Eh dah dulu yaaa, mau boarding!! Makasih udah telepon...bye bye"

"Byeeee!!!!!" ucap mereka serempak lalu langsung mematikan sambungan.

Alsa kembali mengutak-atik handphonennya untuk men-check email yang masuk. Lalu, sebuah pesan masuk dari Elvan,

"Alsa! Safe Flight yaaa. Di sini dingin banget, kamu pasti gak kuat sama cuacanya!"

"Sok tahu banget! Dah aku mau boarding" balas Alsa.

Tiga puluh menit kemudian, pesawat lepas landas. Terbang meninggalkan kota hujan. Malam gulita ditemani ribuan cahaya di bawah sana. Lalu, bibirnya membentuk sudut melengkung, sebuah perjalanan yang harus ia ingat karena ini adalah salah satu wishlist dalam hidup. Di bayangannya sudah tergambar jelas, putihnya salju di Kota Sapporo, dinginnya yang akan berkali-kali lipat lebih menusuk daripada udara saat berada di puncak air terjun waktu itu. Ah, indah sekali membayangkannya. Semoga tubuhnya kuat untuk bertabrakan dengan dingin dalam waktu yang panjang. 

WALLFLOWERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang