3

4.8K 245 9
                                    

Kini Graciela Dan Meldia tengah menunggu Refan yang sedang di tangani oleh dokter, Graciela tampak sangat khawatir, ia mulai mengepalkan tangannya kuat dan meninju tembok cukup keras. “Kalo Lo sakit, gue juga harus sakit!! Lo gak boleh sakit sendirian!!” pekik Gracelia.

“Jangan kayak bocah dulu kalo lagi di keadaan kayak gini, nyakitin diri Lo sendiri gak akan ngurangin rasa sakitnya Refan, asal Lo tahu.” ujar Meldia. Dirinya sudah sangat jengah melihat kelakuan Gracelia yang selalu seperti itu.

“CIELA!! LICIA!!” pekik seseorang yang tak lain adalah Clarissa.

Gracelia mengerutkan dahinya, “Kok Lo bisa di sini?” tanya Gracelia.

“Gak perlu tahu,” ujar Clarissa singkat.

Clarissa duduk di kursi yang tersedia dan tak sengaja melihat luka di tangan Gracelia, “Nonjokin apa lagi? Cara Lo kayak gini gak mungkin nyelesain masalah, yang ada nambah masalah.” ujar Clarissa tampak kesal.

Untuk memecahkan keheningan, Meldia pun angkat bicara. Ia menceritakan semuanya dari awal, dari suara pecahan kaca sampai melihat Refan sudah terkulai lemas. “Maafin gue, gue gak bisa jadi adik yang baik...” lirih Gracelia.

Clarissa mengusap pundak Gracelia, “Ini bukan salah Lo, bang Refan itu kepribadiannya sama kayak lo. Kalo lagi kesel atau marah, tembok aja diteriakin.” ujar Clarissa.

Ceklek!

Terlihat seorang laki-laki paruh baya memakai jas putih dengan stetoskop yang melingkar di lehernya. Graciela Dan Clarissa pun segera menghampirinya, “Gimana dok kondisi kakak saya?” tanya Graciela khawatir.

“Pasien baik-baik saja, tolong jika ini kejadian lagi segera dibawa ke psikolog ya takut terjadi sesuatu pada mentalnya. Pasien sudah boleh di jenguk dan harus dirawat kurang lebih seminggu dulu.” ujar dokter menjelaskan.

“Baik Terimakasih dok,” ujar Clarissa.

Gracelia menggenggam tangan Refan, “Abang kenapa sih? Kalo ada masalah cerita bang, jangan malah kayak gini. Terus gunanya Graciela di samping Abang buat apa?” ucap Graciela.

Refan menghela nafasnya, ia tidak seharusnya berbuat seperti ini. Tapi ini juga membuat dia tertekan, “gue cuma lagi bingung, papa mau gue nyari tunangan dan papa gak mau tau. Padahal gue kan masih sekolah.” ujar Refan.

Clarissa mengepalkan kedua tangannya, bisa-bisanya papanya menyuruh seperti itu. Sudah jarang pulang, dan seenaknya menyuruh kakaknya yang tidak-tidak. “Papa apa-apaan sih?! Gak jelas!” ujar Clarissa.

“Jangan gitu, bagaimana pun dia papa kita. Gue cuma bingung gimana cari jalan keluarnya.” ucap Refan.

“Udah Abang gak usah terlalu pikirin, biar gue aja yang menyelesaikan ini.” ujar Graciela dengan datar.

Ini yang ia takutkan, ia tahu pasti kedua adiknya tidak akan tinggal diam. Dirinya hanya bisa menunggu hasil dari pekerjaan mereka berdua, huh.

“tapi lo sedikit bodoh ya bang, kan lu suka sama hmppp-” belum sempat menyelesaikan perkataannya, mulut Graciela langsung dibekap oleh Refan.

Graciela berdecih, “Dih Asin bat, abis ngobok air garem lu bang?” gerutu Graciela.

Sedangkan Meldia dan Clarissa tertawa kecil melihat tingkah kedua orang di depan mereka. “Eh iya, gue mau beli makanan dulu ye. Ciela! Temenin!” ajak Clarissa.

Dengan senang hati Graciela menerima ajakan Clarissa, “Ayok lah! Licia jagain Abang gue dulu ya.” ujar Graciela jahil.

Mereka berdua pun segera keluar dari ruang rawat Refan dan meninggalkan Meldia disana bersama Refan. Saat di luar Graciela Dan Clarissa bertos ria, “makin lancar dah PDKT nya haha.” ujar Graciela.

“dah kuy cepetan, takutnya pas bang Refan udah kelewat gugup nanti dia makan beling.” ujar Clarissa.

(JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT)

Oh iya author lupa kasitau, Graciela bersikap dingin saat diluar rumah. Graciela ngga bersikap dingin di depan keluarganya. Oke makasih.

                       

My Cool GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang