Sore ini Nayla bersama dua temannya, Hendery dan Yeri bertugas berkeliling pengungsian untuk membagikan beberapa kebutuhan yang mereka butuhkan, seperti makanan, selimut, pakaian, dan obat-obatan. Tugas lain nya, mereka bertiga sekaligus mengecek kondisi para pengungsi, kalau kalau ada yang sakit dan butuh pertolongan.
"Nay Yer, lo berdua bawa kardus pakaian aja, ga terlalu berat. Entar kardus makanan biar gue yang bawa." Ucap Hendery, karena disini ia laki-laki sendiri maka Hendery harus bersikap gentle dan mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan perempuan. Cialeah, tinggi juga nih dia bahasanya.
"Lo bisa bawa kardus makanan sendirian?" Tanya Yeri yang meragukan kemampuan Hendery untuk mengangkat kardus berisi makanan sendirian.
"Bisa, begituan doang mah gue kuat." Jawab Hendery percaya diri.
Kemudian mereka mengangkat kardus masing masing dan berjalan menuju posko pengungsian.
"Nay, lo serius udah gapapa? Kalo lo ngerasa belum enakan biar gue sama Dery aja gapapa." Yeri sedari tadi jadi orang yang paling bawel menanyai keadaan Nayla sudah merasa baikan apa belum.
"Gapapa Yer, serius gapapa." Ucap Nayla semeyakinkan mungkin, meskipun bayang-bayang ketakutan akan kejadian barusan masih menghantui Nayla tapi Nayla tidak boleh membiarkan dirinya lebih terlarut dalam rasa ketakutan nya.
"Kalau ngerasa gimana gimana langsung bilang gue ya Nay?" Ucap Yeri seolah belum puas dengan jawaban Nayla.
"Iya, janji." Kata Nayla.
Mereka sampai di posko pengungsian, Hendery memimpin untuk perkenalan singkat. Semua orang terlihat senang dengan kehadiran mereka disini, raut wajah mereka sama sekali tidak menggambarkan rasa menderita sama sekali. Nayla tertegun merasakan aura positif yang mereka pancarkan.
"Ibu, ini saya bawakan selimut. Pasti disini kalau malam dingin ya?" Nayla berlutut di depan ibu ibu paruh baya yang sedang berbaring di atas kasur.
"Aduh, terima kasih banyak neng. Saya bersyukur Tuhan sudah mengirimkan orang orang baik kaya neng untuk membantu desa kami." Kata ibu seraya mengusap punggung tangan Nayla dengan lembut. Demi Tuhan Nayla tidak sanggup membayangkan betapa beratnya beban yang di tanggung orang orang disini. Mereka luar biasa kuat.
"Sama sama bu, semoga lekas membaik. Saya turut bersedih dan terus berdoa untuk kebaikan desa ini." Nayla tersenyum, sedikit memberikan kata kata semangat untuk ibu.
Tapi Nayla di buat kaget karena ibu ini tiba tiba menangis cukup keras. Nayla bingung mencerna situasi yang sedang terjadi, Nayla diam diam berpikir apa ada yang salah dari ucapannya tapi Nayla rasa ia tak mengucapkan hal hal yang membuat ibu ini sampai menangis begitu kencang.
Mata semua orang tertuju pada Nayla dan ibu. Hendery dan Yeri pun segera menghampiri Nayla yang terlihat clueless.
"Ibu kenapa? Saya ada salah bicara? Saya minta maaf kalau misalkan saya sempat salah bicara." Nayla tertunduk, sebenarnya Nayla pun tak tahu ia meminta maaf untuk apa, Nayla hanya merasa perlu meminta maaf.
"Nggak neng, saya cuma teringat dengan anak saya yang belum ditemukan sampai sekarang. Wajahnya mirip sama neng, persis." Nayla jelas tertegun dengan ucapan ibu, direngkuhnya tubuh ibu yang sedang terbaring itu dengan hangat, Nayla paham betul apa yang sedang dirasakan ibu, tapi Nayla tak bisa berbuat apa apa selain hanya bisa memberikan pelukan hangat.
"Ibu tetap kuat ya? Saya yakin anak ibu segera ditemukan." Ucap Nayla di samping telinga ibu. Tangan ibu merangkul tubuh Nayla kuat kuat seperti tak ingin Nayla pergi kemana mana.
"Saya sudah pasrah, kalaupun kembali dengan kondisi sudah tidak ada, saya pasrah." Kalimat itu sukses membuat tangisan Nayla pecah. Disini Nayla seperti sedang memikul beban yang sama dengan ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETOS | Na Jaemin ✅
Fanfiction❝Lo tuh jauh banget dari tipe ideal gue Nay. Lo bego, ceroboh, cengeng, nggak bisa jaga diri, keras kepala, pemarah. Entah gimana awalnya tapi gue ngerasa kalau gue emang harus ngelindungin lo Nay.❞ 💞 start writing; 15th of March, 2020. 💞 finished...