"Menyukaimu menyulitkan pikiran ku. Selalu kamu, kamu dan kamu di sini."
- Laluna Andara.
Luna sudah duduk di kursi kayu di sebuah rumah makan. Hal yang membuatnya masih tidak percaya adalah Rafka di hadapannya, duduk bersamanya dan menikmati makanan yang sudah terhidang di sana. Sungguh, jantungnya terus saja berdebar tidak karuan.
"Kamu nggak suka ya, makan disini?" Tanya Rafka memudarkan lamunannya
Luna menggeleng kuat, lalu tersenyum, "suka kok. Luna masih gak percaya aja." Ucapnya dan melanjutkan makannya.
"Kenapa?" Tanya Rafka.
Luna menggeleng tersenyum di tengah kunyahan nya.
Luna tampak lapar, terbukti dengan caranya memakan. Gadis itu tidak ingin menyembunyikan dirinya yang asli dengan cara makan yang anggun, itu bukanlah Luna. Persetan dengan Rafka yang mungkin akan ilfil terhadap nya. Semoga saja tidak.
"Kamu mau nambah?" Tanya Rafka setelah Luna memakan habis.
"Udah kenyang kok ka," ucap Luna menepuk nepuk perutnya
Rafka terkekeh, melihat kelakuan gadis cantik dihadapannya ini. Matanya menerawang ke arah jendala. Awan sudah berubah warna menjadi sedikit gelap akibat mendung.
"Udah sore, ayo saya antar kamu pulang." Ucap Rafka.
Luna mengangguk setuju. Ia takut ibunya marah marah karena kesorean. Luna melihat jam dipergelangan tangan nya, sudah pukul 16.27 setelah Rafka membayar semua tagihan makanan, mereka berjalan beriringan menuju motor Rafka. Jujur, ini sangat canggung dan Luna sangat tidak menyukainya.
Rafka mengambil helmnya. Lagi dan lagi Luna di pakaikan helm oleh Rafka. Namun, sekarang, dengan jarak yang lebih memudar dari tadi. Tak apa, hati Luna tetap bergetar.
Rafka menjalankan motornya, membelah jalanan kota ramai penduduk. Luna kaku, saat ia ingin menyentuh baju Rafka untuk berpegangan. Ragu, akhirnya tidak jadi.
Rafka tersenyum, melihat kejadian Luna yang masih canggung terhadap nya, memang wajar. Rafka menarik tangan Luna yang tadi, dan membiarkan jari jari itu berpegangan pada bajunya. Luna terkejut, tentu saja. Tapi tidak lama ia tersenyum. Sangat bahagia.
"Jangan ragu," teriak Rafka. Kalau kalau suaranya terdengar oleh Luna. Sebab, pasti akan teredam dengan angin.
Luna mengangguk, "Luna malu." Lalu terkekeh
Rafka gemas melihat nya. "Santai aja,"
Lama terdiam, Luna menikmati semua ini. Rafka yang dekat dengannya, angin sore dan kehangatan Rafka.
"Aku mau nanya, boleh?" Tanya Luna.
Sebetulnya Luna takut bertanya. Takut ini adalah topik paling sensitif dari seorang Rafka. Namun, ada sedikit keingin tahuan lebih dari dirinya.
Rafka mengangguk.
Sekarang, mereka sudah berada di depan gerbang rumah Luna. Ia turun dan memberikan helmnya ke Rafka. "Kamu mau nanya apa?" Tanya Rafka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tatap ✓
Teen FictionNama nya Rafka sambara. Cowok dengan segala pesona nya yang berhasil meruntuhkan teori Luna, bahwa jatuh cinta pada pandangan pertama memang benar adanya. "Aku jatuh pada pesona mu. Pada senyum juga tatap mu yang mengurung ku pada ruang rindu jika...