40.

76 4 0
                                    

Enjoy guys! Happy reading ✨

"Pernah bersama dengan akhir yang menderita."


"Kak.." panggil Luna.

"Dibilang jangan panggil Kaka, Luna." Ucap Rafka lembut

"Nggak enak tau!"

"Makanya dibiasakan."

"Nggak ah,"

"Yaudah terserah kamu deh," kata nya pasrah

Luna terkekeh geli. Rafka mengubah posisi tidurnya menghadap Luna dengan sedikit sulit. Kemudian menatap Luna ketika posisinya sudah nyaman. Menggenggam tangannya. "Jangan kaya gitu dong liatinnya!" Ujar Luna menutupi wajahnya dengan sebelah tangan.

"Kenapa emang?" Tanya Rafka sengaja menggoda nya.

"Malu lah!"

Rafka tertawa pelan. "Jangan ditutupin gitu dong mukanya. Cantiknya nggak keliatan nanti," protes Rafka menurunkan tangan Luna yang menutupi wajahnya.

Luna yang mendengar itu pun merasakan perasaan menggelitik dalam dirinya. Ia memalingkan wajahnya, tidak kuat!

"Lun.." panggil Rafka dengan suara serak dan menatapnya dalam.

"Iya?"

"Apa yang mau kamu denger dari saya?"

Luna mengerutkan alisnya.

"Beberapa kali saya pernah liat kamu kebingungan, ke arah mana sebenarnya kita berjalan. Saya nggak ngasih petunjuk sedang dimana kita. Atau sekedar penjelasan apa tujuan nya." -

"Saya membiarkan kamu bertanya sebenarnya kita apa? Tanpa kejelasan, tanpa tujuan, saya memaksa kita berjalan beriringan. Tapi membuat kamu kebingungan bukan tujuan saya, lun. Menciptakan kebahagiaan yang nantinya kita namakan kenangan indah, itu salah satunya. Biar suatu saat kamu nggak perlu cari dimana letak luka, karena yang kamu tau, semua hal adalah bahagia ketika bersama saya."

Luna menelan ludah nya susah payah. Menahan tangis bahagia yang siap tumpah. Sedangkan Rafka, cowok itu mengelus punggung tangan nya lembut. Membuat suasana ruangan seketika menjadi romantis sekaligus sedih.

"Kamu paham kalau semuanya itu nggak perlu pakai kata untuk mengungkapkan cinta. Bukan saya malu untuk bilang ke kamu, tapi saya lebih suka menunjukkan nya dengan cara. Tapi saya serius sayang sama kamu loh, sampai di titik nggak bisa kalo nggak ketemu kamu sehari." Rafka dan Luna terkekeh geli.

"Kalau kamu tanya kapan saya mulai suka kamu, jawaban nya adalah sejak pertama kali liat kamu di perpustakaan. Tapi semakin lama semakin kenal kamu, rasa suka itu hilang. Berganti jadi rasa takut kehilangan. Karena bagi saya, cinta itu tanpa alasan. Kalau ada alasan itu bukan cinta, tapi hanya rasa suka."

"Saya nggak mau kamu merasakan luka lun, tapi saya gagal. Karena nyatanya luka, bahagia dan kegagalan adalah bumbu dari perjalanan."

Jari jari Luna menyusuri wajah Rafka. Menatap sendu Rafka yang semakin memucat. "Kaka berhasil nyiptain bahagia itu. Karena semua tentang Kaka adalah bahagia untuk Luna. Cara Kaka tersenyum, natap Luna, bicara sama Luna, memperlakukan Luna semua itu udah jadi bukti nyata."

Tatap ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang