11

1.1K 109 7
                                    

Iqbaal Shasa balik lagi nih!
Udah kangen belum? 🤔🤔🤔





Btw stay safe and healthy semuanya!!





Happy Reading!❤

.
.
.
.
.
.
.
.

10 menit yang terasa panjang akhirnya usai dan aku tidak berharap akan terulang. Mood ku hari ini rasanya sedikit berantakan akibat melihat adegan suap-suapan antara Iqbaal dan pacarnya. Aku mendengus kencang saat kejadiaan tadi kembali menyapa dalam pikiranku.

“Sha!” panggil Adis yang baru saja memasuki kelas. “tumben jam segini baru dateng?” tanya Adis yang baru saja kembali dari toilet bersama Zulfa dan Yori.

“Iya ya.. biasanya lo yang dateng belakangan.” Ucap Zulfa. “alias ratu telat.” Tambah Zulfa.

“Eh sorry ya gue selalu dateng tepat waktu.” Ucap Adis percaya diri.

“Jadi yang tempo hari bikin gue nunggu sejam depan halte siapa ya?” Tanya Zulfa penuh penekanan.

“Masih aja si diungkit, dendaman banget lo!” timpal Adis. “Lagian itu sebuah ketidak sengajaan, karena ada urusan yang lebih mendesak dari pada harus jemput lo!” Tambah Adis sewot.

“Apa? Apa yang lebih penting dari gue?” Tanya Zulfa kesal.

“Ehm ada deeeh, nanti aja gue cerita kalau udah resmi hihi.” Jawab Adis dengan senyum malunya bahkan pipinya sempat merona. Aku, Yori dan Zulfa saling tatap melihat Adis yang terlihat tersipu malu.

“Gak jelas lo dis!” Ucap Zulfa sambil menoyor pipi Adis.

“Iih apaan si! Gue gak suka ya lo pegang-pegang pipi gue!” Ucap Adis kesal.

“Paling juga kena virus merah jambu.” Sindir Yori, yang membuat Adis kembali senyum-senyum sendiri dan tersipu malu. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat ocehan teman-temanku. 

“Hai Sha.” Sapa Ergi dengan senyum yang dibuat sok manis. Lalu duduk di kursi depan Shasa yang kebetulan kosong yang disusul oleh Arga disampingnya. 

Apaan si nih anak tiba-tiba udah duduk aja depan gue. Batin Shasa. Gak bisa banget sehari aja gak bikin mood gue berantakan.

“Muka lo kok kusut gitu si Sha?” tanya Ergi penasaran.

“Ya gimana gak kusut, masih pagi harus liat muka lo depan mukanya.” Sambar Zulfa.

“Yaampun Zul lo kalau mau liat muka ganteng gue gak usah marah-marah gitu. Nanti gue kesitu Oke? Biar lo puas.” Ucap Ergi dengan menaik turunkan alisnya.

“Dih NAJIS!” Jawab Zulfa sewot. Lalu kembali melanjutkan aktifitasnya. Males ladenin Ergi. Cowo freak!.
Ergi kembali mengajak Shasa bicara ya walaupun tidak direspon.

“Sha udah sarapan belum?” tanya Ergi lagi.

Shasa berdecak karena Ergi terus menerus mengajaknya bicara.
“Ck! Lo ngapain si dari tadi nanya-nanya mulu? Udah kayak petugas sensus tahu gak? Pusing gue denger ocehan lo!” ucap Shasa panjang lebar.

“Astagaaa.” Ucap Ergi dengan menutup mulutnya sambil menatap Arga.

“Ga lo denger kan kayaknya itu kalimat terpanjang Shasa hari ini buat gue.” Ucap Ergi sambil berbinar.

“Fix! Freak banget nih cowok.” Ucap Adis sambil geleng-geleng kepala.

“Jangan diganggu udah punya pawang dia.” Sahut Dadan yang sedang duduk di kursi barisan paling belakang.

Mendengar uacapan Dadan wajah Ergi berubah sendu tapi selanjutnya “Tenang Dan sebelum bendera kuning melengkung masih bisa ditikung.”

“Bendera kuning? Lo nyumpahin Shasa mati?!” timpal Adis.

“E-eh maksud gue janur kuning, gak bisa bercanda banget si dis.” Timpal Ergi.

“Bercanda lo gak lucu!” jawab Adis ketus.

“Sorry ya Dis temen gue emang agak sakit.” Ucap Arga.

“Iya. Sama kayak lo! Mending lo bawa tuh temen lo jauh-jauh dari Shasa.

“Adis cemburu tuh gi.” Sambar Dadan lagi.

“Dan! Bisa diem gak lo?!” tanya Adis galak.

“Iya kanjeng saya diam.” Jawab Dadan lemah.

“Ciut banget si nyali lo Dan. Adis doang juga.” Ucap Ergi mengkompori.

“Apa? Lo berani sama gue?” tanya Adis sewot.

“Gi please ya gue lagi gak mau ribut , jadi mending lo cabut deh.” Pinta Shasa.

Bel sekolah berbunyi dan itu salah satu bentuk penyelamatan untuk Shasa agar Ergi bisa pergi dari hadapannya.
Ergi, Arga dan Dadan ini salah satu teman sekelasnya yang nyebelin dan gak jelas. Kalau kata Adis cowok freak. Ergi ini anaknya berisik, jail nyebelin, sama kayak Arga, tapi lebih parah Ergi mereka berdua bukan anak kembar tapi kemana mana selalu berdua dan namanya seperti anak kembar Ergi dan Arga. Upin dan Ipin. Kalau Dadan teman setongkrongannya Iqbaal dan mereka cukup dekat, kadang-kadang gue juga suka ngantin bareng Dadan.

Jam pelajaran pertama dibuka dengan mata pelajaran sejarah yang bikin ngantuk banget, gue sama sekali gak ngerti bu risma lagi bahas apa, yang jelas gue berasa didongengin kalau denger bu risma ngomong bawaannya ngantuk.

Aku menutup mukaku dengan buku paket tebal sejarah supaya kepalaku bisa rebahan diatas meja. Tiba-tiba Adis menyenggol lenganku dan mengajakku ke toilet, bosen katanya. Aku mengiyakan ajakkannya dengan lebih dulu meminta izin ke toilet nanti Adis akan menyusulku, katanya.

Aku berjalan agak lambat menuju toilet karena menunggu Adis dan karena kakiku masih terasa sakit akibat jatuh tadi pagi tapi aku tetap paksa untuk berjalan. Saat melewati kelas Iqbaal. Aku lihat kelasnya ramai anak-anak saling ngobrol dan bercanda mungkin sedang tidak ada guru, tapi aku tidak melihat Iqbaal disana.

Pasti tuh anak cabut deh ke kantin. Batinku.

Untuk menuju toilet aku harus melewati lapangan basket yang pinggirannya ditutupi pagar kawat tinggi agar bola tidak memantul terlalu jauh diluar pagar kawat, selain itu terdapat tempat duduk disekelilingnya dan ada tumbuh-tubuhan juga. Saat akan berbelok aku melihat Iqbaal dan Iren yang sedang berjalan bersisian dengan setumpuk buku di tangan Iqbaal dan juga Iren tapi lebih banyak buku yang dibawa Iqbaal.  mereka berjalan sambil ngobrol sesekali tertawa. Lalu tiba-tiba ada laki-laki dengan kaos oleh raga yang berlari melewati mereka dan tidak sengaja menabrak Iren sehingga buku-buku ditangannya jatuh semua ke lantai.

“WOI! Hati-hati dong lo.” Teriak Iqbaal.

“Sorry sorry gak sengaja, gue buru-buru.” Jawabnya sambil terus berlari meninggalkan Iqbaal dan Iren tanpa membantu membereskan buku-buku yang berserakan dilantai.

Iren berjongkok untuk mengambil buku yang disusul oleh Iqbaal.
“Kamu gpp?” tanya Iqbaal khawatir sambil memegang kedua pundak Iren.

“Iya, aku gpp ko.” Jawabnya santai.

Iqbaal baik banget ya sama Iren.
Kalau di lihat-lihat Iren itu cantik cocok sama iqbaal. Kalau gue jadi Iren terus ditabrak sama cowok dan dia gak tanggung jawab buat beresin buku-buku itu mungkin gue udah ngomel-ngomel gak jelas. Tapi Iren nggak.

Aku buru-buru masuk ke toilet, melihat sedikit kejadian tadi rasanya ada hawa panas didalam hatiku. Aku melihat diriku sendiri di depan cermin. Lalu berbicara pada diriku sendiri. “Jangan kebanyakan mimpi Sha! Jangan tinggi-tinggi juga nanti kalau jatuh sakit.” Ucapku sambil tersenyum sedih.

“Lo gak tau ya Sha tentang pribahasa bermimpilah setinggi langit?” tanya Adis yang sebelumnya mendengar ucapan Shasa. “Jadi gpp kalau lo punya mimpi yang tinggi, tapi jangan cuma sekedar mimpi tanpa usaha. Itu yang salah. Yang bener itu lo bermimpi tapi lo juga usaha buat dapetinnya, dan gue yakin lo pasti bisa!.” Jelas Adis panjang lebar. Aku tersenyum mendengar Adis berbicara seperti itu.

“Ehm gitu ya Dis?” tanya Shasa.

“Iya Sha gue percaya lo pasti bisa.” Jawab Adis  yakin sambil memegang kedua pundakku. Aku tidak tahu mimpi yang di maksud Adis itu yang bagaimana, tapi aku tidak ingin larut.

“Ko bisa ya Dis lo ngomong kayak gitu barusan?” tanya Shasa polos.

“Sha! Astagaa lo ngejatuhin gue banget sih!” jawab Adis sewot.

“hahahah ya sorry. Lagian lo dateng-dateng terus sok bijak banget ngomong begitu, bukan gaya lo banget dis.” Ucap Shasa.

“Parah lo meremehkan gue banget Sha!” Jawab adis pura-pura ngambek.

“Iya iya sorry deh lo jangan ngambek dong.” Pinta Shasa. “Thanks ya udah ingetin gue.” Ucap shasa tulus. “Nanti di kantin gue beliin bakso mang jajang deh. Kesukaan lo.” Rayu Shasa.

Mendengar bakso mang jajang Adis langsung tersenyum mengiyakan. Segampang itu membujuk Adis.

Setelah melewati jam pertama dan kedua akhirnya bel istirahat berbunyi. Hal yang selalu dinanti oleh semua siswa siswi satu sekolah.

Aku, Yori, Adis dan Zulfa langsung pergi ke kantin. Adis sudah ribut sendiri mengingatkan janjiku untuk membelikannya bakso mang jajang.
“Sha jangan lupa yak bakso mang jajang.” Peringat Adis.

“Iya Dis iya. Ini udah ke-5 kalinya ya lo ngingetin gue!” Jawab Sahsa kesal. “Yauda buruan pesen baksonya, sekalian pesenin gue bakso sama sayurannya aja ya dis.” Pinta Shasa.

“Gue juga dis samain aja kayak Shasa.” Ucap Yori.

“Gue juga.” Tambah Zulfa.

“Bagus ya lo semua nyuruh-nyuruh gue!” timpal Adis. “Zul, lo ikut gue dong!” pinta Adis. “Nanti gue susah bawanya.” Tambah Adis.

“Yauda Ayok.”

4 bakso dan minuman es teh manis sudah tersedia diatas meja. Aku mulai meracik baksonya, kecap, cuka, dan sedikit garam. Yang terakhir sambal. Saat sedang menuang sambal yang keempat sendok tiba-tiba tanganku di tahan seseorang.

“Mau bikin perut lo sakit lagi?” tanya Iqbaal sewot.

“Baru juga 3 sendok.” Jawabku dengan wajah cemberut. 

“Oh baru 3 sendok.” Ucap Iqbaal sambil menarik mangkuk baksoku ke hadapannya.

“Lo apaan si, gue mau makan baal.” Rengek Shasa yang tidak terima baksonya dimakan Iqbaal.

“Kan lo tinggal pesen lagi.” Jawab Iqbaal enteng.

“Lo gak liat itu antriannya sepanjang apa?” tanya Shasa. “kenapa gak lo aja yang pesen. Gak usah makan yang punya gue.” Tanyaku kesal.

“Pokonya lo gak boleh makan bakso ini.” Ucap iqbaal tegas. “Nanti gue beliin yang baru.” Tambah Iqbaal.

Shasa berdecak mendengar ucapan Iqbaal. Iqbaal memang begitu, selalu saja protes kalau Shasa makan makanan yang terlalu pedas. Ngerepotin katanya kalau nanti sakit.

“Mar!” panggil Iqbaal. “Duduk sini!” pinta Iqbaal. Selain Omar ada Brandon, dan juga Gusti.

“Siap! Gue mau pesen bakso dulu.” Jawab Omar.

“Gue nitip satu ya! Bakso sama sayurannya aja.” Pinta Iqbaal. Omar hanya menjawab dengan acungan jempolnya.

“Nih bakso pesenan lo.” Ucap omar sambil menyerahkan mangkuk bakso dihadapan Iqbaal. “Gila! Lo makan 2 mangkuk baal?” tanya Omar. Lalu duduk dikursi panjang yang masih kosong yang diikuti Brandon dan Gusti.

“Nggak ini buat Shasa.”

“Ooh” jawab omar sambil mengangguk anggukkan kepala.

Iqbaal menyerahkan baksonya kepadaku tapi juga mengambil sambal yang ada didekatku.
“Nih makan.” Perintah Iqbaal.

“Sambalnya ko diambil si baal?” tanya Shasa.

“Gak usah pake sambal.” Jawab Iqbaal.

“Ya gak enak dong makan bakso gak pake sambal.” Ucap Shasa kesal.

“Posesif banget si baal.” Ucap Adis.

Monarch Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang