Langit semakin gelap, matahari mulai tenggelam membawa sinarnya. Entah sudah berapa langkah yang aku tempuh untuk menjauhkan jarak, yang jelas kakiku jadi semakin berat karena dipaksa berjalan.
Seperti orang bodoh yang tidak tahu arah dan tujuan, aku hanya ingin meninggalkan rumah dengan segala kesedihan dan rasa sakit didalamnya.
Berharap yang aku dengar kemarin dan hari ini tidaklah nyata. Tapi gambaran kejadian mengerikan itu terus berputar di kepalaku seperti potongan puzzle yang harus aku susun sehingga bisa mendapatkan gambar yang utuh.
Gadis cantik yang memakai seragam SMA dengan rambut panjang yang sedikit pirang, Suara anak kecil yang terus merengek untuk pulang naik angkot, permen gulali, dentuman hebat, kerumunan orang, jeritan histeris, darah yang berceceran dimana mana, suara ambulance, dan genggaman tangan yang enggan terlepas.
Aku masih berusaha mencerna dengan berbagai ingatan yang tiba-tiba saja muncul tanpa henti. ini bukan memori sebuah film yang pernah aku tonton, tapi kenapa begitu nyata dan menyakitkan.
Setiap rintihan kesakitan yang dirasakannya maka seperti itulah rasa sakit yang aku rasakan sekarang.
Aku sudah duduk disalah satu halte yang entah tidak tahu dimana. Aku hanya merasa lelah dan butuh istirahat.
Pergi dari rumah dengan tidak membawa apapun selain handphone yang sudah hampir sekarat, penampilan yang berantakan, dan pakaian yang sudah lusuh. Oh, aku masih menggunakan seragam sekolahku sekarang. Lengkap sudah.
Melihat pejalan kaki yang berlalu lalang, kendaraan yang tumpah ruah di jalanan dan tidak ada hentinya melaju di atas aspal.
"Sha?" Panggil seseorang yang baru saja melepaskan helmnya setelah motor sport warna merah itu berhenti tepat di depanku.
Ia berjalan ke arahku yang masih bengong dan tidak menanggapi panggilannya.
"Sha." Ucapnya lagi. Kali ini sambil melambaikan tangannya di depan mukaku, menyadarkanku dari lamunan.
"Eh." Jawabku seperti orang linglung.
"Lo ngapain disini?"
"Heum?" Rasanya pikiranku masih melayang entah kemana.
Pria itu mengulurkan tangannya dan menyetuh keningku seperti ingin memeriksa sesuatu yang membuatnya penasaran, mungkin karena melihat penampilanku yang berantakan sekarang.
"Lo baik-baik aja kan?" Tanyanya lagi.
Aku menunduk tidak tahu harus menjawab apa. Pertanyaan yang terdengar mudah tapi rasanya sulit ku jawab karena nyatanya perasaanku tidak baik-baik saja sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monarch
Teen Fiction🏅 #1 idr (22 juli 2020) 🏅 #3 vp (22 juli 2020) "Heran deh mama tuh sama kalian berdua. Kalau deketan kerjaannya berantem mulu. Tapi kalau lagi jauhan mulai deh ngerengek rengek bilang kangen," "Dih aku gak gitu ma!." Jawab Iqbaal dan Shasa berbar...