Selalu jaga kesehatan ya, para reader yang budiman. Biar bisa vote dan komen di ceritaquee wkwk.
Happy Reading and Good Night!
...
"Saya tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat untuk membahas sesuatu, tapi, ajakan saya masih berlaku, Naya." Gandhi menyesap kopi hitam dari gelas karton yang dipegangnya.
Naya yang sedang memakan bubur ayamnya hampir saja tersedak. Seriously? Padahal dirinya kira lelaki itu sudah lupa dengan percakapan terakhir mereka. "Ka-kamu beneran mau nyoba komitmen sama saya?"
"Ya," jawab Gandhi lugas. "Dan omong-omong, Januar kenapa tidak pernah bilang kalau punya adik perempuan secantik kamu, ya?"
Mau tak mau pipi Naya bersemu kemerahan. "Bisa aja." Ia sekuat tenaga menahan senyum supaya tidak merekah. Gandhi itu, tidak menggodanya dengan kerlingan genit, tapi kenapa bisa membuat Naya salah tingkah?
"Jadi ... kamu mau mencoba dengan saya?"
Naya baru saja akan membuka suaranya ketika sebuah suara bariton disusul seorang lelaki berkemeja biru dongker yang mengambil duduk di sampingnya menyela. "Gimana Tante Jani bisa jatuh?"
Naya mengatupkan bibirnya seraya melirik Agam sebal. Padahal sepertinya baru beberapa menit yang lalu lelaki itu menelepon dan menanyakan keberadaannya, kenapa sekarang dia berada di sini? Padahal Naya yakin, kalau jalanan dari apartemen ataupun dari rumah Agam jelas terhambat macet.
Tapi ya sudahlah. Naya tak ambil pusing dan melanjutkan sarapannya tanpa menjawab pertanyaan Agam.
"Cuma gue tinggal sebentar, lo jadi tuli ya, Nay?"
"Sembarangan!" Naya memukul lengan atas sahabatnya itu. Ia melahap suapan terakhir bubur ayam miliknya, lalu menyesap teh hangatnya sebelum menatap Gandhi. "Maaf ya, Mas Gandhi, saya kira Agam nggak langsung ke sini." Ia tersenyum tak enak. Padahal tadi percakapan mereka sedang serius.
"No problem. Kamu bisa kasih nomor kamu? Karena saya kesulitan untuk menghubungi, dan Javier tidak membantu sama sekali." Gandhi menatap Agam seraya tersenyum sekilas. Ia menyerahkan ponselnya yang diterima Naya dengan senang hati."Sepertinya kita pernah bertemu."
Padahal Instagram juga ada. Batin Naya
"Ya. Di restoran dan rapat proyek Siaga Medika di Surabaya." Agam mengatakannya dengan tenang dan sangat datar. Tapi bagi Naya yang sudah mengenal dekat lelaki itu bertahun-tahun, tentu bisa membedakan aura yang berpendar di sekelilingnya.
Naya menggeleng pelan, sambil mengembalikan ponsel pada pemiliknya. Mungkin Agam sedang banyak pikiran. Karena yah, katanya ada proyek yang belum deal atau bagaimana. Naya tidak tahu dan tidak mau tahu sama sekali. Yang dirinya ingat betul, Djati Group adalah sebuah perusahaan properti ternama yang didirikan sejak zaman baheula, dan diwariskan secara turun-temurun. Astaga, Naya jadi berpikir, akan sangat beruntung siapapun yang menjadi pasangan sahabatnya ini nanti.
"Oh, wow. Kamu Djatiharsono? Pantas saya merasa tidak asing. Omong-omong, saya juga tinggal di Djati Residence." Kali ini Gandhi terlihat lebih bersemangat membahas tentang sesuatu yang tidak dimengerti Naya.
Agam mengangguk satu kali. "Ya."
"Saya dengar kalian juga akan membangun apartemen, betul? Saya tidak menyangka akan berkenalan dengan salah satu keturunan Djatiharsono."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Be Together (selesai)
ChickLitNayara Swastika punya hidup yang sempurna; menjadi model ternama, bergelimang harta, tak lupa paras cantik yang membuat siapapun terpesona. Namun, dirinya malah memilih meninggalkan karir modelingnya dan membangun sebuah kafe yang namanya langsung m...