Hai haiiiiii adakah yang menantie?
Tadi aku lg iseng baca komentar, dan tiba-tiba pengin bikin mini ekstra part giteewww heheh cuma 500 word doang inii buat obat kangenn.I am so sorry bgt karena udah lama banget nggak pernah up cerita baru atau melanjutkan cerita yang udah ku publish. Ada beberapa dan lain hal yang bikin aku nggak bisa nulis, hehehe
Happy reading and hope u enjoy it!
...
Dulu, sewaktu Agam baru mengenal Naya, yang ada dipikirannya adalah perempuan itu sangat aneh dan berisik. Sebagai seseorang yang paling menyukai ketenangan, berteman dengan seseorang seperti Naya tentu saja tidak pernah ada dalam daftar keinginannya. Terlebih perempuan itu sering mendatangi tempat di mana Agam berada kalau sedang gabut. Ck! Rasanya ia ingin sekali memblokir semua akses yang digunakan Naya untuk menghubunginya.
Namun, seiring waktu, Agam mulai terbiasa dan malah terganggu ketika Naya tiba-tiba menjadi pendiam. Dirinya tahu, dibalik semua sifat ceria dan berisiknya, Naya memiliki banyak sekali masalah hidup yang tidak Agam punya. Dan bodohnya, Agam tidak pernah mau repot bertanya atau menghibur Naya. Yang ia lakukan hanya mengajak perempuan itu berkeliling kota sampai Naya terlelap dan paginya, Naya akan terbangun dengan keadaan sudah berada di tempat tidurnya. Selalu seperti itu.
Agam bahkan heran sendiri, sejak kapan ia sudah terlalu perhatian pada perempuan itu. Terlebih, tanpa ia sadari, perempuan itu merangsek masuk ke dalam hatinya yang tidak pernah tersentuh oleh jenis perempuan manapun. Akan tetapi, Agam hanya memendam itu sendiri karena tidak yakin dengan perasaan yang dimiliki Naya. Begini-begini, Agam juga memiliki gengsi besar jika perasaannya yang berharga ini tidak mendapatkan balasan. Maka, ia biarkan saja semuanya seperti ini, dan mengalir seperti air.
"Gam, lo belum pernah pacaran, kan?" tanya Naya waktu itu.
"Belum."
"Kalau nyoba pacaran sama gue, gimana? Gue orangnya nggak ngambekan, kok."
"Bohong." Agam menyentil kening Naya yang sedang rebahan di pahanya. "Gue telat 15 menit aja lo ngomel terus sepanjang jalan."
"Ya kan beda, Djatiiii. Lo kan cuma temen, jadi gue bebas mau ngomel atau ngambek nggak jelas. Kalau sama pacar mah gue jadi cewek kiyowo nggemesin yang pengertian."
"Oh, begitu? Memangnya bisa?"
Naya yang kesal pun akhirnya menabok perut Agam dan bangkit dari rebahannya. Agam menahan tawa karena telah berhasil menggoda sahabatnya itu.
"Okay, okay. Jangan lempar bantal."
"Abisnya lo rese!"
Dan sejak itulah Agam mulai penasaran bagaimana memiliki pacar. Sayangnya, pacar yang ia inginkan hanyalah sesosok seperti Naya. Atau yang sama persis seperti Naya. Lalu, sebagai permulaan, ia membicarakan itu kepada Bu Reni. Namun, ternyata semua nggak semudah yang ia duga, dan selama itu pula, menjadi pacar dari seorang Naya hanya menjadi angan-angan saja. Barangkali suatu hari, akan ada masanya. Agam tahu betul, kalau semua sudah terencana dengan baik, oleh Yang Maha Kuasa.
Sayangnya, setelah keinginannya sejak lama itu menjadi kenyataan, sikap Naya malah tidak seperti yang perempuan itu katakan. Naya lebih sering ngambek, sering mengomel—bahkan ketika ia hanya melakukan kesalahan kecil.
"Djati, kok kamu nggak pakai baju yang sarimbitan sama aku, sih? Kasihan nanti Oliv sedih tau, bajunya nggak kamu pakai!"
"Ini apaan pula, pakai jas sama dasi? Kamu mau kerja, hah? Kan aku tuh udah bilang, tasyakuran anaknya Reya tuh temanya islami gitu. Cepetan sana balik, ambil bajunya! Bikin kesel aja, ih!" repet Naya sembari mencubit lengan Agam. Ia hanya meringis dan menuruti apa yang perempuan itu minta. Padahal perjalanan dari apartemen ke rumah Naya tidaklah dekat.
"Tapi jauh banget, Naya. Kamu tau kan, aku dari kerjaan langsung ke sini? Aku lepas jasnya aja, ya? Baju yang itu dipakai lain kali aja, okay?"
"Nggak mau! Aku tuh udah bilang sama Oliv, kalau bajunya mau buat acaranya Reya, ih! Sebel banget aku sama kamu!"
"Okay, okay. Aku balik apartemen dulu."
"Ya udah sana. Ngapain berdiri aja di situ?"
"Tapi aku harus isi bensin dulu."
"Ya udah sana. Dari IYA ke pom bensin kan nggak jauh."
"Bukan bensin yang itu."
"Terus apa?"
"Kiss me."
"Okay." Dan Naya langsung melangkah senyum merekah menuju Agam dan memberikan ciuman panjang untuk lelaki itu.
Oh iya, bukannya Agam tadi bilang sikap Naya sejak pacaran tidak seperti yang dirinya katakan, kan? Tapi meski begitu, Agam tidak masalah sama sekali. Karena kenyataannya, Naya lebih menggemaskan dan menyenangkan.
...
Love, Pulpenabu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Be Together (selesai)
ChickLitNayara Swastika punya hidup yang sempurna; menjadi model ternama, bergelimang harta, tak lupa paras cantik yang membuat siapapun terpesona. Namun, dirinya malah memilih meninggalkan karir modelingnya dan membangun sebuah kafe yang namanya langsung m...