33. Karena Terbiasa

121K 12.5K 658
                                    

Alasan aku late update, ada di akhir kalimat bab ini ya, sobat Gam-Nay.

Dan kalo ada yang berharap bakal ada momen Naya sama bapak kandungnya, mohon maaf, kalian kecowa. Karena—

...

"Shit, shit, shit, Nayara Swastika! Penjelasan bapak lo jelas nggak bisa diterima nalar! Lo tau? Mereka masih bisa nunjukin kasih sayangnya di dalem rumah! Tapi apa? Mereka bahkan nggak melakukan apa-apa supaya lo setidaknya merasa dianggap di sana. It's oke lah, kalau nama lo di ganti, tapi--seriusan, gue nggak habis pikir. Ini udah sangat lama, dan lo selalu ngerasa sedih kalau gue dan Olivia lagi dapet perhatian dari Papa kita." Reya memaki tiada henti. Naya memang sudah menceritakan segalanya, berikut penjelasan Pak Ganesha tadi siang. "Jangan cepat luluh, Nay. Lo udah bisa berdiri sendirian selama ini, dengan segala hal--yang gue tau--pasti sangat berat buat lo jalani. Kenyataan bahwa lo anak Pak Ganesha atau bukan, kenyataan bahwa Pak Ganesha hanya ingin melindungi elo, nggak akan ada bedanya. Lo tetap diperlakukan nggak adil selama ini."

"...."

"Gue malah heran, kenapa pula bukannya Pak Ganesha nggak cerai aja sama emak lo, Nay. Yang salah dia, yang berkhianat dia, tapi mama lo masih tetep aja bisa hidup enak, bahagia, sedangkan lo harus hidup dengan rasa iri dan dengki selama ini."

"Bisa jadi Mama gue juga sama menderitanya. Menurut gue, mama justru yang paling menderita karena harus tetap hidup bersama rasa bersalah selamanya. Apa lagi sikap Pak Ganesha kelihatan normal aja."

"Pikirin aja hidup orang terus, Nay. Hati lo itu terbuat dari apa sebenernya, hah? Kok ya nggak punya rasa sedih, dendam, kecewa, dan sewajarnya."

Tiba-tiba Naya tertawa. Jenis tawa sumbang. Hal yang membuat Reya mengrenyit karena perubahan drastis dari sahabatnya itu. Beruntung, di rumah Reya hanya ada mereka bertiga--bersama Olivia yang kini sedang berkutat di dapur. "Siapa bilang? Tadi, sewaktu Pak Ganesha kasih penjelasan, rasa-rasanya gue pengin banget bentak-bentak beliau. Pengin maki-maki karena segampang itu minta maaf, terlebih dia bilang kalau dia bakal melakukan semua hal yang belum pernah dia lakukan sama gue." Dirinya mendengus, lalu meminum jus jeruk yang Olivia sodorkan. "Hal-hal kayak gitu sekarang udah nggak gue perlukan, terlepas gue dari dulu memang pengin melakukan itu semua sama Pak Gan."

"Aku malah penasaran, kenapa Pak Yudha-Yudha itu sampai tau kalau kamu bukan anak Pak Ganesha."

Tepat. Tepat sekali apa yang dikatakan Olivia. Perempuan itu memang selalu seperti biasa--bisa mencari titik pertanyaan yang sejak kemarin membuat Naya sakit kepala. Andai kata dirinya memang bukan anak Pak Ganesha, dan pria tua itu masih tetap menyayanginya, setidaknya rahasia kedua orang tuanya tidak akan sampai di telinga lelaki yang bernama Yudha itu. God! Naya benar-benar pusing saat ini.

"Bodo amatlah. Gue nggak mau mikirin itu lagi. Toh yang dari dulu bikin gue bertanya-tanya udah kejawab juga. Sekarang gue pengin makan yang banyak, karena belum sempet sarapan dari pagi."

"Ya karena saya dan Naya pernah bertemu dengan Yudha. Saat itu pula jelas sekali kalau Naya memang anaknya. Bukankah genetik nggak bisa berbohong?" Bu Jani, entah sejak kapan berada di sana, dan menjawab pertanyaan yang Olivia lontarkan. Padahal sungguh, Naya bahkan tidak berniat mencari tahu tentang itu.

Toh baginya, hal itu sepertinya tidak terlalu berguna. Karena ya ... Naya hanya ingin melanjutkan hidup seperti biasa. Pusing yaa sewajarnya saja. Tentang kafe, tentang tawaran menjadi brand ambassador AtLook Beauty pun sepertinya tidak apa-apa. Oh, ditambah lagi memikirkan apa yang membuatnya bisa mendapatkan restu dari Tante Reni, dan menjalin hubungan dengan Agam--sampai akhirnya mereka berhasil menikah. Wah, Naya sepertinya benar-benar sudah sangat stres sampai akhirnya memkirkan hal-hal yang membuatnya senyam-senyum sendiri. Padahal, sekarang saja Naya sudah sedikit ragu kalau semuanya akan berakhir indah.

Let's Be Together (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang