26. Fact and Best Friend Ever

117K 12K 303
                                    

"Mbak, nih AtLook Beauty ngirim e-mail mulu, lo beneran nggak tertarik? Ini malah CEO-nya sendiri yang pengin ketemu langsung. Lo ada kenal ya? Gewla, tadi gue lihat profilnya di internet, ganteng banget, bok. Mayan lah, kalo lo emang bukan jodohnya Agam, bisa digaet itu cowok." Sita terus-terusan mencerocos, tanpa menyadari jika suasana hati Naya sedang kurang baik.

"Nggak minat, Sit. Sana buat lo aja."

"Ayolah Mbak, jangan sia-siain kesempatan. Kapan lagi coba pihak sana minta-minta kayak nggak ada artis lain?"

"Sekarang gue lagi nggak mikirin itu. Kalau lo butuh kerjaan, gue mungkin bisa ngasih. Atau lo bisa manajerin artis lain, model, or anything you want."

"Susah emang ngomong sama lo." Sita berdecak kemudian mematikan panggilan itu sepihak. Benar-benar tidak sopan.

Sebuah notifikasi masuk dan Naya melihatnya.

Sita send a picture

Irendra Laksmono
Chief Executif Officer

Ia hanya membaca pesan itu, kemudian menaruh ponselnya kembali di meja dapur. Lalu, Naya mengambil nampan yang memang sudah ia siapkan dan berjalan menuju Bu Jani berada.

Naya menaruh secangkir kopi susu tepat di atas meja makan di mana Bu Jani duduk. Benar. Dirinya akhirnya membawa masuk mamanya ke tempat tinggalnya yang terlihat bersih. Naya masih tak bersuara, bahkan sekedar untuk mempersilakan ibunya menyeruput kopi. Pikirannya sedari kemarin benar-benar kosong. Namun, dirinya begitu penasaran dan harus mendengar penjelasan untuk mengetahui kebenarannya.

Ikut mengambil duduk di hadapan Bu Jani, Naya mati-matian berusaha menatap sepasang netra yang kini terlihat sangat kuyu. Kelopak mata yang sudah sedikit keriput itu pun terlihat bengkak, membuat mamanya terlihat aneh. Meski masih tetap cantik.

Andai mamanya pernah berkhianat, wajah rupawan yang menurun pada kedua anak perempuannya pun tidak akan lagi berguna di mata Naya. Dan dirinya akan benar-benar kecewa, terlebih perbuatan bejat itu menghasilkan dirinya yang harus menanggung imbas. Astaga, mengingat kalau dirinya bukanlah darah daging Pak Ganesha benar-benar membuat ulu hatinya nyeri. Sangat nyeri.

"Maaf ... maafkan Mama karena kamu harus mengalami ini, Nay." Air mata Bu Jani langsung luruh begitu saja ketika mulai berbicara.

Naya mendongak seraya mengedipkan matanya berkali-kali supaya air mata yang mulai muncul di kelopak matanya tidak mengalir. Dirinya tidak boleh menangis. Tidak. Tidak boleh. Itu hanya akan memperkeruh keadaan.

Sepasang tangan yang ada di pangkuan mengepal. Apa pun yang terjadi, Naya hanya perlu mengangap bahwa itu perjalanan hidup yang memang harus ia lewati. Benar. Harus begitu.

"Siapa sebenarnya aku, Ma?" Gagal. Naya gagal mempertahankan air mata yang tadinya ia kira sudah aman di kelopak mata. Buliran itu turun. Membasahi pipi, meski Naya menyekanya cepat-cepat.

Bu Jani sudah terisak sedari tadi, dan kini, isakan itu semakin menjadi begitu tahu anaknya juga menangis. Ia mengambil tisu di atas meja, lalu mengelap air matanya sebelum kembali menatap Naya.

"Ini semua salah Mama. Maafkan Mama, nak. Maafkan Mama." Bu Jani menarik napas untuk kesekian kalinya. "Andai dulu Mama nggak bertindak sesukanya, pasti kamu sekarang bahagia. Dapat kasih sayang yang imbang dari laki-laki di sekelilingmu, sama seperti apa yang didapatkan Kaila." Ia menyeka air matanya lagi.

Naya menunduk. Benar-benar menyiapkan mental untuk mendengarkan penjelasan tentang kenyataan.

"Mama dan Papa adalah pasangan yang bebas. Dulu, sewaktu muda sampai akhirnya Mama memiliki kamu, kita berdua sesekali pergi ke bar. Sekedar untuk minum. Sering kali juga kami pergi sendiri dengan teman-teman kami." Jani memejamkan matanya erat-erat. Kilasan saat dirinya memberangkati acara reuni SMA itu perlahan muncul. Bagaimana dirinya minum hingga mabuk, padahal ia sedang tidak bersama suaminya. Malam itu adalah malam penuh penyesalan selama hidupnya. "Kami berjanji, sebebas apa pun, kami akan tetap setia dan tidak akan pernah berkhianat. Nyatanya, Mama dengan tega mengkhianati papamu, Nay. Mama jahat sekali."

Let's Be Together (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang