Maaf, kalo kalean nyari cerita yang antimainstream dan out of the box idenya, kalian salah lapak. Karena aku cuma bisanya nulis gini.
Buat yang udah mau menanti, aku ucapkan terima kasih. Maaf banget nii ngaret hehe.
Salam hangat dari Naya dan Agam.
Happy reading, dan jangan lupa vomentnya yaa.
Love, Pulpenabu.
...
"Ya syukur."
Naya mendesah keras-keras lalu beranjak untuk membanting tubuhnya di atas sofa bed. Agam benar-benar menyebalkan. Padahal tadi momennya sudah pas untuk beromantis ria. Astaga, sepertinya Naya yang terlalu berharap. Untung saja tadi dirinya tidak langsung mengatakan bahwa ia jatuh cinta. Kalau iya, pasti Naya sudah sangat malu sekarang.
Sebuah kekehan pelan membuat Naya menoleh ke sumber suara, seraya menunjukan lirikan pedas pada si tersangka.
Seneng banget ya, Gam, bikin gue kesel.
Syukur apa coba maksudnya? Agam bersyukur kalau ada orang secantik dirinya yang mencintai dia, begitu? Gila saja! Pokoknya Naya tidak akan mengungkapkan perasaannya kalau momennya tidak pas! Naya benci Agam. Benci banget!
Tapi ya bukan benci yang gimana-gimana. Hanya saja, Naya sering kali sebal dengan tingkah Agam yang suka merusak suasana yang Naya coba ciptakan. Sekarang bahkan dirinya sudah lupa kalau tadi dirinya habis saja bertemu Tante Reni yang menyuruhnya pergi saja dari kehidupan lelaki yang kini sedang melangkah ke arahnya. Astaga, apa bisa dirinya berjauhan dengan lelaki itu untuk selamanya? Dulu beberapa minggu saja Naya sudah belingsatan tidak jelas, apa lagi sekarang? Di saat perasaannya sudah mulai tumbuh untuk sahabat sekaligus kekasihnya itu.
Padahal tadi Naya juga ingin memastikan bagaimana perasaan Agam padanya. Dirinya tidak ingin mencintai sendirian, sedangkan Agam hanya terbawa suasana karena sempat berpisah dalam jangka waktu paling lama sejak pertama mereka berteman. Namun, sepertinya Tuhan belum ingin Naya tahu tentang itu dan belum ingin Naya terluka nantinya. Jadi, yang ia lakukan sekarang adalah pasrah.
Naya memandangi jalanan yang terlihat padat di sore menjelang malam ini. Andaikan dirinya dan Agam adalah pasangan normal, dan lelaki itu mencintainya, pastilah momen ini akan terasa menyenangkan. Tapi Agam memang akan selalu menjadi Agam yang paling menyebalkan.
Tapi tidak apa-apa. Asalkan lelaki itu tetap di sampingnya.
Sepasang matanya mengikuti gerakan Agam yang kini beranjak dan berjalan menuju dapur. Bisa dilihatnya lelaki pendiam itu sedang membuka kulkas dan mengambil sebotol jus jeruk--yang Arbi buat--dan mengambil serta dua gelas kecil. Ini pula yang membuat Naya lagi-lagi tidak memahami Agam. Lelaki itu memilih jus jeruk alih-alih membuatka kopi atau teh. Ini sudah malam, dan AC pun sudah menyala hingga udara di luar yang cukup panas tentu tidak terasa sama sekali.
Tapi ya sudah lah. Biarkan Agam berlaku sesukanya saja. Naya tidak akan menegur karena masih kesal dengan jawaban lelaki itu tadi.
Karena terlalu asyik memerhatikan Agam, dirinya bahkan sampai tidak sadar jika lelaki itu sudah bergabung bersamanya dan menempelkan segelas jus jeruk di pipinya. Naya berjengit. Untung saja ia tidak punya gerakan refleks yang akan merugikan dirinya sendiri. God! Naya benar-benar ingin memukuli Agam dengan membabi buta sekarang!
"Lo ngapain sih, Gam. Dingin tau!" Naya merengut marah. Kekesalannya semakin menjadi-jadi kala Agam tidak meresponsnya dan malah meminum jus itu dengan gaya elegannya. Astaga.
"Jangan marah-marah terus. Perawatan salon mahal."
Memejamkan mata sambil menarik napas dalam-dalam adalah hal yang Naya lakukan sekarang. Perkataan Agam benar-benar akan membuatnya penuaan dini kalau dirinya tidak bersabar. Pokoknya, semakin hari lelaki itu semakin membuatnya tidak tahan untuk tidak mengumpat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Be Together (selesai)
ChickLitNayara Swastika punya hidup yang sempurna; menjadi model ternama, bergelimang harta, tak lupa paras cantik yang membuat siapapun terpesona. Namun, dirinya malah memilih meninggalkan karir modelingnya dan membangun sebuah kafe yang namanya langsung m...