7. Standar Naya

122K 12.2K 207
                                    

Haii, update lagi hari ini. Mumpung ide lagi ngalir, dan selamat membaca!

Oh iya, ini bukan visual secara gamblang sih, tapi bayanganku tentang Naya ya seperti yang ada di gambar. Kalau wajahnya sih terserah kalean aja yaa wkwk. (p.s. sorry yah aku g pinter edit-editan)

 sorry yah aku g pinter edit-editan)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Naya membanting ponsel ke jok penumpang di sampingnya. Satu setengah jam sudah dirinya menunggu mamanya yang sedang arisan dan belum kunjung keluar juga. Padahal seharusnya kini dirinya sedang berguling-guling di kasur empuk, dikarenakan hari ini free. Tidak ada matkul, tidak ada peragaan busana atau pemotretan, dan tidak ada kegiatan lainnya kecuali tidur dan makan. Seharusnya.

Dengan dalih sopir Nyonya Kalandra sedang sakit, Naya diseret-seret untuk ikut perkumpulan ibu-ibu tukang pamer itu. Katanya, banyak juga anak-anak anggota arisan yang juga menunggu, sama seperti dirinya nanti. "Cepetan, Nayara! Mau bayaran job kamu Mama pakai, ha?!" sentak Jani Kalandra seraya melotot dan berkacak pinggang, mendapati Naya yang ogah-ogahan.

Dan di sinilah dirinya berada. Dirundung kebosanan, sampai akhirnya ia menemukan objek yang menurutnya menarik. Ia bergegas keluar dari mobilnya, dan melangkah cepat menuju lelaki berambut cokelat yang sedang menghalau wajahnya dari sinar matahari. Bodoh! Percuma nutupin pake tangan gitu, dodol.

Semakin dekat, Naya bisa melihat semakin jelas jika kulit putih lelaki itu memerah. Dan tindakan selanjutnya adalah suatu hal yang paling memalukan sepanjang 19 tahun hidupnya. Ia menyeret lelaki berkulit putih itu ke sebuah bangku taman yang ada di bawah pohon rindang di dalam rumah tempat arisan dilaksanakan.

"Gak guna banget, nutupin wajah pake lengan tangan gi--" Perkataan membodoh-bodohkan yang tadinya akan Naya lontarkan tertelan begitu saja melihat wajah lelaki di hadapannya. Mulutnya bahkan sampai menganga karena tidak percaya akan menemukan lelaki dengan tampang sedikit kebule-bulean pada lelaki yang ditariknya tadi. Astaga!

"Bisa bahasa Indonesia?" tanya Naya akhirnya, setelah dengan kurang ajarnya memindai wajah lelaki itu.

"Bisa."

"Nungguin mama lo juga?"

"Iya."

"Sama kalau gitu. Bosenin banget nggak sih, menurut lo?" Serius, Naya sebetulnya tengsin sendiri karena lelaki di sampingnya ini tidak balik bertanya sekedar berbasa-basi.

"Hm, lumayan. Saya kira saya sendirian."

"Gue juga baru pertama kali ini, tau!" Naya berseru kegirangan. "Nama lo siapa? Mungkin kita bisa jadi partner ngobrol kalau lagi nemenin para Nyonya arisan. Gue Nayara Swastika, panggilannya, Naya."

Let's Be Together (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang