20. Terlalu Banyak Pikiran

123K 11.9K 1K
                                    

Semoga ini bisa menemani kegabutan klean yaa. Semangat ya! Happy reading!

Komen yang banyak sama votenya jangan lupa ya!

Dan satu lagi deng. Jangan berharap berlebihan di part ini hwehehe.

...

Ini Agam ngomong apa?

Naya melepaskan sepasang tangan kokoh itu perlahan, meski akhirnya Agam tidak membiarkan tangannya menggantung begitu saja dan malah memeluk pinggangnya. "Let's be together jadi teman selamanya, maksud lo?"

Agam menggeleng, membuat Naya jadi bingung sendiri. Apa sebenarnya maksud perkataan ambigu sahabatnya tadi?

"Then?"

Helaan napas panjang milik Agam terdengar oleh sepasang telinga milik Naya yang masih diliputi kebingungan. Sungguh, jika maksud lelaki itu adalah memintanya menjadi sahabat selamanya, Naya tidak akan mau. Dirinya tidak akan siap menjadi seorang penghalang untuk sahabatnya mendapatkan kebahagiaan dengan pasangannya nanti.

Atau lebih tepatnya, Naya tidak mau merasa tersakiti karena mendapati Agam tidak bersikap sama lagi. Tidak mempunyai waktu untuknya lagi.

Dan yang lebih utama, Naya tidak ingin menjadi tokoh jahat dalam kisah antara Agam dan Nesya.

 Lelaki yang masih merengkuh pinggang Naya, menatap lawan bicaranya dengan sangat lekat. Hal biasa yang Agam lakukan saat bersamanya. Hal ini pula yang menjadikan Naya deg-degan tak karuan. "Jadi pasanganku, Nay."

"Oh, iya. Besok lo ada acara di mana emangnya? Siap lah, gue. Mau pake baju yang kay--"

Perkataan Naya terputus saat Agam menariknya perlahan kedalam rengkuhan hangat lelaki itu. Rasa-rasanya, jantung Naya sudah merosot ke mata kaki--terlebih saat Agam menelusupkan wajahnya di antara helai rambut panjangnya. Astaga, ada apa dengan jantungnya?! Ada apa dengan Agam?!

"Jadi kekasihku, Nay," gumam Agam dengan suara teredam.

Naya menarik napas dengan rakus lalu mengembuskannya perlahan. Ia harus meluruskan pembicaraan aneh ini. Naya harus berpikir jernih.

"Gam, lo tahu, kan, banyak banget konsekuensi kalau kita mengubah ini semua?" Okay, Naya tidak akan menanyakan perasaan lelaki itu atau apa pun yang biasanya perempuan lain tanyakan. Hal itu terlalu serius, dan ... menakutkan.

"Iya, tahu."

"Mungkin kalau suatu hari nanti kita bertengkar hebat, lalu memilih berpisah, kita nggak akan bebas bareng lagi. Semuanya nggak akan pernah bisa sama lagi." Sepasang mata milik Naya memanas saat mengatakan kalimat tadi. Entah mengapa, membayangkannya saja sudah membuat dadanya nyeri.

"Ya jangan pisah."

"Enteng banget lo ngomong gitu!" Naya memukul punggung Agam kesal. "Yang dipertaruhkan di sini tuh pertemanan kita yang udah lama! Lo tahu sendiri kalau gue nggak punya laki-laki di hidup gue yang bisa gue andalkan dan dimintai tolong kapanpun gue butuh! Lo tahu banyak banget alasan gue menolak cowok, karena takut kalau kenyataan gue bukan keturunan Kalandra bikin mereka ninggalin gue. Lo yang paling tahu hidup gue, Gam! Dan sekarang seentengnya elo minta gue jadian sama elo! Kenapa nggak nikah aja sih, Gam! Biar lo nggak pernah bisa pergi dari hidup gue?!"

Sungguh, Naya ngos-ngosan sendiri setelah mengatakannya. Agam benar-benar menyebalkan. Maka, sekalian saja dirinya mengatakan demikian, supaya lelaki itu sadar, kalau Naya memang berbeda dengan perempuan lain.

"Ya sudah, ayo menikah."

Astaga, Naya sudah tidak punya tenaga lagi untuk menjawab lontaran perkataan sahabatnya itu. Ia melepaskan pelukan Agam dan memilih duduk di salah satu kursi makan, menyandarkan punggunggnya. Naya tidak menyangka, Agam akan mengatakan hal itu dengan entengnya, dan tidak memikirkan perasaan Naya yang sudah kalut tak karuan.

Let's Be Together (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang