28. Perlu Diluruskan

121K 12.6K 533
                                    

Mulmed: Charlie Puth-Girlfriend

Siapkan hati yaaa wkwks.

Beberapa waktu yang lalu aku ada baca komen, "kok semakin ke sini aku malah ngerasa naya terlalu bucin yaa sama agam." gitu.

Kalo menurut kalian, gimana? Setuju sama yang komen itu apa setuju kalo naya nggak bucin sendirian?

Komennya udah menurun ya sekarang, nanti kalo bab ini komennya dikit aku ga mau up cepet lagi deh👹 sedih soalnya.

Pi reding!

Love, Pulpenabu.

...

"Wow. Gue kira lo nggak nginap, Gam." Naya menuangkan air mineral pada gelas tinggi hingga penuh, lalu meminumnya. Sungguh, tenggorokannya terasa kering. Naya bahkan sampai mendesah lega begitu air mineral itu membasahi tenggorokan hingga perut.

Bukannya mendapati jawaban yang berarti, lelaki yang sedang sibuk menata dua mangkuk bubur ayam di atas meja makan justru berdecak--setelah melirik Naya sekilas.

"Ganti baju, Nay."

"Kenapa sih? Dari semalem juga pakai ini lo nggak sewot." Naya memutar bola matanya malas.

"Tinggal nurut aja susah ya, Nay."

"Lo yang susah banget. Tinggal makan sambil menikmati pagi aja kenapa sih, Djatiii. Apa lagi bangun tidur udah ada bubur ayam gini, enak banget idup gue ya ampun!"

Tanpa kata, Agam akhirnya memilih melangkah menuju sofa bed--tempat di mana ranselnya berada. Ia mengambil sebuah kaus putih yang biasa ia pakai dan melemparkannya tepat di wajah perempuan yang sudah kembali cerewet itu. "Pakai. Makan, lalu kita bicara. Ada beberapa hal yang perlu gue luruskan."

Naya yang baru saja menyuapkan sesendok bubur dengan suwiran ayam itu memicingkan matanya curiga. "Jangan bilang lo mau berubah pikiran?" ujarnya setelah menelan makanannya.

"Lanjutin makannya." Agam ikut memakan buburnya sendiri.

Dan Naya betul-betul tidak peduli lagi. Dirinya akhirnya melanjutkan makan dengan lahap--meski terpaksa. Persetan dengan Agam yang akan berubah pikiran nanti. Dirinya bisa memaksa lelaki itu atau melakukan hal menyebalkan lain supaya Agam tetap berada di sisinya. Naya sampai tidak sadar kalau ia sudah mengerutkan dahi--karena mulai memikirkan rencana-rencana yang harus ia pakai untuk menjerat Agam.

Ah, Tante Reni, kenapa anaknya nggak boleh sama aku, sih!

"Makan, Swastika. Jangan mikir macam-macam."

"Seriusan, Gam, lo jadi makin cerewet sejak semalem." Naya berdecak kesal, lalu melanjutkan sarapannya dengan asal. Sungguh, mood makannya akhir-akhir ini memang menurun.

Lagi-lagi, otaknya tanpa izin justru memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak perlu ia pikirkan. Menyebalkan sekali. Terlebih bayangan-bayangan masa depan di mana dirinya tidak punya siapa-siapa. Padahal, baru beberapa bulan dirinya merasa bahagia bersama Agam, dan merangkai hal-hal menyenangkan hingga tua. Ia bahkan sudah mempersiapkan nama anaknya bersama lelaki itu nanti ketika mereka menikah--hanya karena Agam memberikan kecupan di sudut bibirnya. Iya, Naya memang sealay itu.

Namun, sepertinya itu tidak akan terjadi karena kini, dirinya pun ragu. Naya sadar betul, permintaannya semalam memang sangat berlebihan. Mana mungkin Agam akan memilih bersamanya ketimbang hidup dengan patuh kepada orang tuanya. Mustahil. Toh Naya tidak seberharga itu sampai-sampai Agam harus memperjuangkannya dan menentang orang tua.

Dan yang paling pasti, hubungannya dengan Agam memang tidak memiliki masa depan.

Naya menghela napasnya kasar. Nafsu makannya semakin hilang tak bersisa dengan semakin bertambahnya pikiran-pikiran tentang masa yang akan datang. Andai bisa, rasanya ia ingin bertukar hidup dengan orang yang memiliki kehidupan normal. Tidak ribet seperti hidupnya yang penuh drama ini.

Let's Be Together (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang