"Ke kantor!" Pria brewokan itu menitahkan sopirnya untuk pergi. Mereka meninggalkan beberapa staf yang tadi ikut bersama mereka. Terlihat kegusaran di wajahnya.
Getaran ponsel di kantong celana membuatnya tersentak. Dia mengambil dan membuka dengan terburu-buru. Bibirnya setengah menganga setelah membaca isi pesan yang baru diterima.
"Cepatan!"
Alza Mahendra, anak tunggal dari pemilik PT. Mahendra, Adi Mahendra. Pria yang jarang tersenyum dan jika berbicara terkesan ketus dan galak.
Tak lama kemudian mobil hitam itu berhenti di depan gedung PT. Mahendra. Alza berjalan cepat menuju lift. Setelah pintu terbuka, pria itu pun masuk lalu menutupnya. Tak membutuhkan waktu lama, Alza tiba di lantai tujuh. Di depan pintu yang bertuliskan manajer, dia berhenti sesaat. Mengembuskan napas lalu mendorong pintu kaca itu.
Di sana sudah duduk orang tuanya. Selain itu ada juga seorang wanita berpakaian seksi yang tersenyum manis saat melihat Alza. Siapa dia? Tentu saja Claudia Mananda, kekasih Alza.
"Ada apa, Pa?" Alza duduk di sofa sambil mengangkat kaki sebelah.
Adi Mahendra terkekeh. "Ada apa? Papa sudah katakan padamu, berhenti berhubungan dengan wanita jahat ini!"
Alza bangkit. "Terserah papa mau jodohkan Alza ke siapa, tapi ... aku tidak akan memutuskan hubungan dengan Claudia!"
Adi menggelengkan kepala. Ia tak tahu harus mengatakan apa lagi pada anak satu-satunya itu. Alza begitu keras kepala untuk mempertahankan hubungan dengan Claudia. "Papa akan percepat pernikahanmu dengan Nadira."
Sang papa melenggang pergi meninggalkan Alza yang terpaku mendengar kalimat terakhir. Mempercepat pernikahan? Apa sebenarnya yang diinginkan orang tuanya itu? Alza mengeram kesal lalu menghempaskan bokongnya di sofa. Claudia menghampirinya, mengelus lembut lengan sang kekasih.
"Udah ... gak apa-apa, Sayang. Aku ikhlas kok kalau kamu nikah sama dia," ucap Claudia lalu menundukkan kepala. "Lagian ... percuma kita teruskan hubungan ini kalau orang tuamu nggak pernah suka samaku."
Alza menggelengkan kepala, mengangkat dagu Claudia hingga mereka bertatapan. "Aku akan menikah, tapi aku akan membuat wanita pilihan papa itu menyesal seumur hidup karena pernah bertemu dan menikah denganku. Aku akan menyiksanya, membuatnya kehilangan segalanya lalu pergi, setelah itu kita yang akan menikah."
Claudia menangkup kedua pipi Alza. "Kamu yakin cara itu berhasil?"
"Kalau nggak berhasil, kita cari cara lain. Lagian dia anak yatim piatu pasti gampang untuk menghancurkan hidupnya. Aku pasti bisa dengan mudah membuatnya menyerah karena tak sanggup hidup denganku!" seru Alza diakhiri dengan kekehan.
Claudia tersenyum lebar lalu memeluk tubuh Alza. Dalam hati gadis itu bersorak bahagia dan berharap apa yang mereka rencanakan berjalan dengan baik.
"Aku nggak akan melepaskan kamu, Sayang. Kamu juga harus janji untuk tetap ada untukku. Selamanya kita akan bersama."
"Selamanya," ucap Alza merespons perkataan Claudia.
***
Semalaman Alza memikirkan cara agar acara lamaran hari ini gagal. Namun, dia sama sekali tak menemukan ide yang bagus. Akhirnya pagi ini mereka pun berangkat menuju pondok pesantren Nurul-Huda.
Kedatangan mereka membuat Nurul terkejut. Pasalnya dia tak mempersiapkan apa-apa karena memang Adi Mahendra sama sesekali tidak mengabarinya.
"Adi ... kenapa tiba-tiba?" Nurul bertanya dengan ekspresi tegang. Dia bingung harus menjelaskan apa nanti pada Dira. Gadis itu belum tahu apa-apa, tapi tiba-tiba lamaran.
Adi melirik tajam ke arah Alza. Cukup lama hingga Nurul juga ikutan menatap pemuda yang berdiri santai, seolah bukan dia yang sedang menjadi sorotan mereka.
"Masuk dulu, yuk," ajak Nurul.
Mereka pun masuk ke rumah sederhana yang bernuansa biru muda itu. Setelah mempersilakan duduk, Nurul pergi ke belakang memerintahkan Bi Rumi, juru masak di pesantren itu.
Tak lama kemudian, Bi Rumi datang bersama dengan sebuah nampan berisi dua gelas teh putih. "Silakan diminum, Pak."
Adi mengangguk dan berucap,"Terima kasih."
"Apa-"
Belum sempat Nurul menyelesaikan kalimat, Adi berucap tegas,"Pernikahan mereka akan dilangsungkan minggu depan!"
Sontak netra Nurul membulat. "Kenapa begitu terburu-buru? Aku bahkan belum mengatakan apa-apa pada Dira."
Alza memutar bola mata dengan malas. Sungguh sangat memuakkan baginya. Entah kapan sang papa akan mengerti tentang dirinya. Entah kapan papanya baru akan menerima keputusan yang dipilih.
"Mereka juga belum saling mengenal satu sama lain," lanjut Nurul.
"Mereka akan saling mengenal setelah menikah, Nur. Percayalah ini waktu yang tepat." Adi mencoba meyakinkan Nurul.
Nurul mengangguk. "Baiklah. Aku panggil Dira dulu."
Setelah kepergian Nurul, Alza berniat bangkit, tapi dengan cepat ditahan sang papa. "Mau kemana, Kamu?"
"Mau pergilah, Pa," balas Alza tak acuh.
"Duduk! Kamu gak dengar, Nurul lagi memanggil Dira. Kalian akan berkenalan."
"Gak pen-"
"Maaf, lama, ya? Eh, Dira sini duduk." Nurul melambaikan tangan pada gadis berkerudung merah muda itu.
Pandangan kedua pria yang duduk itu beralih ke Dira. Adi bangkit lalu tersenyum hangat. Dira menyalam tangan Adi dengan takzim, sedangkan Alza sibuk mengotak-atik ponselnya.
"Kamu cantik sekali, Nak. Beda banget sama waktu kecil," ujar Adi. Pandangannya teralih ke Alza yang kini sudah duduk diam, tetapi masih memegang ponsel.
Dira tersenyum. "Masih sama kok, Om."
"Kok Om sih? Panggil papa aja, bentar lagi kan Dira jadi mantu di rumah kami."
Uhuk!
Dira melirik sekilas ke arah lelaki yang tiba-tiba menatapnya. Gadis itu melotot-tak percaya dengan apa yang baru saja didengar. "A-apa?" Pipinya memerah, antara malu karena disuruh manggil Pak Adi papa atau karena bertemu pandang degan Alza.
"Gini, Sayang ... ayah Dira dan papa Alza merencanakan perjodohan kalian sejak kecil. Jadi, sekarang usia kalian sudah dewasa, sudah waktunya untuk mewujudkan mimpi itu. Maafin ammah belum sempat cerita ke Dira." Nurul mulai menjelaskan.
Pandangan Dira tertuju pada Alza. Pria kemarin yang membuat jantungnya berdegub kencang. Mereka dijodohkan sejak kecil?
Dira mengangguk pelan. "Iya, Mah. Gak apa-apa."
"Jadi Dira mau jadi mantu papa Adi?" Pertanyaan itu sontak keluar dari mulut Adi Mahendra. Senyumnya semakin lebar saat Dira menjawab dengan anggukan malu-malu.
"Alhamdulillah!" seru Adi dan Nurul bersamaan. Sedangkan Alza menggerutu dalam hati. Memaki Dira. Dia bangkit hingga membuat Adi was-was. Takut, Alza akan melakukan hal yang tak terduga.
"Terima kasih," ucap Alza menyunggingkan senyum palsu.
Pipi Dira memerah karena malu. Tak tahan berlama-lama di sana, gadis itu pun pamit pergi ke kamar. Diam-diam Adi bernapas lega. Meski terkesan sederhana, tapi lamaran itu berjalan dengan baik.
Alza berdecih dalam hati melihat kelakuan Dira yang tampak bahagia. Dalam hati lelaki itu, tak sedikit pun ia menerima pernikahan tersebut. Semua ia lakukan hanya untuk menenangkan hati sang papa.
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih (Tak) Halal ✓
RomanceSetelah kehilangan kedua orang tuanya yang mengalami kecelakan Nadira dinikahkan dengan Alza, pria ketus yang jarang tersenyum. Mereka sudah dijodohkan sejak lama oleh orang tua mereka. Namun, karena hal itu pula Alza membenci Nadira, dan sengaja me...