5. Teman?

175 23 2
                                    

Pagi ini Dira melakukan aktivitas seperti biasa. Setelah salat dia memasak nasi goreng, makanan kesukaan Alza. Dia tau makanan kesukaan Alza dari papa mertua. Kalo ini Dira tidak mau kalah, dia ingin berjuang memenangkan hati suaminya.

Suara langkah mendekat membuat Dira sontak menoleh. Alza muncul sambil menyipitkan mata. Namun, saat Dira akan menyapa dia berlalu ke kamar mandi. Dira memilih lanjut menyiapkan teh, dan nasi goreng di meja makan.

Setelah semua beres, Dira kemudian memilih duduk di kursi sembari berpangku tangan -- menunggu sang suami datang. Tak lama kemudian Alza pun muncul hanya dengan mengenakan handuk yang melilit di pinggang. Sontak Dira menutup mata dengan kedua telapak tangan.

"A-apa yang kamu lakukan?"

"Apa? Kenapa tutup mata? Kau pikir aku hantu!" Alza berucap dengan ketus.

"Bu-bukan gitu, ta-tapi ... malu." Dira menunduk.

"Malu?" Alza mengerutkan dahi. Kemudian dia mendengus. "Oh, iya. Aku cuma mau bilang, nanti teman-teman masa kuliahku datang bertamu. Kau harus bereskan semua rumah dan ... berpenampilanlah yang menarik. Jangan buat malu. Perlihatkan kalau kau itu istri seorang manajer."

Dira menganga, ini pertama kali Alza berbicara banyak padanya. Dia mengulum bibir, menahan senyum yang memaksa untuk terbit. Wanita yang mengenakan hijab biru muda itu kemudian menganggukkan kepala, patuh pada sang suami.

Setelah Alza pergi ke kamar untuk bersiap ke kantor, Dira meloncat kegirangan. Entah bagaimana bisa dia sebahagia itu, padahal hanya diajak berbicara oleh sang suami, lalu bagaimana jika Alza mengajaknya melakukan hal yang lain?

***
Di kantor Alza tersenyum geli mengingat kejadian tadi di rumah. Saat Dira menutup mata, terlihat menggemaskan. Namun, senyum itu memudar saat dia ingat apa tujuannya di awal. Dia menepuk dahi pelan, lalu melanjutkan pekerjaan.

"Sayang," sapa seorang wanita dari ambang pintu. Dia mengenakan dress kuning sepaha, high heels warna senada. Rambut panjang dan lurus yang diurai, dengan make-up menambah kecantikannya.

Alza tersenyum menyambut kedatangan kekasih hati. Mereka berpelukan sesaat, lalu duduk di kursi kerja Alza.

"Nanti aku ke rumah kamu, ya," pinta Claudia dengan manja.

Alza memutar tubuh hingga mereka berhadapan. Alza memegang kedua bahu wanita itu. "Hari ini jangan dulu, ya. Soalnya teman-teman aku mau datang ke rumah. Karena waktu pernikahan mereka nggak bisa hadir."

Claudia langsung berdiri dan memasang wajah cemberut. "Kamu memilih istri kamu, ya. Jahat banget, sih." Wanita itu melipat tangan di dada.

"Eh ... bukan gitu, Sayang. Tapi kan, ini juga demi kebaikan kita. Kalau orang-orang pada tahu aku nikah sama dia karena warisan bisa berabe, Sayang."

"Beneran demi kita?" tanya Claudia. Alza mengangguk kemudian memeluk mesra tubuh ramping Claudia.

Di rumah, Dira membereskan segalanya dengan riang. Dia bersenandung kecil demi menutupi sepi. Dia memasak banyak makanan, ada rendang, gulai, ayam goreng, dan mie goreng. Sirup pohon pinang dijadikan sebagai minuman hidangan. Ah, Dira pokoknya sangat senang melakukan semua hari ini.

Selanjutnya dia membersihkan setiap sudut rumah, menata peralatan mereka dengan rapi. Wow, masalah kerapian Dira memang jagonya. Dari kecil dia sudah diajari rapi oleh sang mama. Itulah sebabnya dia kadang suka bertengkar dengan Adnan karena sang adik yang suka memberantakkan barang-barang.

Waktu terus berjalan, sore pun datang. Dira menghempaskan bokong di sofa karena sedikit letih. Namun, dia tersentak saat deru mobil terdengar dan berhenti di garasi. Dira bergegas ke depan untuk membuka pintu. Benar dugaannya yang datang adalah Alza.

Alza menyodorkan tas kerjanya saat sudah di depan pintu, dan dengan cepat pula Dira menerimanya. Pandangan Alza menyapu seluruh sudut rumah, dia tersenyum. Manis sekali. Hampir saja Dira terbang dibuatnya.

"Kenapa belum mandi?"

"Eh, ini mau mandi," balas Dira gugup. Dia pun mengantarkan tas Alza ke kamar dan pergi ke kamar mandi dengan bungkusan kain di handuk, sedangkan Alza duduk santai di sofa sembari memainkan ponsel.

Setelah Dira berlalu, Alza meletakkan ponsel. Sebenarnya dia tidak benar-benar bermain ponsel. Itu hanya alasan agar tidak saling menatap dengan Dira. Entahlah, rasanya aneh saja. Seperti ada daya tarik seperti magnet di mata wanita itu.

Waktu sudah menunjuk ke angka 19.00, mungkin sebentar lagi teman-teman Alza akan tiba. Mereka sengaja duduk di teras demi menyambut kehadiran tamu. Beberapa kali Alza mencoba curi pandang pada wanita yang duduk di kursi sebelahnya. Dira mengenakan gamis ungu motif bunga-bunga dengan hijab yang senada. Meski tanpa secuil polesan bedak, wajah Dira terlihat sangat cantik. Apa lagi tahi lalat di pipi kanan yang menambah keindahan. Alza baru memperhatikan wajah itu tadi sore.

Deru mobil bersahutan. Ada lima mobil mewah yang berhenti di depan gerbang. Alza bangkit, diikuti oleh Dira. Mereka menyambut para tamu dengan hangat.

Ada Mike bersama istri, Indra bersama istri, Leon bersama istri, Lisa bersama suami, Rena bersama sang kekasih dan Jovan yang sendiri. Mereka berlima adalah sahabat Alza sejak SMA. Mereka juga kuliah di kampus yang sama walau jurusan yang berbeda. Alza merupakan yang tertampan kedua setelah Jovan. Alza memang sempurna di mata Dira, tetapi Jovan sempurna di mata semua. Sayangnya, pria dua puluh lima tahun itu memilih sendiri sejak beberapa tahun lalu setelah pengkhianatan besar yang dialami. Dia putra tunggal PT. Anugerah, perusahaan besar yang sudah memiliki cabang di mancanegara.

"Eh, pasanganmu mana? Masih zombi, ya," kelakar Alza saat berjabatan dengan Jovan.

Jovan tertawa. "Kalau ngeledek aku tahu kan, apa konsekuensinya?" Dia semakin mengencangkan tawa. "Binimu kuembat!"

Alza terdiam sesaat, tatapannya beralih ke wanita yang berbincang dengan Rena. Entah mengapa, dia tiba-tiba kesal mendengar ucapan Jovan. Walau dia tahu itu hanya sebatas candaan.

"Gak lucu!" ketus Alza lalu meninggalkan Jovan yang sudah memegang perut, capek tertawa.

"Dih, baperan," kata Jovan lagi.

Namun, seketika tawa Jovan terhenti saat melihat seseorang yang berdiri di hadapannya. Wanita yang mengenakan gamis dan hijab panjang? Sungguh itu idaman Jovan.

"Silakan duduk, Mas," ajak Dira kemudian berbalik menghampiri Alza yang menatap tajam ke arahnya.

"Ngapain?" tanya Alza agak pelan.

"Cuma ngajak teman Mas untuk duduk," sahut Dira polos.

"Gak usah sok peduli, deh!" ketus Alza. Dia pergi menghampiri teman-temannya yang asyik bercerita tentang masa kuliah mereka. Lagi dan lagi Dira diabaikan. Wanita itu juga ingin bergabung, berbaur dengan dunia sang suami. Apa Alza akan setuju?

"Kamu istrinya Alza?"

Dira tersentak dan segera menoleh ke sumber suara. Di belakangnya telah berdiri seorang pria dengan senyum lebar.

***

Tbc ...

Kekasih (Tak) Halal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang