18. Will Never Leave You (2)

156 17 3
                                    

Alza mengikuti arah pandang Dira. Dia sedikit tersentak. Claudia? Apa lagi yang dilakukan? Alza mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Tidak lagi! Mulai hari ini dia tidak akan peduli lagi pada wanita itu. Sudah begitu banyak masalah yang ditimbulkan dalam hidupnya.

"Mas ... ayo, kita liat apa yang terjadi!" ajak Dira. Dia menarik tangan Alza.

Namun, gerakan Dira terhenti kala tangan Alza menahan. Pria itu menggeleng, menggenggam tangan Dira lalu menariknya menjauh dari tempat itu. Mereka berjalan beriringan, hingga sampai ke parkiran.

"Mas, kenapa kita pergi?" Dira mengempaskan tangan Alza yang dari tadi menggenggam tangannya. "Mas ... biar bagaimanapun Claudia pernah menjadi bagian dari hidup kamu." Suaranya memelan.

Alza mengusap wajah dengan kasar. "Jadi, aku harus apa? Kembali ke sana, menyemangati dia atau selalu di sisi dia, begitu?" ujarnya dengan nada sinis.

"Bu-bu--"

"Aku harus apa?" sela Alza cepat,"biarkan aku mengikuti kata hatiku. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Tolong ... jangan suruh aku kembali ke sana!"

Dira menunduk, meremas pinggiran gamisnya. Dia bahagia mendengar penuturan sang suami, tetapi juga cemas dengan keadaan Claudia.

"Dira ... tatap aku!" Alza menaikkan dagu Dira hingga mereka saling bertatapan. "Katakan padaku jika kamu tidak ingin aku kembali ke sana! Katakan kalau kamu mencintaiku dan bersedia di sisiku untuk selamanya! Katakan ...."

"Mas, aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu. Tapi ... Claudia juga membutuhkanmu," ujar Dira sembari mengamit tangan Alza kemudian menggenggam erat.

"Nggak! Udah saatnya dia menghadapi hidupnya, tanpa bergantung padaku." Alza melepas genggaman tangan Dira. Dia mengambil ponsel, memesan taxi online.

Selama perjalanan menuju rumah, mereka diam-diaman. Pandangan Alza tak berpaling dari ponsel, sedangkan Dira menatap kaca mobil. Hingga tiba di tujuan, mereka tetap diam.

"Meong!"

Suara Puti menyambut, Alza sontak mundur. Dira menggendong kucing kesayangan sembari mengusap-usap kepalanya. "Puti ... kangen sama aku, ya?" Dia melangkah ke samping, mengembalikan Puti ke kandang kardusnya.

"Giliran kucing disayang-sayang," ucap Alza pelan. Dia menggeleng kemudian membuka pintu.

***

Banyak orang yang tidak tahu apa itu cinta sejati. Cinta sejati bukan hanya tentang bertemu seseorang dan jatuh cinta pada mereka. Cinta sejati adalah yang selalu melihat ke depan ketika sedang dalam waktu sulit.

Hingga makan malam suasana masih sama seperti tadi sore. Dingin dan canggung. Bibir mereka tak saling bicara, tetapi mata mereka curi-curi pandang.

Kali ini Dira masak ayam gulai. Rasa gurih dan menggugah selera. Wanita itu tersenyum puas saat Alza makan tambah. Jarang-jarang suaminya itu begitu. Lezat atau laparkah?

"Kenapa senyam-senyum? Ada yang salah?"

Suara Alza membuatnya tersentak, tersedak. Dira batuk-batuk, mencoba mengeluarkan nasi yang masuk ke tenggorokan. Sebuah tepukan di belakang punggung akhirnya berhasil mengeluarkan nasi itu.

"Nih, minum!" Alza menyodorkan segelas air putih. Dia mengulum bibir, menawan senyum.

Setelah meneguk segelas air hingga ludes, Dira menghela napas panjang. "Astagfirullah."

"Makanya makan hati-hati," kata Alza. Dia bangkit dari duduknya, melangkah menuju sofa dan menghidupkan tv.

Dira mendesis. Selera makan seolah sirna begitu saja. Dia pun mengantarkan nasi sisanya untuk Puti, daripada terbuang sia-dia. Setelah itu, dia membereskan dan membersihkan semua peralatan yang tadi digunakan.

"Mas ... pindah ke kamar aja," ucap Dira saat membangunkan Alza. Dia melirik jam dinding, sudah pukul 22.00. Dari tadi dia sibuk bersih-bersih, waktu berjalan begitu cepat.

"Mas!" Suara Dira lebih keras, dia mengguncang tubuh sang suami.

"Apa, sih? Ngantuk banget," kata Alza diikuti dengan lenguhan.

Dira memangku pipi dengan kedua tangan. Menelisik setiap inci wajah suaminya. Hanya ada satu kata, tampan. Yah, wajah itu sudah mengalihkan dunianya. Memutar berlawanan jarum jam, membuat semua tidak berjalan seperti biasanya. Anomali indah yang ditemui pada setiap putarannya. Bukan hanya pesona yang ditemukan, tetapi juga menemukan rasa, dan rasa itu ada pada pria itu.

"Saat kita belajar berbicara pada bintang, segalanya bersinar, dan sinar itu milikmu. Saat kau terbang di atas angin, aku melihat malaikat mengepakkan kedua sayapnya. Ya, kamu telah mengalihkan duniaku, duniaku menjadi berwarna dengan segala rasanya. Kamu--"

"Kamu mengalihkan duniaku."

Suara parau itu berhasil menghentikan ucapan Dira. Dia bangkit, mundur dua langkah. Jantungnya kini bergemuruh hebat. Dira memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya.

"Kok berhenti, sih?" Pria itu bangkit, mendekati sang istri. Tangannya menyentuh dagu Dira, menaikkan dengan perlahan. Sedangkan wanita itu semakin merapatkan pejaman mata.

Embusan napas terasa di wajahnya. Sejuk. Perlahan Dira membuka mata, terperanjat saat melihat wajah mereka hampir gak ada jarak. "Mas ... a-a--"

Tanpa mempedulikan ekspresi Dira, pria itu mengangkat dan membawanya ke kamar. Tatapan Dira tak kunjung lepas. Ingin sekali digerakkan tangannya ke brewok sang suami, tapi ditahan. Tidak berani.

"Hayuk, tidur!" Alza menurunkan Dira di tempat tidur, dan ikut berbaring di sampingnya. Dia menarik selimut menutupi mereka, lalu memejamkan mata. Kemudian terdengar dengkuran.

"Ha?" Dira heran, seperti mimpi. Jangan-jangan pria itu tidak sadar dengan apa yang dilakukan? Masa iya, langsung nyenyak begitu.

Di rumah sakit, Claudia sudah siuman. Dia menatap sekeliling, tak ada siapa-siapa. Berdecak kesal, dia menyibak selimut dan turun dari brankar. Berapa jam dia terbaring di situ? Di mana Alza? Biasanya saat dia membuka mata di rumah sakit, ada Alza yang menemani. Sekarang tidak.

"Dia pasti sibuk dengan wanita sialan itu! Aku harus memberikan dia pelajaran." Claudia mengendap-endap, mencoba keluar. Namun, sayang seorang satpam memergoki hingga dengan terpaksa dia harus kembali ke kamar.

"Satpam sialan!" umpat Claudia sembari menendang kaki tempat tidur dengan pelan. Dia kesal.

***

Suara azan berkumandang, Dira mengecek mata. Bangkit dari tidur lelap semalam. Namun, dia terbelalak saat tak menemukan Alza di sampingnya. Buru-buru dia keluar sembari memanggil nama sang suami.
Desiran air di kamar mandi membuatnya lega. Hari ini Alza pasti akan ke kantor, pantas saja bangun cepat.

Alza keluar dengan balutan handuk. Dira sempat tersentak, tetapi tetap mencoba tak berekspresi. Dia harus terbiasa dengan keadaan itu. Wajah pria itu benar-benar mempesona, menggetarkan dada. Alza melewatinya begitu saja, Dira memutar bola mata. Mungkin dia sudah kembali normal.

Dengan lantunan salawat bernada kecil, Dira memasang mukenah. Namun, netranya terbelalak saat melihat sang suami mengenakan baju koko putih, dan bawahan sarung. Dira bahkan menepuk-nepuk pipi untuk memastikan yang dilihat benar-benar nyata.

"Kenapa?" Alza mengerutkan dahi, dia melihat penampilannya sendiri. "Ada yang miring atau terbalik?"

Dira menggeleng, matanya tak berkedip. "Ini beneran kamu, Mas?"

"Apa aku terlalu tampan?"

***

Wuhaa, bayangin penampilan Alza dong wkwk

Kekasih (Tak) Halal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang