"Ini gara-gara papa, nih." Dira mengerucutkan bibir, sedangkan yang lain tertawa terbahak-bahak.
"Ya maaf, papa lupa kalau Alza takut hantu."
"Ada-ada aja, deh. Perutku sakit tau, terlalu banyak tertawa," tutur Adnan, dua masih memegang perutnya.
"Pokoknya kalian berdua yang salah. Awas aja kalau sampe terjadi apa-"
"Dira ... Dira ...."
Mereka serempak menoleh ke brankar, Alza mengigau. Dira buru-buru menghampiri, mengusap kepala suaminya dengan lembut. Perlahan netra pria itu terbuka.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Dira pelan.
Alza kembali memejamkan mata, menghela napas panjang. "Ini pasti mimpi."
Dira menoleh pada empat orang yang kini terkikik. Wanita itu mendengus, semua gara-gara rencana konyol mereka. Dira mendehem, lalu berkata, "Kamu gak mimpi, Sayang. Aku memang di sini, bersamamu."
"Benarkah?" Mata Alza masih tertutup, hanya bibirnya yang bergerak.
"Iya. Sini biar aku cubit." Dira mencubit pipi suaminya dengan kuat hingga membuat pria itu berteriak kesakitan.
"Aku nggak mimpi!" teriaknya langsung memeluk Dira.
"Mas, aku gak bisa napas!" Dira meronta seraya memukul-mukul punggung suaminya.
"Maaf, aku terlalu bahagia, Sayang." Alza mengurai pelukan. Dia tersenyum manis, menangkup kedua pipi sang istri. "Aku kangen banget."
"Ehem!" Deheman itu membuka keduanya tersentak. Alza melotot saat melihat banyak orang di sana. Ada papa, ammah, Adnan, dan beberapa orang yang tak dikenal.
"Ide siapa?" Dia turun dari ranjang.
"Papa," jawab Pak Adi dengan polos.
"Papa mau bunuh anak sendiri?" Alza mendekati sang papa. "Kalau aku beneran ...." Dia menempatkan tangan di leher, seperti menyembelih. "Gimana?"
"Ya karena nggak gitu, makanya papa ajak," tutur Pak Adi dengan tampang tak bersalah.
Bukannya marah, tetapi Alza malah tergelak. Sudah lama mereka tak bercanda, hampir dua puluh tahun. "Papa ...." Dia menghambur ke pelukan Pak Adi, susah saatnya mereka berdamai dengan luka di masa lalu.
Tanpa mereka sadari Talia melihat semua kejadian, dia menangis di sana. Menatap kebersamaan itu membuat dia semakin merasa bersalah. Selama ini mereka bersama, tapi tak bahagia?
Talia berjalan cepat, keluar dari tempat itu. Namun, saat akan masuk ke mobil dia melihat Claudia memasuki rumah sakit. "Ngapain Claudia ke dalam? Apa dia sakit?" Talia bergegas mengikutinya.
"Clau?"
Orang y ABG dipanggil pun menoleh, dia terbelalak saat melihat Talia.
"Kamu sakit, Nak?" tanya Talia menyentuh pundak anaknya. Namun, yang didapat hanya dengusan.
"Bukan urusanmu!"
"Aku mama kandunganmu! Aku yang udah mengandung dan melahirkanmu!" Talia tak dapat menahan emosi, wajahnya merah padam.
"Emangnya aku peduli? Nggak, kan?" Claudia memutar bola mata. "Seorang ibu yang mengaku mengandung, melahirkan dan membuang. Ke mana selama ini? Sibuk nikah?"
Plak!
Satu tamparan lolos ke pipi kanan Claudia. Talia mengeram. "Jaga ucapanmu!"
Claudia tersenyum sinis, melangkah maju hingga tak ada jarak di antara mereka. Tangannya dengan gesit menarik rambut gelombang Talia, menjambak kasar. Keributan menarik perhatian banyak orang, Claudia berteriak seperti orang gila. Dua orang satpam berusaha melerai, tetapi mereka malah terpelanting ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih (Tak) Halal ✓
RomanceSetelah kehilangan kedua orang tuanya yang mengalami kecelakan Nadira dinikahkan dengan Alza, pria ketus yang jarang tersenyum. Mereka sudah dijodohkan sejak lama oleh orang tua mereka. Namun, karena hal itu pula Alza membenci Nadira, dan sengaja me...