17. Will Never Leave You

148 17 0
                                    

"Lihatlah!" Claudia menyodorkan ponselnya pada Alza.

Dira menelan saliva dengan paksa, tangannya meremas sudut gamisnya. Dia siap mendengar apapun yang dilontarkan Alza dan juga,siap menerima apa keputusan pria itu. Tanpa disadari, sang suami menatapnya dengan seksama.

"Alza!" sentak Claudia. Dia berdecak kesal karena merasa diacuhkan.

Alza mengambil ponsel yang disodorkan Claudia, tanpa melihat ada apa di sana langsung saja dijatuhkan benda pipih itu ke lantai. Alhasil layar ponsel itu pecah, dan mati. "Ups ... maaf, aku nggak sengaja." Alza menutup mulut dengan sebelah tangan.

"Ponselku!" pekik Claudia, "kamu keterlaluan!" Dia hendak mengambil benda pipih itu. Namun, dengan cepat kaki Alza menginjak ponselnya.
Emosi wanita sexy itu meledak. Dia meremas tangan ke udara. "Alza!"

"Dengar, ya! Cukup sudah aku jadi budak cintamu selama ini. Aku mau kita putus!"

"Apa? Putus!?" Claudia membelalakan mata. Tubuhnya sontak melemah, seolah akan ambruk.

"Iya." Alza mengamit tangan Dira. "Sekarang aku yakin dengan pilihanku. Aku mencintai isteriku." Dia mengecup permukaan tangan Dira.

"Kamu 'kan menyesal, Alza! Tunggu pembalasanku, kalian gak akan pernah bahagia!" teriak Claudia. Dia berlari dengan sesenggukan.

"Mas ... kejar Claudia!"

Alza menoleh, menggeleng tegas. "Untuk apa aku mengejar wanita lain, sedangkan isteriku ada di sini."

"Ta-tapi, Mas ... kasihan dia," lirih Dira. Dia hendak mengejar.

"Dira!" Suara Nurul muncul dari balik pintu. Entah sejak kapan dia ada di situ. Wanita paruh baya itu tersenyum, merentangkan tangan.

"Ammah ...." Suara Dira memelan. Dia menghambur ke pelukan sang ammah, meluapkan perasaan di sana. Dia terisak kecil.

"Sayang ... kamu berhak bahagia," bisik Nurul sembari mengusap kepala Dira.

Alza yang merasa diacuhkan mendehem hingga kedua wanita itu menoleh. "Aku nggak dipeluk?" Dia memutar bola mata.

"Em, a--a--" Ucapan Dira terpotong saat tiba-tiba Nurul mendorong tubuhnya mendekat ke Alza. Jarak di antara mereka hanya tersisa sejengkal. Jantung keduanya bergemuruh hebat.

"Sini!" Tanpa menunggu lama, Alza merengkuh tubuh Dira. Wanita yang menjadi pasangan hidup dan pengisi hatinya kini. Mereka memejamkan mata, nyaman dalam pelukan.

"Maafkan aku, selama ini telah banyak menyakitimu." Alza berbisik di telinga istrinya. Dalam hati dia berjanji, akan selalu menjaga hati hanya untuk Dira untuk selamanya. Apapun yang terjadi, mereka akan menghadapi secara bersama.

Nurul yang sedari tadi jadi penonton, perlahan mundur dan menjauh dengan senyum lebar. Sekarang dia yakin, cinta kedua insan itu sangat kuat. Tak 'kan mudah untuk dihancurkan, sekalipun ada badai yang menyerang.

Alza mengendus-endus di bahu Dira. "Kamu belum mandi, ya? Asem."

Sontak Dira melepas pelukan, tatapan berubah sinis. Namun, dalam hati membenarkan memang dia belum mandi sejak kemarin. Dira mengedarkan pandangan, lalu mengusap dada. Untung tidak ada orang yang mendengar.

"Untung gak ada yang dengar."

Alza menaikkan sebelah alis. "Jadi benar, kamu belum mandi?"

Dira menyunggingkan senyum kemudian mengangguk. "Iya, dari kemarin," ucapnya setengah berbisik.

Tawa pria itu meledak. Suaranya membahana, bahkan beberapa orang yang baru masuk menatap aneh ke arah mereka. Dira mengulum bibir, dia bahagia. Sangat bahagia. Namun, seketika senyumnya pudar. Dia juga menutup mulut Alza yang masih terbahak-bahak.

"Ssttt ... ada CCTV." Dia pun menarik tangan suaminya. Berjalan tergesa, malu sama kamera.

Cinta sejati itu kekuatan antara dua hati. Mata dan pikiran tak pernah bisa menyadari datangnya cinta sejati, hanya hati yg bisa!

***

"Aaw!"

Sudah entah berapa kali dia menyayat pergelangan tangannya. Bekas lama belum juga kering, sekarang sudah ditambah lagi. Claudia Priani, wanita yang selalu melakukan self harm saat dia merasa sakit hati atau terbebani. Dia merupakan anak broken home. Kedua orang tuanya berpisah saat dia duduk di bangku SMA. 

Self harm merupakan kelainan psikologis pada diri seseorang. Self harm memang diakibatkan oleh suatu persoalan dalam diri seseorang, tapi perilaku ini adalah sebuah hal yang lebih rinci lagi. Di mana dia sudah melakukan sebuah tindakan untuk melepaskan suatu perasaan atau tekanan yang ada dalam dirinya dengan cara melukai fisiknya sendiri dan dapat melakukannya kapan pun dan di mana pun ketika dia merasa harus melakukannya.

Dulu, selalu ada Alza yang menghalangi hingga dia sudah jarang melakukan hal itu. Namun, belakangan ini entah kenapa dia kembali nekat. Dia ingin perhatian Alza menjadi miliknya lagi.

"Aku mohon, jangan lakukan hal gila itu! Aku janji selalu ada di sisimu. Letak pisaumu, Clau!"

Claudia menggeleng, darah dari pergelangan tangan sudah merembes ke rok abu-abunya. "Untuk apa au hidup? Aku tidak punya siapa-siapa lagi!"

"Ada aku." Alza menepuk dadanya sendiri, meyakinkan wanita yang sedang rapuh itu.

Perlahan tubuh Claudia melemah, pisau terjatuh dari genggamnya. Tubuhnya hampir ambruk, tetapi dengan ligat Alza menangkap dan segera membawanya ke UKS.

Claudia meneteskan air mata teringat kisah tujuh tahun silam, satu-satunya orang yang  membuat dia merasa hidupnya berharga. Menjadikan Alza pegangan hidup. Namun, seiring berjalan waktu Claudia tak terima hanya dijadikan sahabat. Dua tahun lalu, Claudia mengancam akan bunuh diri jika Alza tidak menerima cintanya.

Sekarang? Hati Alza sudah jatuh, ya jatuh pada Dira, istrinya. Semua mimpi yang pernah dibayangkan Claudia sirna tak bersisa. Untuk apa hidup ini? Jika seandainya dia tak bisa memiliki raga Alza, kenapa harta yang pernah dijanjikan juga tidak?

"Wao!" Terdengar suara dibarengi tepuk tangan. Claudia sontak menoleh, dia langsung bangkit saat melihat siapa yang muncul tiba-tiba.

"Kenapa kau ada di sini!?" bentak Claudia, dia menunjuk pintu,"ke luar!"

"Oo ... galak. Sebenarnya aku sini mau ngajak kerja sama, tapi kalau tidak mau ya sudah." Pria itu berbalik, bersiap pergi.

Namun, langkahnya terhenti kala mendengar dentuman di lantai. Dia berbalik, berteriak memanggil asisten rumah tangga Claudia. Mereka membopong tubuh wanita itu ke mobil, lalu melaju ke Rumah Sakit.

***

"Mas, udah gak apa-apa, kan?" tanya Dira saat mereka sudah ke luar dari ruang inap. Sore ini Alza seperti yang dikatakan dokter, dia sudah bisa pulang.

Pria itu tersenyum geli. Istrinya itu terlalu punya kekhawatiran yang tinggi juga. "Aww!" Alza menyentuh dadanya.

"Masih sakit, kita gak usah pulang dulu, ya," ujar Dira panik, dia ikut menyentuh dada sang suami.

"Sesak ... karena ada kamu di sini." Alza menggenggam tangan Dira yang menyentuh dadanya.

"Maksudnya?" Wanita itu mengernyitkan dahi.

"Yah, gombalanku gak cocok, ya. Duh, gak paham buat gombal-gombalan." Alza melepaskan tangan Dira, kemudian memoyong-moyongkan bibir.

Dira terkekeh geli, sebenarnya dia tahu tadi maksud Alza. Namun, pura-pura tak tau. Dia cukup mengenal pria yang berstatus suaminya itu. Tahu seluk-beluk, sikap dan sifatnya. Dira meraih tangan Alza. "Gak usah pintar gombal, karena gombalan gak bikin aku jatuh hati apa lagi kenyang."

Alza tersentak, menatap istrinya toba ekspresi. Perlahan sudut bibir terangkat dan berucap, "Kamu pintar gombal, ya. Ajaran siapa?" Dia mengusap pipi sang istri dengan lembut.

Namun, pandangan Dira beralih ke seorang pria yang menggendong seorang wanita. Senyuman manis yang tadi terpampang lenyap."Claudia!"

***

Nah, apa lagi sekarang? Akankah kisah mereka tetap berjalan atau memilih untuk mengalah?

Kekasih (Tak) Halal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang