20. Menyebalkan

130 16 4
                                    

"Saya tak berani, Non," ucap seorang pria berseragam satpam.

"Dasar bego! Aku cuma nyuruh kamu ngambil beberapa lembar kertas dari dalam sana." Claudia menunjuk ke ruangan yang tadi hampir dibuka. "Kalau sampai gagal, anak dan istrimu tidak akan selamat!"

"Eh, jangan! Saya akan melakukan apa yang non perintahkan," kata pria itu menurut.

Claudia menyodorkan kunci. "Awas kalau gagal!" Dia mengedarkan pandangan ke segala arah. Setelah merasa aman, barulah dia pergi.

"Bagaimana ini? Kalau sampai Pak Alza tau, aku akan kehilangan pekerjaan. Kalau aku tidak melakukannya, keluargaku dalam bahaya." Dia adalah Pak Sukri, satpam yang ditugaskan khusus menjaga ruangan berkas penting perusahaan yang kini telah terjebak permainan Claudia.

"Nggak! Aku nggak boleh ragu, demi anak, dan isteriku." Pak Sukri mengedarkan pandangan. Setelah merasa aman dia mulai membuka pintu dengan tangan yang bergetar.

Pak Sukri berjalan hati-hati menuju sebuah lemari. Deretan berkas yang banyak membuatnya harus selektif mencari. Wajahnya berubah sumringah saat melihat sebuah map biru. Dengan cepat diambil dab dibuka. Benar, itulah yang dicari.

Tanpa membuang waktu, Pak Sukri menyimpan map itu ke dalam bajunya. Namun, dia tersentak saat menyadari ada CCTV yang mengintai. Dia panik, berusaha mencari cara agar tidak ketahuan. Ah, merusak kameranya! Itulah yang terbesit di pikiran Pak Sukri.

Dia mencari benda yang bisa digunakan, dia mengitari seluruh ruangan. Yang ditemukan hanya sapu ijuk. Saat akan memukul kamera, suara berat memanggil namanya. Pak Sukri mengalihkan sapu ke sudut dinding ruangan.

"Wah, Pak Sukri, rajin banget," puji Pak Lon, satpam gerbang. Entah kenapa datang ke situ. Nasip Pak Sukri kurang baik.

"Eheh, tidak, Pak, cuma kebetulan aja," sahut Pak Sukri sembari mengembalikan sapu ke tempat semula,"bapak mau ke mana?"

Pak Lon menepuk dahi pelan."Oh, iya, saya mau ke ruangan Pak Alza mau ngambil tasnya yang ketinggalan.

"Emang Pak Alza ke mana?" tanya Pak Sukri, dia menghela napas.

"Makan siang sama bininya yang cakep itu. Duluan, ya." Pak Lon melenggang pergi, meninggalkan Pak Sukri yang membuang napas kasar.

***

"Makan di mana?" Alza bertanya tanpa menoleh. Dia fokus mengotak-atik ponselnya.

Dira yang merasa ditanya hanya mendongak tanpa berniat menjawab. Dia kesal. Ada suami di sampingnya, tapi seolah sendirian. Harusnya tadi setelah perkenalan dia langsung pulang. Percuma, udah kayak pajangan.

"Hei, kok gak nyahut, sih?" Lagi-lagi Alza berucap dengan pandangan ke ponsel.

"Sayang, kenapa?" Karena tak kunjung mendapat sahutan, akhirnya Alza pun mendongak. Memasukkan ponsel ke kantong celana tisu yang dikenakan.

"Kamu ngomong samaku?" Dira menaikkan sebelah alis.

Alza mengerutkan dahi. "Kalau bukan samamu, sama siapa?"

"Kali aja sama hape!" ketusnya kemudian masuk ke mobil setelah melihat Pak Lon berlari menghampiri.

Setelah menerima tasnya, Alza masuk ke mobil. Dia melirik Dira yang menatap luar kaca samping. Pria yang mengenakan jas hitam itu tersenyum geli, istrinya cemburu pada ponsel. Ya, sudahlah. Nanti juga balik lagi. Dia mulai menghidupkan mobil, lalu melaju ke rumah makan yang sudah ditentukan.

Sedangkan Dira mengomel dalam hati. Dia merutuki sifat suami y abg tak peka. "Mas ...," panggilnya pelan.

Alza mendehem. Dia masih fokus menyetir. Dira menoleh sekilas, kemudian mencebikkan bibir. Menggemaskan. "Gak peka banget." Dia memutar tubuh 180 ° hingga membelakangi Alza.

Alza mengulum bibir, menahan agar tidak tertawa. Sifat manja sang istri sudah kelihatan. Benar kata ammah, wanita di sampingnya itu begitu menggemaskan.

Di depan sebuah rumah makan sederhana, Alza memarkirkan mobil.Dia keluar tanpa menunggu Dira. Hal itu tentu membuat Dira semakin kesal. Wanita itu bersedekap, merajuk. Dia tidak akan keluar jika tak dijemput.

"Mas Alza mana, sih?" Dia mulai tak nyaman karena perut sudah berdendang. Sudahlah, dia tak peduli. Daripada mati kelaparan, tidak apalah menurunkan ego sedikit. Namun, saat di ambang pintu napasnya memburu. Pemandangan yang membuat istri mana pun pasti mengamuk, sama halnya dengan Dira. Siapa yang tidak cemburu saat suaminya dirangkul oleh wanita lain? Berpakaian sexy lagi. Dira mengepalkan tangan, lalu berbalik.

Di waktu yang bersamaan pula Alza melihat pintu. Dia terperanjat saat melihat Dira yang menatap tajam. Dia melepas rangkulan teman kuliahnya itu, lalu bergegas mengejar Dira. "Biniku ngamuk, nih!"

"Sayang! Dengerin, itu gak seperti yang kamu pikirkan." Alza meraih tangan Dira.

"Iya." Dira melepas tangan suaminya, lalu masuk ke mobil. Di sana dia menutup wajah dengan telapak tangan, terisak.

Alza ikut masuk, menutup semua kaca. "Sayang, kok nangis? Beneran itu gak seperti yang kamu pikirkan. Tadi itu ... teman kuliah aku dulu. Apa namanya, sahabat. Aku gak ada maksud aneh-aneh. Suer!" Alza mengacungkan jari telunjuk dan tangannya hingga membentuk huruf v.

"Gak apa," balas Dira singkat. Dia mengalihkan pandangan ke samping.

"Lihat aku!" titah Alza, dia memutar tubuh Dira. Mereka saling berhadapan.

"Tatap mataku!" Alza menangkap kedua pipi istrinya. Wanita itu menundukkan pandangan. Alza tak tinggal diam, dia menjawil hidung Dira.

"Apa, sih!?" Dira melotot tajam, seperti hendak menerkam.

"Kamu menggemaskan kalau lagi cemburu. Aku suka," tutur Alza sembari mengedipkan sebelah mata.

"Astagfirullah, Mas. Lepasin nggak?" Dira meronta, melepaskan tangan yang ada di genggaman Alza.

Alza menggeleng, dia menarik tangan Dira ke dadanya. Dada Dira ikut bergemuruh saat tangannya merasakan detak yang tak biasa di sana. Mereka sama-sama memejamkan mata, dan berucap kompak, "Aku mencintaimu."

Gedoran di kaca mobil membuat mereka tersentak. Dira langsung menarik tangan. Alza berdecak kesal, lalu membuka kaca. Sekarang satpam meminta mereka untuk memindahkan mobil karena ada mobil besar yang hendak masuk.

"Gak usah pindah, kami sudah mau pulang," kata Alza agak sinis. Dia tak terima momen romantis mereka diganggu. Tanpa mempedulikan satpam yang mengomel, Alza melajukan mobil meninggalkan pekarangan rumah makan.

"Kamu cemburu, kan tadi?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Dira melirik sekilas, kemudian mengambil ponsel dari tas kecilnya.

"Heh! Malah dikacangin."

Tak ada sahutan sama sekali membuat Alza kesal. Tangannya dengan gesit merebut ponsel sang istri, lalu melemparkan ke belakang.

" Alza, apaan?"

"Apa? Alza? Oh, gitu sekarang. Gak sopan banget sama suami. Ingat, ya aku lebih tua lima tahun dari kamu!" Alza mempercepat laju mobil, hingga hampir saja menabrak tong sampah.

Dira panik, memukul lengan suaminya. "Mas Alza! Kamu gila, ya?"

"Aku memang gila karena kamu! Kamu membuatku gila, Dira! Gila!" Alza memukul steur dengan kencang. Dira menutup mata, takut.

"Aku mencintaimu, sangat. Tapi ... kamu malah tidak peduli."

Perlahan Dira membuka mata, heran. Bukannya tadi dia yang cemburu, harusnya dia yang marah. Kenapa malah Alza yang mengamuk? Sudah bikin cemburu, makan siang tak jadi, dan sekarang kena marah. Menyebalkan.

Cinta memang begitu, selalu punya cara tersendiri untuk mengubah perasaan. Entah itu dari tangis ke tawa atau pun sebaliknya.

"Apa maksudnya? Kamu, kan tau aku mencintaimu jauh sebelum kamu mencintaiku." Dira menatap suaminya yang masih menyetir.

"Ok, aku minta hapus semua nomor pria dari kontak kamu!" titah Alza tanpa menoleh.

"Sama nomor kamu juga? Kamu juga pria."

***

Siapa nyeselin? Elah, mereka kek anu, ya wkwk

Kekasih (Tak) Halal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang