43 |Sebuah Arti Bahagia

641 90 28
                                    

🎵Lewis Capaldi : Someone You Loved

Hayo calon bu dokter mana vote dan komennya 😌😌😌
================================

Sehun menghempaskan badannya di sofa ruang kerjanya. Pintu sengaja dia kunci dan tidak lupa mematikan lampu, dia ingin menciptakan suasana heninh di tengah kesemrawutan pikirannya. Tangannya bergerak cepat melepas sneli dan melemparnya ke sembarang arah. Dia pun membaringkan tubuhnya dan sengaja memposisikan lengan tangannya menutupi mata berharap bisa segera terpejam.

Di keheningan ruangan, Sehun masih bisa mendengarkan suara tangis Sana tadi. Otaknya merekam dengan sangat baik sampai sampai dirinya merasa begitu bersalah. Tapi itu juga salah Sana, mengapa dia tidak memberi tahu padanya. Jadi jangan salahkan Sehun secara mutlak, itu adalah bentuk pembenarannya.

Sehun terus gelisah. Bergerakn merubah posisi ke kanan dan ke kiri terus menerus, dia tidak menemukan posisi ternyamannya. Semua kekalutan yang dia rasakan membuatnya tidak tenang. Apa Sehun memang terlalu kasar pada Sana tadi? Apa Sehun sudah keterlaluan? Tapi lagi lagi Sehun berusaha tidak mengingatnya kembali dan terus bersusah payah untuk memejamkan matanya.

Tok tok~

Sehun mengerutkan dahi dan kemudian bangkit dari posisinya. Ia berjalan mendekat ke arah pintu lalu membukanya. Sosok Junhui berdiri dengan tangan menyodorkan sebungkus makanan. Sehun menatap datar tanpa keantusiasan. Malah sebaliknya, ia begitu muak dengan wajah adik bungsunya itu.

"Ngapain Lo kesini? Gue gak butuh belas kasihan dari Lo" ucap Sehun tidak bersahabat. Ia bergerak menutup pintu ruang kerjanya tapi berhasil di tahan oleh tangan Junhui.

"Gue kesini atas permintaan Sana. Dia nangis terus dan mikirin Lo. Dia khawatir Lo belum makan"

"Gue gak butuh" Sehun tetap bersikukuh untuk mendorong pintunya.

"Gue juga gak butuh. Tapi Gue gak tega ngeliat Sana nangisin cowok brengsek kayak Lo Kak. Terlalu bodoh buat dia nangisin Lo yang gak pernah ngehargain dia"

"Ngapain Lo ceramah depan Gue. Sana ceramah depan dia biar gak nangisin cowok brengsek kayak Gue"

"Asal Lo tau Kak, kemaren Gue udah nelpon Lo tapi Lo lebih milih ngangkat telpon Jisoo. Semua ini bukan salah Sana, tapi salah Lo. Sana gak harus nangis kayak sekarang"

Junhui lantas melempar bungkus makanan di tangannya ke arah Sehun yang dengan sigap menangkapnya.

"Terserah Lo mau makan apa enggak. Bukan urusan Gue. Tapi Lo harus inget, ada istri Lo yang nangisin Lo di rumah"

Junhui lalu pergi meninggalkan Sehun yang masih mematung di ambang pintu, melihat Junhui sampai tubuhnya hilang masuk ke dalam lift. Sehun tertegun dengan ucapan Junhui, apa benar Sehun sudah diberi tahu? Apa Sehun telah melewatkan sesuatu? Memang kapan Sehun menerima telepon dari Sana? Tadi pagi? Pasti bukan. Kejadian itu terjadi kemarin. Lalu kenapa Sana tidak memberi tahunya setibanya dia di apartemen. Kenapa harus menunggu hari ini untuk menelepon. Terlalu rumit alurnya. Jadi kapan sebenarnya Sehun menerima telepon tapi malah dia abaikan?

Sehun kembali duduk, tapi sekarang ruangannya sudah disinari lampu. Kemudian pintu ruangannya kembali terbuka. Kali ini yang datang Chanyeol sembari membawa kotak makan.

"Ngapain Lo kesini?" Sehun masih saja menyambut dengan nada dingin. Padahal Chanyeol tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan masalahnya, tapi malah bernasib malang.

"Makan bareng Lo. Emang kenapa? Gak boleh? Kalo gak boleh, Gue balik. Daripada disini kena omel mulu"

"Ya udah sana balik. Gue gak peduli"

Heartbeat LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang