8. Playboy

24 4 0
                                    

“Hai...”

Seorang gadis berambut sebahu yang juga berseragam putih abu-abu khas SMA Taruna, mendekati Rendy. Wajahnya yang terlihat polos itu membuat Rendy tidak bisa menolak kehadirannya.

“Siapa lo?” Setelah lama diam, akhirnya Rendy angkat bicara.
"Devi. Anak sebelas IPS. Boleh kenalan, enggak?"
"Boleh. Rendy."

Devi adalah cewek ke enam yang dikenal Rendy di SMA Taruna, itu setelah Nayla, Savina, Dara, Leni, dan Sinta. Ya meski baru seminggu di sana, Rendy sudah lumayan akrab dengan siswa-siswa di sana.

Devi juga tipe orang bisa diajak asyik dalam mengobrol. Rendy bisa banyak cerita apa saja dengannya. Itu yang membuat Rendy merasa makin betah di sekolah ini.

Rendy mengakui sikap kekeluargaan siswa-siswa di sini patut diacungi jempol. Rendy dengan mudahnya beradaptasi dengan lingkungan sekitar sini karena keterbukaan mereka dan sikap menerima mereka yang sangat tinggi. Kecuali satu, Nayla. Hanya gadis itu yang masih saja judes sama Rendy dan malah seolah menjadi musuh bebuyutannya.

"Gue seneng, lo bisa nerima gue jadi temen lo, Ren," ucap Devi.
"Alhamdulillah, deh. Lagian gue ke sini juga nyari teman, 'kan?" sahut Rendy.
"Ya udah, Ren, gue pamit dulu. Masih ada urusan di kelas." Rendy hanya menganggukkan kepala.

Sepeninggal Devi, Rendy kembali pada aktivitas yang tadi sempat terjeda karena kehadiran gadis itu. Yakni membaca buku. Tetapi, belum satu paragraf berhasil dibaca, Rendy kembali dihampiri siswa Taruna Bangsa yang lain. Terpaksa, Rendy menutup kembali buku bacaannya.

"Hai, Kak," sapa dua orang siswi yang menghampiri Rendy.

Wajahnya yang imut-imut itu membuat Rendy gemas. Rendy menanggapi sapaan mereka dengan baik. Ia kemudian mempersilakan dua siswi tersebut untuk duduk di dekatnya.

"Kenalin, aku Syafa dan ini temanku, Wika. Kami dari kelas sepuluh IPA, Kak." Gadis yang berambut keriting itu memperkenalkan diri.

"Kenalin aku Rendy." Rendy menerima uluran tangan keduanya.

"Kak Rendy siswa baru, ya?" tanya Wika.
"Iya. Kakak dari Jawa Tengah."
"Senang bertemu Kakak. Kami kira Kak Rendy enggak bakalan mau kenalan sama kami. Eh, ternyata salah," kata Syafa.
"Ngapain juga Kakak gak mau kenalan sama kalian. Rugi tahu, kalau gak kenalan sama cewek cantik kayak kalian," goda Rendy. Ia terkikik geli melihat raut malu-malu tercetak di wajah kedua siswi itu.
"Kak Rendy bisa aja," sahut Wika.
"Kakak pamit dulu, ya. Masih ada tugas di kelas."

Rendy memasukkan beberapa barang yang berserakan di dekat tempatnya duduk ke dalam ransel hitamnya. Rendy kemudian bangkit, bersiap meninggalkan kedua siswi itu.

"Oke, Kak. Kapan-kapan kita kumpul lagi bisa, ya, Kak?" tanya Syafa.
"Akan Kakak usahain."

Rendy beranjak dari tempat duduknya meninggalkan dua siswa kelas sepuluh itu. Dia beranjak menuju ruang kelasnya untuk mengambil berkas-berkas OSIS yang kemarin diminta bu Susan untuk disetor.

"Enggak susah, ya, untuk ngedeketin cewek kalau untuk playboy kelas atas," cibir Nayla dengan raut wajah tidak berdosanya, begitu Rendy berjalan tepat di sampingnya yang berdiri di dekat pintu. Otomatis, suara Nayla dapat ditangkap langsung oleh telinga Rendy. Rendy hanya menoleh. Menulikan ucapan yang dikatakan Nayla.

"Dasar playboy. Udah berapa cewek yang dideketin mulai tadi. Mulai dari anak kelas sebelah sampai adek kelas pun digaet," hardik Nayla lagi.

"Lo ngatain gue playboy?" Rendy berdiri tepat di hadapan Nayla.
"PD banget, sih," kelit Nayla tanpa memandang ke arah Rendy.
"Kalau lo gak tahu cerita yang sebenarnya, enggak usah sotoy deh," ucap Rendy dengan nada ketus.
"Siapa yang sotoy. Emang bener, 'kan, lo emang playboy?" Nayla mulai nyolot.

Rendy menghela napasnya berat. Ia menatap kesal ke arah gadis yang selalu mencari gara-gara itu.

"Tadi bilangnya enggak ngatain gue, nyatanya sekarang? Dasar plin-plan!" hardik Rendy. Nayla menatap tajam ke arah Rendy. Rendy pun menatapnya balik. Jangan bilang Rendy takut.

"Trus, apa urusan lo kalau gue emang playboy? Lo kalau nge-fans sama gue enggak gini juga kali. Pake ngatain orang playboy lagi. Lo enggak bakal segini keponya sama urusan gue, kalau lo gak ada apa-apa sama gue."

Skakmat. Nayla mati kutu mendengar pernyataan Rendy. Ia memang tidak tahu apa alasannya bersikap se-kepo itu kepada Rendy.

"Ya, enggak ada pentingnya sama sekali, sih," jawabnya dengan sedikit malu.

Woy, Nayla malu sama Rendy, Woy.

Rendy tersenyum tipis melihat ekspresi Nayla yang gelagapan, dan sibuk mencari kata-kata untuk berkelit. Ia masih belum bersuara, menunggu respons Nayla lagi.

"Cu-cuma, gue kasihan aja sama cewek-cewek yang dideketin. Entar malah patah hati gara-gara tahu cuma dibuat mainan doang." Alis Rendy bertaut.
"Pertama, gue peringatin sama lo, jangan sotoy jadi orang. Lo gak tahu apa-apa soal gue. Enggak usah pake acara nebak-nebak gue playboy dan segala macam."
"Ya, ya, mana ada maling ngaku? Kalau maling ngaku semua yang ada penuh tuh sel tahanan."

Rendy mendengkus keras karena gadis itu memotong ucapannya. Ingin rasanya ia mencincang-cincang gadis ini saat ini juga.

"Terserah lom deh. Males gue ladenin orang keras kepala kayak lo," ucap Rendy pasrah. Ia bisa stres kalau terus-terusan melayani perdebatan enggak berfaedah itu. Ia melangkah untuk pergi.

Namun, baru beberapa langkah ia meninggalkan Nayla yang masih bergeming dengan segala kekesalannya, Rendy menghentikan langkahnya. Ia berbalik ke arah Nayla, dan berkata, "Dan yang harus lo ingat, gue nggak serendah yang lo pikirkan dengan mainin perasaan cewek. Gue bukan playboy sama seperti yang lo katakan!"

Rendy kembali meneruskan langkahnya dengan membawa serta kekesalannya terhadap Nayla.

Apa, sih, salah gue sama itu orang? Benci banget sama gue. Heran ... batin Rendy, sambil menggelengkan kepala tidak habis pikir.

RENNAY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang