Satu tahun berlalu, Nayla dan Rendy sudah menginjak kelas dua belas. Sebentar lagi mereka akan lulus sekolah.
Pagi itu Nayla dan Rendy kembali bercekcok mengenai pelaksanaan acara OSIS yang akan berlangsung pekan depan sebelum ujian dilangsungkan. Mereka berdua memang menjadi aktor dan aktris yang berperan utama dalam kegiatan OSIS SMA Taruna.
Memang sejak Rendy meremehkan kemampuan Nayla di bidang kegiatan OSIS, Nayla memutuskan untuk ikut bergabung dengan tim OSIS SMA Taruna pada periode ini. Dan ternyata kinerja Nayla lumayan bagus sehingga dia bisa bersaing dengan Rendy yang tak kalah mahirnya di bidang itu. Sejak Rendy dan Nayla masuk ke OSIS, banyak sekali perubahan-perubahan program kerja dan pelaksanaan acara-acara yang sudah diagendakan, yang tentunya akan selalu ada percekcokan di antara keduanya, dan Nayla yang sering mengalah karena ketika diajukan kepada kakak pembina OSIS usul dari Rendy selalu diprioritaskan. Tapi, SMA Taruna harus sangat bersyukur mempunyai dua aktor dan aktris penting ini. Mereka mampu memecahkan masalah yang berkecimpung dalam organisasi mereka dengan baik. Ya meskipun kalian pasti tahu bahwa Nayla dan Rendy sebenarnya tidak bisa bersatu secara utuh. Mereka masih saja sering melibatkan beberapa konflik sendiri kedalam OSIS. Permusuhan antara keduanya tak kunjung usai.
“Ok, kita boleh pakai model yang Rendy ajukan, tapi tidak ada salahnya kan, kalau model yang aku ajukan juga diikutkan? Kita kolaborasikan saja, biar ada sedikit perubahan dengan kegiatan kita kali ini.”
Lagi dan lagi. Setiap Nayla dan Rendy cekcok Nayla lah yang sering mengalah. Dan, ya itu di antara salah satu bukti ketika Nayla harus mengalah kepada Rendy. Setelah rapat usai, Nayla langsung pamit keluar duluan, di samping perutnya yang memang sudah lapar, dia juga merasa sumpek berada di ruangan kecil itu. Nayla melangkah cepat untuk menuju ke kantin.
“Nayla, tunggu...” Rendy mengejar Nayla yang keluar duluan dari ruang OSIS.
“Ada apa lagi sih Ren, udah deh gue capek yang mau debat terus sama lo.” Wajah Nayla mengusut.
“Siapa juga yang mau ngajak debat. Gue mau minta maaf sama lo, gue sadar gue banyak salah sama lo. Lo mau kan maafin gue?” Wajah Rendy terlihat begitu tulus.
“Rendy, kamu sakit, atau kesurupan?”
“Nayla please, gue gak mau debat terus sama lo, gue mau damai sama lo. Lagian lo gak capek apa bertengkar terus sama gue?”Nayla terdiam agak lama. Dan Rendy masih berdiri menunggu jawaban Nayla.
“Ok gue mau maafin lo tapi ada syaratnya.”
Rendy melipat dahi mendengar pernyataan Nayla. Mau maafin orang aja berat banget sih. Huft... Rendy mendesah panjang.
“Apa?”
“Lo mau bantuin gue beresin kerjaan ibu di warung, gue gak tega ibu sendirian kerja di sana seharian.”
“Ok”
“Beneran?”
“Siap. Asal ada upahnya, gue lapar nih.” Rendy menyeringai pelan.Ya, ibunya Nayla seorang penjual makanan khas Jember di salah satu pasar terdekat. Sebenarnya perempuan yang bernama Minah itu bukan ibu kandung Nayla. Nayla diadopsi olehnya sejak kecil karena bu Minah ini tidak mempunyai keturunan, sedangkan Nayla sendiri punya tiga saudara dari ibu kandungnya yang bertempat tinggal di Madiun sana.
Rendy lalu mengajak Naula mengendarai mobilnya. Tapi ada hal yang sedikit berbeda, Rendy meminta Nayla untuk duduk di bangku belakang. Tapi Nayla tak mau ambil pusing, karena udah beneran lapar guys... Nayla lalu mengikuti kata-kata Rendy dan berangkat menuju warung ibunya.“Nayla, makasih ya kamu udah mau maafin gue, padahal gue udah banyak buat kesalahan sama lo.”
Nayla dan Rendy duduk di bangku tempat ibunya berjualan sambil menikmati segelas es teh yang disiapkan ibunya usai mereka membereskan pekerjaannya.
“Santai saja kali Ren. Sama sekali gue gak bisa benci sama lo. Ya walaupun dari tampangnya gue cuek banget sama lo, tapi gue gak bisa untuk benci sama lo.”
“Kenapa?”
“Ya gue nggak tahu kenapa gue gak bisa benci sama lo. Kita ada di bawah naungan lembaga pendidikan yang sama, jadi gak sepantasnya gue musuhan sama teman satu sekolah gue, itung-itung itu juga demi menjaga nama baik sekolah kita kan?”
“Ternyata, cewek senyebelin lo, punya hati yang sangat tulus. Gak nyangka gue.”Rendy menggeleng-gelengkan kepalanya karena merasa kagum dengan kepribadian Nayla. Coba saja, sejak dulu dia berteman sehangat ini dengan Nayla, pasti ceritanya tak seperti sekarang. Penyesalan memang selalu ada di akhir. Ya, Rendy menyesal karena dia baru bisa benar-benar berteman dengan Nayla di detik-detik terakhir mereka sekolah di SMA Taruna.
Ternyata apa yang kita anggap benar tidak selamanya dianggap benar oleh orang lain. Kadang, menurut kita salah, malah bagi orang lain benar, begitupun sebaliknya. Rendy mengira dengan dia terus menerus menjaili Naila itu akan bisa membuatnya semakin dekat dengannya, tapi ternyata tidak dengan Nayla. Menurutnya apa yang dilakukan Rendy salah dan seharusnya tidak begitu. Senyum yang indah pun tersungging dari bibir merah keduanya. Sesekali Rendy dan Nayla menyeruput es teh manis yang diberikan ibu Nayla tadi. Setelah beberapa waktu mereka habiskan untuk ngobrol Rendy pun pamit untuk pulang karena hari telah menjelang petang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENNAY (Tamat)
ChickLitKisah tentang perjalanan hidup Nayla Syarifah, yang diawali dengan pertemuannya dengan Rendy Ananta Dika, dan Deni Arya Candra.