Pengumuman. Mulai dari part ini, ceritanya masa lalu Nayla dan suaminya, ya, biar kalian nggak bingung. Niatnya, aku ini pakai alur maju mundur.
Semoga suka. Selamat membaca!!!
***
Seperti hari-hari yang telah lalu, Nayla bersama Savina, Farhat dan Dara nongkrong di pojokan halaman sekolah yang dekat dengan parkiran, ketika jam istirahat dan sebelum masuk kelas.
Pagi ini mereka sudah berkumpul, dan mulai mengobrol ngalar-ngidul sambil sesekali suara tawa mereka terdengar menggelegar. Mereka berempat memang sejak SD bersahabat dan melanjutkan pendidikannya ke sekolah yang sama. SMAN 1 MADIUN.
Di samping rumah mereka yang memang berdekatan, jiwa-jiwa mereka sepertinya juga sudah menyatu. Ada begitu banyak karakter dan kebiasaan yang sama-sama mereka miliki, seperti tidak suka makanan yang berbau amis; mudah bergaul dengan siapa pun, tanpa tebang pilih; ya, walaupun pasti ada beberapa gelintir karakter yang menjadi pembeda antara yang satu dengan yang lain.
Savina, gadis tinggi dan agak kurus yang berkulit putih mempunyai karakter pemalu. Dara, gadis tinggi juga tetapi agak berisi dan berkulit sawo matang mempunyai karakter agak kasar dan bersuara cempreng. Nah, si Dara ini yang selalu ngomel-ngomel kalau sahabat-sahabatnya bersikap yang tidak sesuai dengan perjanjian persahabatan mereka. Intinya si Dara ini, kayak emaknya, lah, yang selalu ceramah setiap waktu. Hehe. Farhat, seorang pria yang juga tinggi tapi agak lebih ramping daripada Savina. Hehe, gak papa lah guys, lagian mereka santai-santai saja mau dinilai seperti apa pun oleh orang lain.
Si Farhat ini orangnya lincah dan aktif tetapi sering ceplas-ceplos. Lalu yang terakhir, Nayla. Nayla tumbuh menjadi seorang gadis yang berwajah anggun dan bermata agak sipit, berkulit putih dengan rambut lurus hitam tergerai, mirip orang Korea. Nayla ini tipe orang yang paling tidak suka dikasarin, tidak pernah usil sama orang dan juga tidak mau disalahkan, mudah naik darah kalau ketenangannya diusik, marah maksudnya, tetapi sebenarnya dia adalah seorang gadis penyayang dan lembut.
“Auu!” Nayla sontak berteriak ketika genangan air yang menggenang di sekitar tempat parkiran mengenai baju seragamnya.
Nayla bangkit dan menghampiri pengendara motor Ninja hitam yang masih bertengger dengan gagah di atas motornya. Nayla sempat tidak berkedip melihat pemuda yang turun dari motor itu seraya membuka helmnya. Ternyata dia adalah seorang pemuda tampan dan cool juga berseragam putih abu-abu. Rendy, ya, di name tag-nya pemuda itu bernama Rendy. Sepertinya dia baru pertama kali ke sekolah ini.
“Woy, punya mata, enggak, sih?” teriak Nayla. Gadis itu langsung naik darah dan memarahi pemuda itu.
Ketiga temannya bangkit mendekati Nayla, karena mereka tahu kalau Nayla sedang marah dia bisa melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti tiba-tiba menonjok atau menampar.
“Kalau gue enggak punya mata, mana mungkin gue bisa mengendarai motor dan sampai ke sini seorang diri? Lo kali yang enggak punya mata,” balas pemuda itu dengan masih memasang tampang cool-nya.
“Men, santai men. Maafin temen gue, dia cuma kaget karena bajunya keciprat air tadi.” Farhat berusaha melerai Nayla dengan Rendy.
“Lo, kok, malah minta maaf ke dia, sih, Hat? Harusnya dia yang minta maaf sama gue dan kita. Dia udah ganggu ketenangan kita," dengkus Nayla, tidak suka dengan sikap santai teman-temannya.“Nay, tenang ....” Dara berbisik pelan. Tetapi, bukan Nayla namanya jika sudah ingin melakukan sesuatu pada orang yang mengusiknya. Gadis itu keras kepala, dan memaksa pemuda di depannya untuk meminta maaf.
“Oke, lo pengen gue minta maaf, oke. Gue minta maaf. Sorry gue gak sengaja tadi, lagian gue gak tahu kalau ada air menggenang," ucap pemuda itu akhirnya.
“Nih, buat ngelap bajunya.”
Dengan sikap cool-nya, Rendy mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya dan menyodorkan ke arah Nayla, tetapi Nayla enggan untuk mengambilnya dan terpaksa Rendy melemparkannya ke arah Nayla, lalu pergi begitu saja.
Nayla menggeram di tempatnya. Ia menatap tajam pemuda yang terus menjauh meninggalkannya itu. Ia merasa jengkel sekali dengan sikapnya yang sok cool itu.
Nayla yang kepalang kesal atas sikap Rendy yang terkesan merendahkannya pun, urung untuk mengagumi sosok pemuda cool itu. Rasa kagum itu berubah menjadi benci dalam sekejap.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENNAY (Tamat)
Literatura FemininaKisah tentang perjalanan hidup Nayla Syarifah, yang diawali dengan pertemuannya dengan Rendy Ananta Dika, dan Deni Arya Candra.