"Siap hidup normal?"
"Iya mbak."Nayla tersenyum bahagia mendengar pengakuan Kania. Setidaknya ini merupakan awal yang baik. Kania sudah merespon positif permintaan Nayla yang mengajaknya bangkit dari keterpurukan karena ditinggal pergi suaminya. Ya, usaha Nayla berhasil. Dia berhasil memotivasi Kania yang memang berada dalam fase distress yang berat akibat meninggalnya sang suami, untuk hidup normal kembali.
"Kamu harus bersyukur Kania, karena suami kamu meninggal setelah memberi kamu keturunan." Ucap Nayla yang dihadiahi tatapan heran dari gadis itu.
"Iya. Kamu masih beruntung diberi kesempatan hidup agak lama dengan suami kamu. Sedangkan saya. Jangankan setahun, sehari pun tidak."
"Maksud mbak Nayla?"
"Suami saya meninggal satu jam setelah akad nikah kami dilangsungkan.""Jadi, jangan lagi menyesali apa yang sudah terjadi. Jangan selalu menyalahkan takdir yang memanggil suami kamu secepat yang kamu katakan, karena masih ada orang yang mengalami nasib yang jauh lebih buruk daripada kamu."
"Iya mbak. Tapi aku salut sama mbak. Meskipun mbak ditinggal pergi suami mbak dalam waktu yang sangat singkat itu, mbak bisa jadi orang sukses seperti ini. Membantu orang yang mengalami nasib yang sama lagi sama mbak. Aku jadi malu sama mbak Nayla. Ternyata masalah yang aku hadapi tidak ada apa-apanya dibanding masalahnya mbak Nayla."
"Makanya, jangan selalu memandang sisi buruk dari kehidupan. Lebih baik memandang sisi baiknya, agar tidak terjadi kejadian yang menimpamu beberapa waktu yang lalu."
"Iya mbak, aku ngerti. Berkaca. Itu kan mbak?"
"Iya, kamu harus lebih banyak berkaca pada orang-orang yang sukses melewati masa-masa sulit dalam hidupnya dengan baik.""Saya tidak keberatan jika kamu mau berkaca pada sisu baik kehidupan saya. Malah saya senang kalau misalnya ada yang termotivasi dengan kehidupan saya." Ucap Nayla tulus.
"Terima kasih atas pelajaran berharganya mbak Nayla. Aku akan selalu ingat pesan mbak Nayla."
"Alhamdulillah."
"Ya sudah, saya permisi dulu Kania."Nayla pun keluar dari ruangan Kania dengan membawa kelegaan di hatinya, karena sikap positif yang mulai ditunjukkan Kania.
Ini semua karenamu Ren, makasih karena dibalik luka yang kamu berikan padaku dengan meninggalkanku, aku dapat merasakan kebahagiaan ini. Bahagia saat dapat membantu orang lain, keluar dari masalah yang dialaminya.
“Nayla, aku boleh tanya sesuatu?”
Sabrina mengejar Nayla yang keluar terlebih dahulu dari ruang pemeriksaan setelah bertemu Kania.
“Kita bicara di tempatku saja ya?”
Nayla dan Sabrina pun melangkah bersama menuju tempat Nayla. Nayla membuatkan segelas teh hangat untuk Sabrina. Dengan ditemani teh itu mereka mulai bicara.
“Sebenarnya suami kamu ada di mana sih, kok kamu gak pernah ngenalin aku sama dia?”
Tanpa diminta air mata Nayla menetes mendengar pertanyaan Sabrina. Ya, dia memang cengeng jika ditanya tentang suaminya, wajahnya sedikit meredup. Bagaimana tidak, siapa yang tak akan menangis jika teringat dengan orang yang kita sayang tapi dia sudah dipanggil terlebih dahulu oleh Allah? Tapi sebisa mungkin kita harus bisa menerima apa pun yang terjadi pada kita, karena pada kodratnya semua mahluk di dunia ini akan menjumpai episode yang sama dengan apa yang kita rasakan. Satu episode di mana kita dihadapkan dengan sebuah takdir yang mungkin menyisakan luka yang sulit terlupakan, yaitu perpisahan; kehilangan seseorang yang berarti dalam hidup.
Sabrina terlihat salah tingkah karena Nayla tiba-tiba menangis. Dia malah merasa bersalah karena tak bisa menahan keinginan hatinya untuk tahu keberadaan suaminya. Sejenak Nayla menenangkan pikirannya. Setelah menarik napas kuat-kuat dan melepasnya perlahan beberapa kali, Nayla pun mulai bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENNAY (Tamat)
ChickLitKisah tentang perjalanan hidup Nayla Syarifah, yang diawali dengan pertemuannya dengan Rendy Ananta Dika, dan Deni Arya Candra.