24. Tentang Rendy

27 3 0
                                    

Pagi yang cerah. Matahari dengan senyumnya yang indah menyapa bumi pertiwi membuat suasana di pagi itu terasa indah, ditambah kicau-kicau burung yang masih terdengar di telinga.

Setelah melaksanakan sholat subuh dan membereskan kamar juga sebagian besar isi rumah, kecuali kamar abi dan ummi Rendy, Nayla lalu mengambil wudlu’ dan membawa mushaf kecilnya ke pemakaman, untuk menjumpai Rendy di sana. Nayla memang setiap pagi kesana untuk bertemu dengan Rendy.

Sejak Rendy meninggal, kedua orang tua Rendy memang meminta Nayla untuk tetap tinggal di sana, karena mereka sudah tidak punya siapa-siapa lagi untuk membantu mereka.

Sebelum berangkat Nayla berpamitan kepada umminya. Setelah itu Nayla berangkat dengan jalan kaki karena lokasi pemakamannya tidak jauh dari rumah. Menyusuri jalan kecil yang di sekitarnya banyak pohon-pohon rindang dan rerumputan. Sampai di sana, di dekat makam Rendy ada seorang lelaki yang sedang berziarah. Nayla memilih diam dan melihat dia dari kejauhan.

“Ren, kenapa sih lu yang harus pergi duluan, kenapa gak gue aja? Gue kangen tahu nggak sama lu Ren.”
“Lu inget nggak, lu yang udah bikin gue berubah kayak sekarang. Gue masih ingin belajar Matematika lagi sama lu biar nilai gue bagus Ren.”

Doni, salah seorang alumni SMA Taruna yang merupakan teman sekelas Rendy dan Nayla dulu. Siapa yang tidak tahu Doni. Anak dua belas IPA yang terkenal paling nakal dan bandel. Nilai ujiannya selalu jelek dan suka bolos. Tidak ada yang berani menegur dia. Jangankan menegur, melihat tampangnya saja sudah males banget. Kata teman-temannya dia adalah siswa yang paling luar biasa bandelnya. Tapi sekarang dia insyaf. Pengen tahu ceritanya? Yuk, ikutin cerita selengkapnya.

Flashback on

Itu berawal dari pertemuan Rendy dan Doni di kantin sekolah saat akan membeli makanan. Walaupun mereka sekelas tapi Rendy dan Doni tidak begitu akrab. Kalau kenal sih iya. Jangankan akrab, kumpul untuk kegiatan kelas yang rutin tiap minggu aja gak pernah. Namanya juga anak nakal. Apalagi Rendy yang masih tergolong agak culun. Males banget buat temenan sama orang kayak dia. Itu katanya Doni. Tapi di hari itu tidak tahu kenapa Doni malah nyamperin Rendy duluan.

“Hei bro...”

Doni menyapa Rendy dengan sapaan gaulnya. Rendy tidak begitu kaget lah dipanggil seperti itu. Dia memang paling bisa menyesuaikan diri dengan siapa pun. Seolah dia hafal berbagai macam sifat dan karakter orang, sampai-sampai dia tahu trik-triknya menghadapi mereka. Doni agak sedikit kaget sih, melihat sikap carenya Rendy yang tidak memarahinya karena memanggil menggunakan sapaan gaul. Doni heran karena Rendy berbeda dengan teman-teman yang lain yang selalu mengolok-oloknya akibat kenakalannya dan sikap tidak pedulinya mereka. Dan itu yang menjadi daya tarik Rendy untuk memikat hatinya Doni. Doni merasa nyaman bersama Rendy hingga akhirnya Doni pun mencurahkan semua keluh kesah, dan pengalamannya di SMA Taruna hingga mengharuskan dia menjadi seorang yang nakal.

“Lu gak marah gue panggil bro?”
“Buat apa marah Doni?”
“Ya nggak papa sih, cuma lu beda aja sama teman-teman. Biasanya mereka itu marah banget kalau gue panggil dengan sebutan itu. Gak sopan dan apalah alasannya.”
“Doni boleh gue kasih pendapat gue? Mau dengerin tapi?”
“Ok gue siap dengerin apa pun itu.”
“Kita dalam menilai sesuatu itu jangan sebelah mata. Jangan pandang negativenya saja. Malahan gue kagum sama kelakuan-kelakuan para gengster dan para kriminalis lainnya.” Terlihat Doni menautkan kedua alisnya.
“Eits, kamu jangan salah paham dulu ya... biar gue jelasin satu persatu.”

Rendy langsung paham bahwa Doni kaget dengan jawaban Rendy ketika Doni melipat dahi. Dengan santai Rendy berkata.

“Setiap sesuatu mempunyai intensitas kebaikan Don, meski perbuatan buruk sekalipun. Contoh: maling. Perbuatannya yang mengambil hak orang lain secara paksa itu memang jelek dan gak boleh. Tapi, di balik perbuatan itu, kita harusnya tanya dulu, alasan kenapa dia bisa seperti itu. Dia hanya ingin melihat keluarganya tidak sengsara karena tidak mendapat nafkah. Niat mereka baik, ingin membahagiakan keluarga tapi caranya yang salah. Para anggota gengster, gue kagumnya di mana? Pada kekompakan mereka. Mereka selalu kompak ketika mau mengadakan pertemuan. Silaturrahim mereka terjalin dengan baik. Bahkan mereka sampai punya panggilan khusus dan panggilan itu yang membuat erat tali kekerabatan mereka. Itu perbuatannya orang-orang yang kita pandang jelek banget Don. Tapi lihat intensitas di balik kelakuan bejat mereka, seperti tawuran dan sebagainya yang memang jelek.  Ada nilai-nilai kebaikan yang tersembunyi di balik keburukan yang lebih besar dari padanya.”
“Sekali lagi gue tegaskan sama lu, melihat sesuatu jangan dari negatifnya saja. Tapi kita harus melihat dari sisi yang lainnya juga. Karena apa, setiap sesuatu pasti mempunyai intensitas kebaikan.”
“Lu, sorry ya, meski lu nakal dan bandel gue yakin dalam lubuk hati lu pasti ada niat yang baik. Buktinya sekarang lu mau ketemu sama gue. Nyamperin teman dan menyapanya meski hanya sekedar basa-basi, apalagi sampai lo mau dengerin bacot-bacot gue yang gak jelas, bukankah itu bagus Doni?”
“Dan, kalau dengan memanggil bro bisa membuat kita lebih dekat dan akrab, sehingga silaturrahim kita bisa terjalin dengan baik, apa salahnya? Buat gue pribadi terserah lu mau panggil apa, asal di tempat yang semestinya. Kalau sama guru ya jangan seenaknya saja.”

RENNAY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang