20. Kejutan

16 3 0
                                    

“Satu hal lagi yang ingin saya sampaikan, tapi sebelumnya saya mohon maaf karena hal ini benar-benar bukan bagian dalam hal ini. Saya hanya ingin membagi kebahagiaan saya ini dengan kalian.”
“Di hari yang spesial ini, saya hendak mengajak seorang siswi SMA Taruna yang telah berhasil memikat hati saya dan saya tidak bisa menolak rasa itu, untuk bertaaruf dengan saya.”

Sontak, sorak sorai teman-teman Rendy meledak mendengar kata-kata Rendy yang blak-blakan tanpa ada filter sedikit pun. Farhat; sahabatnya Rendy sampai melompat-lompat karena tak percaya seorang Rendy yang menjadi sahabatnya sejak dia SD yang terkenal paling jail dan suka guyon itu berani berdiri dan mengungkapkan itu di depan umum. Jangankan Farhat, abi dan ummi Rendy juga tidak habis pikir bisa-bisanya Rendy berbicara seperti itu di depan umum. Wajah mereka tertunduk lesu, merasa malu karena semua tamu undangan yang hadir menatap ke arah mereka.

“Gadis itu adalah Nayla Syarifah, teman sekelas saya.”

Seberapa kagetnya Nayla, ketika namanya terlontar dengan entengnya dari lisan Rendy. Matanya membelalak tak terpaya, wajahnya pun sesegera mungkin merah merona karena tersipu di sorakin teman-temannya. Diam, begitu lama Nayla terdiam, akhirnya dia pun meninggalkan tempat acara setelah semua urusannya selesai. Kata-kata Rendy masih saja terngiang jelas di telinganya.

Nayla beranjak memasuki ruang ganti untuk mengganti pakaiannya karena dia baru saja mengikuti penampilan seni untuk perpisahannya tadi. Ternyata masalah tadi belum kelar-kelar juga, sesampainya di ruang ganti teman-teman Nayla masih saja mengguraui Nayla. Ada yang mengucapkan selamat karena menurut mereka Nayla adalah perempuan yang paling beruntung bisa memikat hati seorang Rendy. Nayla hanya menjawabnya dengan seutas senyum sambil sesekali mendengus. Entah perasaan kesal atau bahagia yang ada dalam hatinya saat ini.

Baginya apa yang dilakukan Rendy terlalu terburu-buru. Baru saja mereka lulus, Rendy sudah kepikiran hal itu. Nayla masih ingin melanjutkan studynya dan ingin mewujudkan mimpi-mimpinya sebelum dia menikah. Bisa kalian bayangkan, di usia seperti Nayla, harus menikah? Mungkin bagi kalian yang setuju, sah sah saja menikah di usia seperti itu. Tapi, bagi mereka yang tidak setuju, mereka pasti menggunakan segala macam cara agar tidak menikah muda. Dia pasti akan ber-argumen dengan  argumentasi-argumentasi yang sangat meyakinkan. Banyak yang bilang, masa remaja itu adalah masa yang sangat indah dan tidak boleh disia-siakan. Jadi, kalau kita menikah di usia seperti itu, otomatis kita tidak bisa merasakan indahnya masa itu, karena kita sudah terikat dengan kewajiban-kewajiban yang berbeda dengan waktu kita masih sendiri.

“Nayla, ke kantin yuk... gue mau ngomong sama lo.”

Tanpa melontarkan sepatah katapun Nayla berdiri dan mengikuti langkah Rendy menuju kantin. Suasana hari itu terasa berbeda. Nayla dan Rendy enggan mengeluarkan suaranya, padahal sebelumnya jika Nayla dan Rendy disatuin, suasana pasti cair, tidak sebeku sekarang. Rendy lalu menarik sebuah kursi untuk Nayla dan mempersilahkan dia duduk. Setelah itu dia menyusul duduk di bangku sebelahnya.

Beberapa saat kemudian, pelayan kantin menghampiri mereka dan menyerahkan daftar menunya. Rendy dan Nayla pun memesan makanan favorit mereka, bakso telor. Sejurus kemudian, bakso sudah siap saji, Rendy dan Nayla melahapnya.

“Nayla, lo kok diam aja sih mulai tadi?”

Sesekali Rendy menatap wajah Nayla yang tampak buram. Nayla tak menjawab. Dia terus melahap baksonya tanpa mau menatap Rendy. Rendy menghela napas. Lalu meletakkan sendoknya dan menyudahi makannya dengan meminum teh botolnya padahal baksonya belum habis separuh pun.

“Lo marah gara-gara kata-kata gue tadi?
“Lelucon macam apa lagi ini Ren, gue capek tahu nggak ngalah terus sama lo. Lama-lama lo makin nyebelin tahu nggak. Gak lucu banget.”
“Lo pikir gue mau mainin lo, lo pikir gue mau ngejailin lo seperti hari-hari yang udah lalu? Gue gak pernah main-main dengan urusan-urusan yang sakral kayak gini Nay.”
“Kalau bukan ngejailin apa Ren? Dari dulu kamu nggak pernah mau berhenti ngerjain gue.. mana bisa gue percaya sama lo?”

Tekanan emosi negative Nayla bereaksi tidak sejajar dengan emosi positivenya. Nayla marah sekali dengan Rendy. Wajahnya merah padam. Nayla terdiam.

“Naila, dengerin gue...”
“Sejak pertama gue punya ide kayak gitu, gue mau buat surprise buat lo. Dan tanpa gue pikir ulang, gue udah ngelakuin hal seceroboh itu, gue umumin rencana gue untuk taaruf sama lo di depan khalayak ramai dan di tempat yang nggak tepat. Itu kan yang bikin lo marah? Lo malu kan sama teman-teman, lo pasti merasa gak punya muka di depan mereka gara-gara ulah gue?” Rendy mendesah pelan, lalu melanjutkan kata-katanya.
“Gue minta maaf Nay, gue sadar gue salah. Harusnya kalau gue memang punya niat untuk mengkhitbah lo, gue datang ke rumah lo dan memusyawarahkannya dengan keluarga lo. Bukan dengan cara kayak tadi. Beneran gue minta maaf Nayla.”
“Lo bisa diam gak sih, nyerocos terus kayak cewek aja.” Akhirnya Nayla bersuara kembali.
“Habisnya lo diam terus...”
“Lo tahu kenapa gue diam?” Nayla mulai kembali berani menatap mata Rendy.
“Gue cuma nggak nyangka aja, cowok yang super duper nyebelin yang kerjaannya ngejailin gue terus, yang seolah gak ada baik-baiknya sama gue, tiba-tiba berani berdiri di depan umum dan parahnya ngajakin gue taaruf. Padahal baru kemarin sebelum kita adakan acara pelepasan ini, kita masih sempat beradu argumen hingga keadaan memanas dan kita musuhan lagi...” Mata Nayla melotot.
“Ya dari tadi gue berusaha ngeyakinin diri gue kalau apa yang gue alami itu beneran nyata...”
“Karena jujur, gue kayak mimpi Rendy...”

Ada air mata yang menggenang di pipi Nayla mengikuti kata-katanya yang terdengar semakin pelan. Entah air mata apa itu. Sesekali dia menyekanya lembut.

“Gak selamanya orang yang suka ngejailin lo berbuat seperti itu karena benci sama lo Nay. Bisa jadi dia sengaja bikin lo kesel terus karena dia sayang banget sama lo dan akhirnya takut kehilangan.”
“Maksud lo apa ngomong kayak gitu?”
“Ok. Jujur, gue bertahan dengan ulah jail gue ke lo karena gue takut kehilangan lo Nay. Gue takut lo bakalan ninggalin gue ketika lo tahu kalau gue udah insyaf.”
“Lo itu stress apa gimana sih Ren, justru kalau lo baik sama gue, gue gak bakalan ninggalin lo Ren.”
“Lo bilang kayak gitu karena lo gak pernah ngalamin Nay. Lo pernah mikir nggak sih, kalau gue gak jailin lo, apa pernah lo keinget sama gue? Mungkin lo gak bakal melirik gue sedikit pun dengan alasan gue udah baik, jadi untuk apa dideketin. Yang gue tangkap dari pengalaman gue berteman dengan lo selama dua tahun di SMA Taruna ini, lo itu orangnya pedulian, terutama terhadap teman-teman yang anggaplah kurang baik, gue tahu maksud lo apa. Lo ingin mereka kembali menjadi orang baik kan? Dan ketika orang itu udah bisa move on dari kelakuan buruknya, lo bakal ngurangin kedekatan lo dengan dia. Lalu lo deketin teman yang lain yang juga bermasalah. Gue gak mau itu terjadi Nay. Kalau gue terus-terusan jailin lo, otomatis setiap waktu lo pasti mikir, gimana caranya ngubah si Rendy biar jadi baik lagi, ya kan? Dan itu yang gue mau Nai. Gue cuma ingin punya orang yang setiap waktu mikirin gue, seperti lo.”
“Gue sayang sama lo Nayla...”

Mulut Nayla terbungkam mendengar kata-kata yang selama ini tak pernah terpikirkan di otaknya terlontar dari mulut Rendy. Rasa di hatinya tak tentu arah. Entah dia harus bahagia karena tanpa dia sadari dia memang sudah jatuh cinta terhadap Rendy atau dia harus bersedih karena akhirnya dia harus bersatu dengan musuh bebuyutannya selama ini. Ah, Rendy... dia memang orang yang sulit ditebak.

RENNAY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang