21. Kepastian

14 3 0
                                    

“Rendy, kamu serius dengan kata-katamu tadi?”

Setelah acara usai dan Rendy sudah tiba di rumah kedua orang tuanya memanggilnya untuk memastikan kebenaran perkataannya tadi. Rendy duduk di sofa ruang tamunya di depan abi dan umminya. Wajahnya sangat tenang. Perlahan Rendy menjelaskan keinginannya.

“Rendy minta maaf bi, mi... Rendy gak ngasih tahu kalian dulu soal ini. Sebenarnya sejak pertama Rendy ketemu sama Nayla, Rendy suka sama Nayla. Dan nggak tahu kenapa Rendy rasanya sayang banget sama Nayla sampai-sampai Rendy tidak ingin terjadi sesuatu padanya. Rendy tahu, dokter sudah memvonis kalau Rendy tidak akan bisa bertahan hidup lebih lama lagi. Dan sebelum Rendy pergi, Rendy ingin sekali ada pengikat di antara Rendy dan Nayla. Doakan Rendy bi, mi... semoga Rendy bisa diberi kesempatan oleh Allah untuk mewujudkan mimpi Rendy.”
“Baiklah, kita ke rumah Nayla dua hari lagi.” Abi Hikmal langsung memberi keputusan.
“Abi kenapa langsung mengiyakan kemauan Rendy sih?”

Ummi Aisyah terlihat berat hati dengan keputusan abi Hikmal. Siapa yang tak akan keberatan untuk mengambil keputusan yang menyangkut kebahagian seseorang. Ummi Aisyah tidak siap untuk melihat kesedihan Nayla jika Rendy harus pergi setelah pernikahan di antara mereka terjadi. Ummi Aisyah merasa tidak akan kuat jika setiap hari harus melihat wajah Nayla yang akan murung dan digenangi air mata di atas batu nisan Rendy nantinya.

“Mi, untuk apa mejawab tidak. Rendy itu anak kita satu-satunya. Kita tahu kondisi kesehatannya seperti apa. Tugas kita sebagai orang tua adalah untuk membuat dia tenang, nyaman dan merasa terlindungi. Merupakan tugas kita adalah membuatnya bahagia. Dan salah satunya adalah mewujudkan apa yang dia inginkan, tentunya dengan jalan yang baik. Lagi pula Rendy kan masih mau proses taaruf dulu bukan langsung menikah. Jika memang nantinya gak cocok kita bisa tidak melanjutkan ke pernikahan kan?”
“Ummi, percaya sama abi... Rendy sudah besar dan dia tahu dengan apapun yang harus dia lakukan. Kita hanya bertugas mengawasi dan membimbingnya. Abi juga tidak ingin ada penyesalan diantara kita jika Rendy pergi terlebih dahulu tanpa bisa mewujudkan mimpinya.”
“Abi bicara apa sih, kok seperti itu?”
“Mi, mau tidak mau kita harus terima prediksi yang telah dokter katakan. Sudah berapa tahun Rendy mampu bertahan hidup meski beberapa dokter yang menanganinya sebelum-sebelumnya sudah memvonisnya akan meninggal dalam waktu dekat. Allah sudah memberikan kita kesempatan selama hampir dua puluh tahun untuk mengemban amanah-Nya. Kita sudah diberi kesempatan untuk bisa merawat dan menjaga Rendy. Jadi, jika memang dengan harus mengambil Rendy dari tangan kita saat ini adalah yang terbaik untuk Rendy, kita harus bisa ikhlash. Mari kita sama-sama berdoa semoga suatu saat nanti kita tetap dikumpulkan dalam satu keluarga di surga-Nya.”

Abi Hikmal merangkul tubuh ummi Aisyah yang mungil. Mencoba mengalirkan energi-energi kekuatan kapadanya. Ya, dalam sebuah keluarga memang harus ada salah satu di antaranya yang menjadi motivator. Harus jadi penguat bagi anggota keluarga yang lain, dalam menghadapi musibah dan ujian. Abi Hikmal telah sukses menjadi motivator yang sangat berpengaruh terhadap Rendy dan Ummi Aisyah. Hati ummi Aisyah pun luluh. Memilih pasrah dengan keputusan yang telah diambil.

RENNAY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang