33. Fransisco Abraham

24 3 0
                                    

"Ummi, abi, kenalin, ini teman kerjanya Nayla. Fransisco Abraham."

Frans menjabat tangan abi Hikmal, lalu mendekapkan kedua tangannya di depan dada, memberi hormat kepada ummi Aisyah.

Siang itu, Nayla memang sengaja diantar oleh Frans ke rumahnya, kebetulan di kantor libur. Sebenarnya bukan libur, hanya saja di kantor ada yang mengganti posisi keduanya. Sabrina dan Fahreza. Pasangan suami isteri yang baru meresmikan hubungannya itu dua bulan yang lalu. Mereka sama-sama bergelut di bidang pembinaan sosial. Ya, Nayla sengaja ijin dari kantor untuk mengurus disertasinya ke kampusnya. Sebenarnya Nayla terbiasa berangkat sendiri, hanya saja kali ini Frans memaksa untuk mengantarnya, saat tahu kondisi kesehatan Nayla terganggu. Sebagai partner kerja yang sudah tiga tahun bersama Nayla, tentunya Frans khawatir. Wajar bukan? Nayla terpaksa mengiyakan permintaan Frans untuk mengantarnya.

Nayla pulang sebentar untuk mengambil file-file yang dibutuhkannya sekaligus mengganti pakaiannya.

"Jadi, sudah tiga tahun ini kamu bekerja dengan anak saya?" Tanya ummi Aisyah.

Ummi Aisyah memang tidak suka memanggil Nayla dengan sebutan menantu. Dia lebih suka memanggil Nayla dengan sebutan anak. Ya, anaknya. Sedangkan Frans, memaklumi, karena ia tahu, sebutan anak untuk Nayla itu bukanlah mengarah kepada orang tua biologisnya. Frans tahu, kalau posisi Nayla di rumah ini adalah menantu.

"Iya, tante." Jawab Frans seadanya.
"Dari mana?"
"Aslinya California, tante. Tapi pindah ke Indonesia. Tinggal di daerah dekat sini juga."
"Lama berarti pindahnya ya? Udah pinter bahasa Indonesianya."
"Sekitar lima tahunan tante."
"Kamu sudah menikah nak?" Tanya ummi Aisyah lagi.
"Belum tante." Frans menjawab jujur.
"Oh. Kenapa belum? Belum punya calon ya? Usia kamu berapa sih memangnya? Kalau saya lihat kamu itu sepantaran Rendy, anak tante. Iya kan bi?"

Ummi Aisyah menoleh ke arah abi Hikmal yang sejak tadi hanya berdiam di samping ummi Aisyah sembari menyimak perbincangan keduanya. Abi Hikmal mengangguk.

"Saya sudah umur tiga puluh satu tan." Frans tampak malu-malu menjawabnya. Malu kali udah tiga puluh satu tapi masih belum nikah. He...
"Oh, hanya beda satu tahun sama Rendy bi... Rendy kan usianya tiga puluh sampai sekarang?"

Lagi, abi Hikmal hanya mengangguk dalam menyahuti pertanyaan isterinya itu. Entah apa yang sedang ada dalam pikiran lelaki paruh baya yang menyandang gelar papa mertua Nayla itu, hanya diam saja semenjak kedatangan Frans, dan banyak merenung. Mungkin saja dia teringat Rendy kali ya? Abi Hikmal merindukan Rendy.

"Bagaimana pengalaman kamu bekerja dengan Nayla nak? Bagus apa ada yang kurang berkenan? Maaf, bukannya tante mau ghibah, tante cuma ingin tahu perkembangan Nayla. Sejak suaminya meninggal, dia lebih tertutup soalnya."
"Saya nyaman-nyaman aja kerja sama Nayla tan. Dia tipe orang yang sangat bertanggung jawab dan dapat bekerja sama dengan baik. Dia sangat ceria. Sehingga tak jarang kliennya segera mempercayainya. Dan banyak yang berhasil keluar dari masalahnya." Papar Frans panjang lebar. Ummi Aisyah mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kamu tidak ada rencana untuk menikah nak Frans?" Tanya abi Hikmal yang membuatnya sedikit kaget. Begitu pun ummi Aisyah yang langsung menoleh ke arahnya.

"Entahlah om. Saya nyaman dengan kondisi ini. Lagi pula, mana ada perempuan yang mau sama saya om. Udah tua juga. Hehe." Frans malah nyengir.

"Mi, bi, Nayla pamit ya. Mau ke kampus konsultasi disertasi ke dosen."

Nayla muncul dari pintu ruang tengah. Dia sudah berdiri di samping ummi Aisyah dengan balutan dress panjang berwarna merah dengan kerudung Rabbani yang melekat di kepalanya, juga dengan warna senada. Ummi Aisyah menoleh.

"Iya, nak."

Nayla meraih tangan kanan ummi Aisyah, lalu menciumnya lembut. Beralih ke tangan abinya.

"Berangkat sama Frans?" Tanya abi Hikmal.

Sebenarnya sejak kedatangan Frans yang disambut dingin oleh abinya itu, Nayla paham, abinya kurang suka kalau dirinya berduaan dengan orang yang bukan mahromnya. Terlebih keduanya memang berstatus sama-sama jomblo kali ini. Tapi, mau bagaimana lagi? Nayla tidak bisa menolak permintaan Frans, karena dia sudah banyak membantu Nayla. Toh, dia tahu kalau Frans itu hanya sebatas teman kerjanya saja.

"Iya om. Nggak boleh ya? Kalau emang nggak dibolehin, biar Nayla berangkat sendiri saja ke kampus dan saya akan pulang."

Yang menjawab bukan Nayla, tapi Frans. Merasa tidak enak dan paham dengan apa perasaan ayah mertua Nayla itu, akhirnya dengan susah payah ia bersuara, agar tidak menyalahkan Nayla. Dirinya yang salah, yang memaksanya untuk mau diantarnya.

"Maafkan om Frans. Bukan maksud om nyinggung kamu. Tapi, kalian tahu posisi kalian masing-masing kan? Kalau di tempat kerja om gak masalah kalian bareng. Tapi, kalau di sini, pemikiran tetangga-tetangga itu beda-beda. Om hanya tidak ingin ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi diantara kalian," Ungkap abi Hikmal akhirnya. Jadi, ini alasan mengapa dia diam sejak tadi. Nayla menghela napsanya pelan.

"Maafkan Nayla, bi. Nayla sadar, Nayla salah dengan melakukan ini. Nayla janji nggak akan mengulanginya lagi."
Abi Hikmal diam.

"Frans, aku bareng taksi online aja ya? Kamu balik ke kantor?"

Nayla bertanya ke arah Frans. Dan Frans yang sudah salah tingkah, malu dan sebagainya di hadapan mertua Nayla itu pun, akhirnya mengangguk.

"Ya sudah, saya pamit om, tante," Ucapnya tertahan.

Frans bangkit dari tempat dudukanya, lalu meraih tangan kanan abi Hikmal. Menciumnya lembut. Lalu pergi meninggalkan pekarangan rumah Nayla. Dan Nayla sudah berdiri di jalan raya menunggu taksi online yang dipesannya. Dia berangkat ke kampus seorang diri.

***

"Maafin sikap abi ya?"

Nayla mengirim pesan lewat akun WhatssAppnya ke Frans, karena ketidak nyamanannya atas usiran tidak langsung oleh mertuanya itu.

Frans tersenyum membaca pesan dari Nayla. Dia sudah tiba di kantor lagi, menemui Sabrina dan Fahreza.

"Sebagai orang yang paham agama, memang seharusnya berbuat seperti itu kan, Nay?" Balasan dari Frans.

"Ya sih. Cuma, jujur, aku nggak enak aja sama kamu. Secara nggak langsung abi ngusir kamu tadi...🙏"
"Iya gak apa-apa. Aku ngerti kok. Lagian aku juga salah. Ngapain juga maksa nganterin kamum padahal kamunya udah larang. Maaf ya."
"Iya gak papa. Makasih udah ngertiin."
"Iya, sama-sama. Gimana disertasinya? Lulus, apa masih revisi lagi?"
"Belum ketemu dosennya. Tapi udah nyampe. Bentar lagi masuk."
"Ok. Sukses ya."
"Good."

Nayla keluar dari roomchatnya dengan Frans. Mengecek pesan-pesan dari kontaknya yang lain, baru setelah itu, menutup ponselnya, karena jadwal bimbingan akan dimulai. Dosen pembimbingnya sudah menunggu di ruangan.

Dengan membaca basmalah, Nayla memantapkan langkahnya memasuki ruangan untuk mengkonsultasikan dosertasinya.

RENNAY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang