Chap 3

808 63 0
                                    

Gelak tawa mereka terdengar sangat keras hingga membuat orang-orang disekelilingnya mengamati mereka dengan tatapan bertanya. Dengan lokasi pojok dan juga outdoor seakan menjadi tempat strategis mereka untuk bercanda tawa. Walaupun hanya tiga orang saja, namun suara gelak tawa mereka memang tidak bisa diragukan. Siapa lagi mereka jika bukan Adam dan dua temannya, Raden dan Adit.

"HAHAHA ANJIR! KAGAK KUAT GUE."

"BANGKE. SAKIT PERUT! HAHAHA."

"KOCAK ANJRIT! NGAKAK GUEE!"

Kira-kira begitulah kehebohan mereka bertiga yang diiringi gelak tawa yang tidak ada habisnya. Mungkin orang-orang bingung mengapa bisa mereka tertawa terbahak-bahak hanya karena melihat entah tayangan apa yang ada di HP salah satu dari mereka.

"Kagak bisa nih kalau kita bikin YouTube channel," ucap Raden yang membuat Adit menatapnya heran. Sementara Adam hanya diam menatap interaksi kedua temannya itu.

"Kenapa emang? Masalah tampang? Tenang, kan ada Adam," ucap Adit sambil menunjuk Adam.

"Bukan masalah tampang. Tapi masalah kita bertiga," jawab Raden. Adam yang sedari tadi diam pun kini ikut mengeluarkan suaranya, "Kenapa bisa masalahnya ada di kita?"

"Sekarang gue tanya. Kalau kita bikin YouTube channel, kontennya apaan?" tanya Raden.

"Challenge lah," jawab Adit dengan cepat.

"Salah satu challenge-nya apa?" tanya Raden lagi.

"Tahan tawa! Itu kebiasaan kita sehari-hari. Kagak ada YouTube channel pun kita tahan tawa," lagi-lagi Adit menjawabnya dengan cepat. Sedangkan Adam masih senantiasa menjadi pendengar.

"Nah itu! Berkali-kali kita tahan tawa, kagak ada yang bakal menang. Baru diputer aja tuh video, kita udah ngakak tanpa jeda. Gimana nanti kalau kita punya YouTube channel. Gagal semua challenge kita," jelas Raden.

"Ya emang dasarnya kita nih otak-otak receh, mau gimana lagi. Gue liat emoticon ketawa aja bawaannya pengen ketawa," jawab Adit.

"Itu mah elo doang. Terlalu receh!" balas Adam.

"Kerecehan lo emang satu tingkat lebih tinggi dari pada gue sama Adam," tambah Raden.

"Ujung-ujungnya ya gue lagi yang di hina. Kena karma tiati lo pada," kesal Adit. Jeda sejenak, "Terus ini yang mau bayar siapa? Kan kita tadi ngakak semua."

Ketiga berfikir sambil melirik satu sama lainnya. "Kan udah gue bilang, tahan tawa tuh nggak bisa dibuat nentuin siapa yang bakal bayarin kita hari ini. Mending kita hompimpa buat nentuin siapa yang bakal bayarin makanan ini," celetuk Adam.

"Kagak mau lah gue. Gue udah tau akal busuk lo berdua. Lo berdua bakal janjian kan, sama-sama punggung tangan atau telapak tangan. Terus akhirnya gue yang kalah. Nggak usah ngibulin gue deh, nggak mempan," protes Adit yang membuat Adam dan Raden memasang cengiran lebarnya.

"Yaudah lah, bayar sendiri-sendiri aja. Sini duitnya, biar gue yang bayarin," ucap Raden. Setelah uang terkumpul, Raden segera masuk ke dalam restoran untuk membayar pesanannya dan juga kedua temannya itu. Setelah selesai, mereka bertiga segera meninggalkan restoran untuk menuju kerumah Raden. Maklum nenek Raden datang mengunjunginya dan membuat banyak makanan serta camilan, maka dari itu Raden memboyong teman-temannya ke rumahnya.

"Berati kalian nanti juga satu sekolah lagi yo?" tanya Nek Ima, nenek Raden, kepada ketiganya.

"Kalau Adit sama Raden sih satu sekolah Nek. Nggak tau kalau Adam, masih bingung katanya," jawab Adit.

"Bingung kenapa to? Yang penting rajin, patuh sama guru, pasti semuanya lancar," nasehat Nek Ima dengan logat Jawa yang lumayan kental.

"Iya nek. Nanti malem Adam bakal diskusiin sama orang tua Adam," jawab Adam.

"Ya wes. Nenek masuk kedalam dulu yo. Nenek doain lancar semua sampe nanti kalian lulus."

"AAMIINNN!" seru ketiganya dengan kompak.

"Eh lo berdua jadi di SMA KENCANA?" tanya Adam setelah Nek Ima masuk kedalam.

"Iyalah, gue sama Adit udah daftar. Minggu depan ambil seragam," jawab Raden.

"Lo jadi SMA PERMATA? Kalau iya, pokoknya lo nggak boleh lupa sama kita. Mentang-mentang beda sekolah trus lupa sama gue, sama Raden," timpal Adit.

"Nggak tau. Tergantung bokap sama nyokap aja lah gue. Bingung," jawab Adam.

"Gue saranin sih lo ke SMA KENCANA aja. Biar sekalian 6 tahun ketemu Stella terus," usul Raden yang membuat Adam tersedak. "Stella juga di SMA KENCANA?" tanya Adam tak percaya.

"Iya. Lo emang kagak tau? Gue sih tau dari Adit, dia kan temen sekelasnya Stella," jawab Raden sambil menunjuk Adit yang sedang lahap memakan masakan Nek Ima. Sementara Adam hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja, pertanda paham.

Namun diam-diam Adam berfikir. "6 tahun bareng Stella? Badan gue hancur kayak gimana ntar. Hih! Dasar Stella, jelmaan Hulk," batinnya bergidik ngeri.

Sementara itu, "ADUH! SAPA NIH GIBAHIN GUE!" pekik Stella yang membuat Stevan terjingkat kaget. "Kenapa sih?! Heboh mulu," kesal Stevan kepada adik satu-satunya itu.

"Lidah gue kegigit bang. Ada yang lagi gibahin gue. Kurang kerjaan banget gibahin orang siang bolong begini," jawab Stella dengan kesal.

"Itu cuma mitos. Lidah kegigit karena ada yang lagi gibahin itu cuma mitos. Percaya banget lo sama hal begituan," ucap Stevan.

"Eh gue tuh spesial. Gue bisa tau ada orangnya yang lagi gibahin gue," sahut Stella tidak terima.

"Nasi goreng kali spesial," jawab Stevan malas.

"Bodo amat lah. Susah emang ngomong sama manusia purba kayak elo!" kesal Stella yang langsung pergi meninggalkan Stevan untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Dasar cewek. Kalau lagi PMS udah mirip gerandong. Walaupun bener, tetep aja salah. Ribet!" gumam Stevan sebelum ia mengambil remote TV untuk mengganti saluran TV yang ia inginkan.

---
Hai, terimakasih sudah membaca part ini😁

So, gimana? Ada kritik atau saran? Bisa tulis di kolom komentar ya :) Jangan lupa juga buat vote ya😉

Chasing You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang