Seperti yang tadi direncanakan, setelah Stella selesai latihan dan sampai dirumahnya, Stella langsung membersihkan dirinya. Buku-buku miliknya atau pun buku-buku yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah Stella bawa. Novi dan Abi sempat melarang Stella, mengingat Stella belum istirahat sama sekali, namun Stella berusaha meyakinkan jika dirinya itu akan baik-baik saja. Lagi pula ini hanya ke cafe, bukan mendaki atau yang lainnya.
"Kalian berdua baru dateng ya?" tanya Bunga saat Stella dan Stevan baru saja sampai di parkiran.
"Iya, Kak. Baru aja sampe," jawab Stella.
"Lo dianter siapa, Nga? Kok gue nggak keliatan bokap lo?" tanya Stevan celingukan.
"Naik taksi online. Papa lagi banyak kerjaan," jawab Bunga. "Ini Bang Stevan kayaknya udah hafal banget sama kebiasaannya Kak Bunga. Pokoknya nanti dirumah gue bakal interogasi Bang Stevan. Enak aja dia nyuruh saling terbuka tapi dia sendiri yang nutup-nutupin pacarnya," batin Stella.
"Heh! Ayo masuk. Kesambet baru tau lo!" ucap Stevan gemas melihat Stella bengong dan tidak bergerak sama sekali dari tempatnya berdiri. Padahal Bunga sudah beberapa kali memanggilnya.
Mendengar kata-kata yang berkaitan dengan hal mistis, Stella langsung berdiri di samping Stevan. Sepertinya sudah pernah Stella bahas sebelumnya, walaupun dirinya galak seperti ini, ia tetap takut dengan yang namanya 'hantu'.
Ketiganya langsung mencari lokasi strategis yang enak untuk belajar, terutama Stevan dan Bunga keduanya saling mengedarkan pandangan sampai akhirnya keduanya serempak memilih meja pojok dengan kursi empuk yang saling berhadapan. "Ya ampun, males banget belajar. Capek!" gerutu Stella dalam hati sambil berjalan mengekori Stevan dan Bunga, persis seperti babu mereka berdua, ditambah lagi bawaan Stella yang sangat melebihi batas menambah kesan babu tersendiri baginya.
Namun sedetik kemudian Stella sadar, "Inget tujuan utama lo Stella. Pedekate dengan Kak Faldo!"
Akhirnya Stella duduk di hadapan Stevan dan Bunga sambil menghela nafasnya. Tanpa basa basi ia memanggil pelayan untuk memesan minuman dan juga makanan yang tidak terlalu berat. Hanya lemon tea kesukaannya dan kentang goreng. Stevan dan Bunga memilih untuk tidak ikut memesan makanan, katanya nanti saja. Wajar saja, Stevan tadi sudah makan dirumah saat menunggunya mandi setelah selesai latihan, berbeda dengan Stella yang hanya sempat mencomot selembar roti tawar sebelum akhirnya mereka berangkat ke cafe.
"Sorry telat. Macet banget tadi," ucap Faldo setelah duduk di samping Stella. Dalam jarak yang sedekat ini, aroma parfum khas dari Faldo mulai menyeruak masuk ke hidung Stella dan membuatnya melting seketika. Bahkan mata Stella rasanya sulit sekali untuk berpaling dari wajah Faldo yang ternyata dilihat dari samping pun tetap tampan.
"Permisi mbak, pesanannya."
Stella terkesiap, untung saja ia disadarkan sebelum Faldo memergokinya. Bisa-bisa muka Stella akan menjadi merah seperti kepiting rebus. "Makasih mbak," ucap Stella membalas ucapan pelayan sebelumnya.
"Lo berdua nggak pesen?" tanya Faldo kepada Stevan dan Bunga. Bunga menggeleng, "Aku kalau malem jarang makan, Kak."
"Gue tadi udah makan, sambil nunggu Stella mandi habis latihan," jawab Stevan. "Lo sendiri nggak ikutan pesen?" lanjutnya.
Faldo menggeleng sambil melirik Stella sedetik dengan tersenyum. "Sama kayak lo. Gue udah makan."
"Ini beneran cuma gue yang pesen? Gue tadi belum sempet makan soalnya," ucap Stella tak enak hati. Masa iya hanya dirinya yang pesan makanan.
"Nggak papa kali, Stel. Kan emang kamu belom makan. Nanti sakit loh. Soalnya kamu keliatan capek banget," jawab Bunga yang membuat Faldo menoleh kembali ke arah Stella. Gadis itu memang terlihat kelelahan. Ralat, sangat kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You [END]
Teen FictionIni kisah tentang seseorang yang sedang memperjuangkan perasaannya. Tapi ternyata, yang diperjuangkan malah memperjuangkan yang lain. Dan yang sedang berjuang, ternyata lupa untuk sekedar sadar jika disekitarnya ada yang juga sedang memperjuangkan...