"Kurang ke atas itu, La."
"Aduh lo gimana sih? Cepetan, masa masang gitu doang lama banget!"
"Lo ngapain aja sih? Lam—"
"Ya gue nggak nyampe, bego! Kenapa nggak lo aja yang naik buat masangin ini sendiri?" kesal Stella.
"Yaudah lo turun aja. Biar gue yang masangin," jawab Stevan.
Keduanya memang tengah bersiap untuk merayakan Hari Natal. Menghias rumah dengan lampu kelap-kelip, lalu menghias pohon natal, dan juga menyiapkan kado untuk orang-orang terdekatnya.
"Gue mau ke mall nih. Kado buat Kak Bunga belum dapet. Lo ikut kagak?" tanya Stella kepada Stevan yang masih sibuk menghiasi pohon natal yang sebenarnya tidak terlalu tinggi dan besar itu.
"Tunggu. Gue ikut," jawab Stevan.
Keduanya pun langsung berangkat menuju mall terdekat. Sesampai disana, Stella langsung kabur menuju sebuah toko yang didominasi oleh warna pink untuk mencarikan Bunga kado.
"Lo kan yang temennya Kak Bunga dari lama. Dia suka apaan? Mana tau gue cewek kayak dia suka apa," ucap Stella kepada Stevan.
"Ya mana gue tau. Lo kan yang sesama kaum cewek, harusnya lebih ngerti dong," balas Stevan.
"Lo ngehina?!"
"Apa—"
"Permisi, mbak, mas. Ada yang bisa dibantu?"
Keduanya langsung menoleh kearah pegawai toko yang sedang memasang senyuman ramahnya. "Gini mbak, adek saya mau nyari kado natal buat temennya. Kira-kira bisa dibantu nggak, mbak?" tanya Stevan mendahului Stella.
"Sangat bisa, mas."
"Kira-kira temennya mbak, suka apa?" lanjut pegawai toko itu sambil menatap Stella dengan senyuman ramahnya.
Stella menggaruk tengkuknya bingung, "Saya nggak tau temen saya ini suka apa, jadi saya jelasin aja ya, mbak, dia kayak gimana. Dia itu cewek, cantik, imut, feminim banget, tapi juga dewasa. Jarang pake jepit-jepitan gitu, rambutnya selalu digerai, orangnya sederhana, kalem juga, satu lagi, dia orangnya polos banget, mbak," jawab Stella.
Pegawai toko itu tampak bingung beberapa saat, sebelum akhirnya ia kembali tersenyum ramah kepada Stella. "Kalau gitu, sebentar ya, mbak. Saya carikan dulu barang-barang yang mungkin cocok untuk temen, mbak."
"Apaan sih? Lo tuh nggak ngejawab pertanyaan mbaknya," bisik Stevan setelah pegawai itu pergi dari hadapan keduanya.
"Udah gue jawab, emang gitu kan? Mau gue jawab apa lagi?!" jawab Stella kesal. Stevan mulai membuka mulutnya untuk membalas ucapan Stella, namun ia urungkan niatnya karena pegawai toko itu sudah kembali dengan beberapa barang-barang ditangannya.
Ada dompet berwarna putih, lalu bando polos berwarna kuning, jaket flanel berwarna pink, dan juga jam tangan berwarna biru muda. Meninggalkan urusan perdebatan mereka beberapa detik yang lalu, kini keduanya malah saling berdiskusi, hingga akhirnya setelah memikirkan beberapa pertimbangan, pilihan Stella jatuh kepada jam tangan berwarna biru muda itu.
"Langsung pulang kan? Bunda pasti ngomel kalau kita pulangnya lama," ucap Stevan setelah mereka berdua keluar dari toko itu.
"Iy—"
"STELLA!"
Stella dan Stevan kompak menoleh kesamping. "Eh ada Bang Stevan juga," cengir Adit yang membuat Stevan tersenyum juga.
"Lo semua ngapain disini? Ngikutin gue?!" tanya Stella galak.
"Eh nggak. Kita tuh kesini mau nyari keperluan buat mendaki besok," jawab Adit. Raden dan Adam hanya mengangguk menyetujui ucapan Adit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You [END]
Teen FictionIni kisah tentang seseorang yang sedang memperjuangkan perasaannya. Tapi ternyata, yang diperjuangkan malah memperjuangkan yang lain. Dan yang sedang berjuang, ternyata lupa untuk sekedar sadar jika disekitarnya ada yang juga sedang memperjuangkan...