Sesampainya dirumah Stella, Adam kembali membantu Stella untuk berjalan memasuki rumahnya. "Loh Adam?" ucap Novi tak percaya.
"Ya ampun. Kamu kenapa lagi?" tanya Novi kini beralih kearah Stella. "Keserempet, Bun," jawab Stella apa adanya.
"Yaudah ayo masuk. Bunda ambilin kotak obat dulu," ucap Novi sambil membuka pintu rumahnya lebih lebar agar Stella dan Adam dapat masuk kedalam.
Adam melirik Stella yang berjalan dengan tertatih-tatih sambil meringis kecil. "Gue kira lo tahan luka, ternyata kesakitan juga ya," ucap Adam sambil membantu Stella duduk di sofa rumahnya.
"Lo kira gue robot?!" tanya Stella galak. Adam menyengir lebar.
"Sini Bunda bersihin lukanya," ucap Novi yang datang dengan membawa kotak obat dan juga beberapa kapas.
"Biar saya aja, Tante. Boleh kan?" tanya Adam ramah dan membuat Novi terkejut. "Boleh kok. Kalau gitu Tante ambilin minum dulu ya," jawab Novi yang langsung pergi setelah memberikan kotak obat itu kepada Adam.
"Sini. Gue sendiri aja," ucap Stella ketus sambil berusaha mengambil kotak obat yang ada di tangan Adam.
"Nggak. Biar gue aja," tolak Adam.
"Kenapa? Lo pasti mau ngerjain gue kan? Lo bakal neken-neken luka gue biar gue makin kesakitan kan?" tanya Stella galak dan beruntun.
Adam menyentil dahi Stella. "Kebanyakan drama!"
"Siniin tangan lo," ucap Adam setelah menetesi kapas dengan obat merah. "Nggak!"
"Ah, lama." Adam memegang tangan Stella dengan pelan lalu mulai menempelkan kapas ke luka Stella yang berada di sikunya.
"Aduh. Sakit bego. Pelan-pelan!"
Adam mendengus kesal mendengar umpatan Stella. Ia pun memelankan gerakan tangannya yang sedang membersihkan luka Stella sambil meniup-niupnya juga. "Cowok udik ini, mau bikin gue baper atau gimana sebenernya? Gini-gini gue juga cewek yang bisa baperan," batin Stella melihat keseriusan dan kehati-hatian Adam.
"Iya gue tau gue kece. Tenang, hati gue udah mulai jadi milik lo kok," ucap Adam yang membuat Stella memasang muka jijiknya.
"Kece. Kece. Kecoa Cebol?!"
"Anjir. Kenapa kepanjangannya jadi kayak gitu?" tanya Adam sambil menutup luka Stella dengan kapas dan di plester.
Stella mengendikkan bahunya. "Suka-suka gue lah."
Kini Adam ganti untuk mengobati luka yang ada di lutut Stella. "Jangan diteken. Sakit," ucap Stella menjauhkan lututnya dari jangkauan Adam.
"Iya. Udah, siniin lutut lo."
Stella masih menjauhkan lututnya. Ini benar-benar sakit dan perih, pasti nanti rasanya akan lebih sakit dan perih dua kali lipat dari sebelumnya. "Nggak mau. Sakit!" ucap Stella menolak.
Adam mengembuskan napasnya panjang. Ia lalu mengganti posisinya menjadi berlutut didepan Stella. "Gue tiupin," ucap Adam sambil membawa lutut Stella mendekat kearahnya. Perlahan ia mulai mendekatkan kapas yang sudah ditetesi obat merah ke luka Stella dan membersihkannya. Dengan telaten Adam membersihkan luka Stella sambil meniupnya. "Udah. Ini perih banget!" ucap Stella berusaha menjauhkan lututnya kembali namun segera ditahan oleh Adam.
"Di tutup dulu pake kapas."
"Perih. Nggak usah. Atau gue nangis nih!" ancam Stella.
"Emang cewek kayak lo bisa nangis?" tanya Adam dengan nada tidak percaya yang dibuat-buat.
"Gua tonjok juga muka kacep lo lama-lama!" kesal Stella. Sontak saja Adam langsung melihat kearah Stella dengan tatapan jahil. "Thanks. Secara nggak langsung lo bilang gue cakep."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You [END]
Teen FictionIni kisah tentang seseorang yang sedang memperjuangkan perasaannya. Tapi ternyata, yang diperjuangkan malah memperjuangkan yang lain. Dan yang sedang berjuang, ternyata lupa untuk sekedar sadar jika disekitarnya ada yang juga sedang memperjuangkan...