Seragamnya rapi namun sedikit kebesaran, kaus kakinya juga berwarna putih panjang seperti aturan MOS yang sudah di persiapkan, sepatunya berwarna hitam seperti aturan sekolah pada umumnya, dan rambutnya dikuncir pony tail seperti kebiasaan Stella setiap harinya. Wajahnya bersih tanpa bedak, tanpa lip tint, tanpa blush on, tanpa pelembab, dan tanpa apapun itu, ia hanya mengandalkan cuci muka saja.
Hari ini, hari pertamanya masuk SMA. Hari dimana dirinya akan dapat merasakan masa-masa putih abu-abu yang sangat dinantikan oleh semua remaja. Masa dimana remaja-remaja akan merasakan jatuh cinta. Masa dimana remaja-remaja akan sering hangout bareng temen dan seru-seruan bareng di setiap harinya. Ya, semua orang pasti akan berfikiran seperti itu, masa SMA adalah masa-masa yang paling indah didalam kehidupan.
"Rambutnya nggak mau digerai aja, La? Bunda benerin sini," tawar Novi ketika Stella sudah duduk di meja makan bersama Stevan dan Abi.
"Nggak, Bunda. Nanti kan panas-panasan, gerah," jawab Stella. "Yaudah. Cepetan sarapan, nanti telat."
"Nanti kita pulangnya agak telat ya, Bun. Aku ada rapat sama anak OSIS," ucap Stevan meminta ijin.
"Iy—"
"Kok kita? Lo aja, gue mah pulang," serobot Stella cepat. "Kan kamu bareng sama Stevan. Jadi gimana kamu mau pulangnya duluan," jawab Abi.
"Naik angkot. Naik ojek. Banyak kok kendaraan umum lainnya. Ayah sama Bunda tenang aja, nggak bakalan nyasar kok kalau naik kendaraan umum."
Ketiganya saling tatap menatap, sampai akhirnya Abi membolehkan Stella untuk naik angkutan umum saat nanti pulang sekolah. Kasian juga jika Stella harus menunggu Stevan yang entah sampai jam berapa rapatnya selesai.
Setelah selesai sarapan, Stella dan Stevan langsung berpamitan untuk berangkat. Lebih tepatnya Stevan yang takut telat, maklum, ketua panitia MOS sekaligus ketua OSIS nggak boleh telat, harus perfect pokoknya. Selama dalam perjalanan pun Stevan sangat fokus terhadap jalanan, tapi tunggu! Jangan pikir jika motor sang ketua panitia MOS sekaligus ketua OSIS yang berusaha tampil perfect ini mengendarai motor ninja seperti idaman para cewek pada umumnya. Tidak, Stevan mengendarai motor matic biasa, motor yang merupakan hadiah ulang tahunnya yang ke 15 dari Abi dan Novi.
"STELLA!"
Stella dan Stevan sama-sama terkejutnya, namun orang yang menyapa Stella malah memasang cengiran lebarnya sambil melambaikan tangannya ke arah Stella. "GUE TUNGGU DI SEKOLAH YA!" teriak Adit sebelum Raden melanjukan motornya lebih cepat. Disusul dengan Stevan yang juga menambah kecepatan motornya agar mereka berdua segera sampai di sekolah. Kenapa? Tentu saja banyak yang harus disiapkan oleh Stevan sebelum acara MOS dibuka pada pukul 7.15 pagi nanti.
"Ikut gue aja ke ruang panitia. Ini masih sepi juga," ucap Stevan yang langsung ditolak oleh Stella. "Nggak usah deh, bang. Gue nyari Adit aja."
"Yaudah kalau gitu. Gue duluan ya. Kalau ada apa-apa telfon gue aja." Stella mengangguk cepat yang menguat Stevan tersenyum kecil sebelum dirinya melangkah pergi menuju ruang panitia. Sementara itu Stella langsung mengambil HP-nya untuk menelfon Adit.
"Lo dimana?"
"..."
"Gue nyusul. Lo jangan kemana-mana."
Stella segera memasukkan HP-nya ke dalam tas dan berjalan ke tempat dimana Adit berada. Ya, disini ia hanya kenal 3 orang, Adit, Raden, dan pastinya Stevan, selebihnya ia tidak kenal. Mungkin ada juga beberapa teman satu sekolahnya yang juga sekolah disini, tapi ia tidak kenal, bahkan di SMP saja dirinya tidak mempunyai teman akrab.
Siapa sih yang mau temenan sama cewek tomboi, galak, dan jago mukulin orang seperti Stella? Imagenya menjadi cewek baik-baik hancur begitu saja saat awal MOS masuk SMP, dimana Adam mulai mencari gara-gara dengan Stella.
Flashback.
Duk.
Stella meringis saat sebuah botol plastik bekas mengenai bahu kirinya. Dengan kesal, Stella membalikkan badannya mencari siapa pelaku pelempar botol plastik bekas yang sudah mengenai bahunya. Tak ada gerak gerik yang mencurigakan dari beberapa anak disekitarnya, kecuali dia, cowok yang tiba-tiba berlari kearahnya, atau lebih tepatnya ke arah botol plastik bekas itu dan mengambilkan.
"Tuh botol punya lo?" tanya Stella menghentikan gerakan cowok itu.
"Iya. Kenapa?" jawab cowok itu dengan menatap Stella dengan tatapan tak bersahabat.
"Jadi lo yang ngelempar botol plastik itu ke gue?"
"Ngelempar? Gue dari tadi nendang botol ini, bukan ngelempar."
"Terserah lo deh. Yang jelas botol punya lo itu kena bahu gue!" kesal Stella.
"Lo aja yang nggak hati-hati. Gue dari tadi juga udah disini. Nggak ada satu pun anak yang kena timpuk sama botol ini," balas cowok itu.
"Maksud lo gue yang salah gitu?!" teriakan Stella menggema, sehingga membuat beberapa pasang mata menoleh kearahnya.
"Iya lah. Gue juga milih tempat buat main sepak botol. Dari tadi di lapangan ini nggak ada anak yang lewat sama sekali. Kenapa bisa lo tiba-tiba bilang kalau botol gue nimpukin bahu lo? Atau jangan-jangan lo mau fitnah gue ya?"
Stella makin mengeram kesal. Dengan cepat Stella maju selangkah dan langsung mendorong dada cowok didepannya ini dengan kuat hingga cowok itu tersungkur. "Lo apa-apaan sih?!" ucap cowok itu tidak terima dengan perlakuan Stella kepadanya.
"Lo yang apa-apaan! Udah tau salah malah nyalahin orang. Cari gara-gara ya lo sama gue?!"
Beberapa anak sudah mulai mendekat dan mengerumuni mereka berdua.
Cowok itu bangkit, dan membalas ucapan Stella. "Bukannya lo yang sengaja fitnah gue?!"
"ELO YA!"
Bugh.
Stella menendang kaki cowok didepannya dengan ganas dan mengakibat cowok didepannya itu mengerang kesakitan. "Bisa nggak sih nggak usah kasar?!" teriak cowok itu dengan kesal.
"Gue nggak akan kasar kalau bukan lo yang mulai," jawab Stella dengan nada mengintimidasi.
"Bukannya elo duluan yang fitnah gue?!" balasnya tak terima.
"Fit—"
"APA-APAAN INI? KALIAN BERDUA IKUT IBU KE RUANG BK SEKARANG! YANG LAIN BUBAR! MASUK KELAS!"
Semula banyak anak yang mengelilingi mereka berdua, kini langsung bubar mendengar teriakan dari Bu guru gendut yang menyeramkan. Dengan segera Stella mengikuti guru gendut itu ke ruang BK, cowok itu juga mengikuti keduanya di belakang, mungkin menjaga jarak aman dengan Stella, takut dianiaya kembali.
Dan sejak insiden itu, Stella mengetahui jika cowok bernama Adam sudah mengibarkan bendera perang kepadanya. Dan karena Adam juga, banyak yang takut dengan Stella, sehingga selama 3 tahun Stella tidak memiliki 1 pun teman akrab seperti anak cewek pada umumnya.
---
Haloo, i'm back!Terimakasih sudah membaca part ini💕
Gimana sama part ini? Kritik dan sarannya aku terus tungguin kok☺️ Jangan lupa juga buat klik tanda bintangnya 🌠
See you on the next part😘 —Van.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You [END]
Teen FictionIni kisah tentang seseorang yang sedang memperjuangkan perasaannya. Tapi ternyata, yang diperjuangkan malah memperjuangkan yang lain. Dan yang sedang berjuang, ternyata lupa untuk sekedar sadar jika disekitarnya ada yang juga sedang memperjuangkan...