Chap 4

632 57 0
                                    

Setelah tadi Stella mengatai Stevan dengan sebutan 'manusia purba', ia masuk ke kamarnya untuk bermain HP namun ujung-ujungnya ia malah ketiduran. Dan sekarang, pukul 4 sore, Stella baru terbangun dari tidur siangnya. Dengan satu tangan ia menutupi mulutnya karena menguap, dan tangan satunya lagi ia gunakan untuk mencari HP-nya dibawah bantal.

Sekilas ia hanya membuka aplikasi WhatsApp, satu-satunya aplikasi sosial media yang ada di HP-nya itu. Bukan karena HP Stella tidak canggih, tapi karena ia memang sangat jarang untuk membuka HP. Jadi, buat apa ia membuat banyak akun sosial media yang mungkin tidak akan pernah ia buka. Seperti biasa, WhatsApp-nya memang tidak pernah ramai, mungkin hanya grup kelasnya saja yang menjadi notif rutinan di ponselnya.

Namun sekarang, grup kelasnya itu menjadi sepi, mungkin karena mereka sudah lulus dan sudah terpisah-pisah di sekolah yang menjadi tujuan utama masing-masing. Karena sama sekali tidak ada pesan yang masuk di HP-nya, Stella pun beranjak untuk menuju ke kamar mandi. Namun belum sempat ia turun dari kasur, suara dentingan dari HP-nya yang menandakan jika dirinya mendapatkan sebuah pesan WhatsApp baru.

Akhirnya Stella mengambil kembali HP-nya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan WhatsApp itu.

Pak Alan: Stella, jangan lupa latihan dimulai jam 5 sore.

"Latihan? Ya ampun?!" pekiknya kaget. Dengan segera ia menyambar handuknya dan mandi dengan kecepatan kilat. Setelah selesai mandi dan ganti baju, dengan lihai ia mengambil tasnya dan memasukkan barang-barang yang ia perlukan. Handuk, jaket, parfum, HP, dan barang-barang lainnya.

"BUNDAAA STELLA ADA LATIHAN JAM 5," teriaknya keras sambil terus mondar-mandir menyiapkan segala keperluannya. Bahkan Stellah tak dengar apakah Novi meresponnya atau tidak, ia hanya fokus menyiapkan segala keperluannya dan berusaha agar tidak ada yang tertinggal.

Setelah dirasa cukup Stella keluar dari kamar sambil menguncir kuda rambutnya. "Kurang setengah jam lagi. Buat perjalanan aja kayaknya nggak cukup. Makanya kamu tuh kalau ada jadwal di inget-inget. Kebiasaan banget," omel Novi sambil menutup botol minum berwarna biru itu saat Stella berjalan menuju kearahnya.

"Maaf Bunda. Stella tadi ketiduran. Yaudah Stella berangkat dulu Bun," pamit Stella setelah menerima dan memasukkan botol minumnya kedalam tas.

"Yaudah hati-hati. Jangan ngebut bawa motornya."

Saat perjalanan Stella hanya bisa terus berdoa agar dirinya tidak terlambat. Bisa bahaya jika dirinya terlambat di latihan kali ini, ia sudah berjanji selama liburan dirinya tidak akan pernah terlambat datang latihan. Selain itu, Pak Alan tidak ada segan-segan menambah waktu latihan Stella selama 1 jam jika dirinya datang terlambat. Meskipun hanya terlambat 5 menit tetapi ia akan menghukum Stella dengan menambah waktu latihan selama 1 jam.

"Jam 5 kurang 3 menit," batin Stella setelah melihat jam tangannya sembari berjalan dengan tergesa-gesa untuk masuk ke ruang latihannya.

"PAK ALAN STELLA NGGAK TELAT NIH!" teriaknya nyaring saat ia melihat pengajarnya yang sedang mengobrol dengan beberapa murid lainnya.

"Padahal saya sudah siap buat ngehukum kamu lagi. Karena hukuman kamu kali ini spesial," goda Pak Alan.

"Apaan pak? Tambahan latihan 1 setengah jam ya?" tebak Stella.

"Bukan. Lari keliling lapangan 20 kali."

"Buset! Ya mending saya tambahkan latihan 1 jam dari pada lari keliling lapangan 20 kali. Kalau tambahan latihan bisa istirahat. Kalau lari mana bisa istirahat," kesal Stella yang membuat Pak Alan terkekeh pelan. Bahkan beberapa teman latihannya pun juga ikut tertawa.

"Yasudah. Kita pemanasan dulu sebentar baru mulai latihan," ucap Pak Alan yang langsung diangguki oleh Stella dan yang lainnya.

Pukul setengah 7 malam latihan Stella pun selesai. Namun jika yang lainnya langsung berberes untuk pulang, maka Stella lebih memilih untuk masuk keruang ganti. Ia ingin jalan-jalan sebentar ke Mall.

Tanpa mandi, dan hanya bermodalkan celana jeans panjang serta kaus berlengan pendek berwarna putih, Stella merasa siap untuk pergi ke Mall malam ini. Ditambah dengan balutan jaket jeans yang kebesaran, serta topi berwarna putih yang digunakan untuk menutupi rambutnya yang lepek karena berkeringat. Seperti biasa, latihan bela diri selalu membuatnya banyak berkeringat.

Merasa cukup dengan tampilannya, Stella keluar dari ruang ganti dan segera berjalan menuju motornya diparkir. Untuk sementara topinya ia lepas dan ia ganti dengan helm. Dalam perjalanan Stella sudah merencanakan makanan apa yang akan ia beli, ia akan jalan-jalan kemana saja, dan ia harus pulang jam berapa. Tetapi tiba-tiba—

"Jalannya ditutup? Mati gue. Gue nggak tau daerah sini," batin Stella bingung. Pasalnya jalanan ini saat ia berangkat latihan tidak ditutup, tapi kenapa sekarang bisa ditutup seperti ini. Terlebih ini bukan merupakan jalan raya utama yang Stella hafal seluk beluknya, tetapi menurut Stella ini cabang dari jalan raya yang jika dirinya salah mengambil jalan akan masuk ke perkampungan orang.

Dengan asal ia melajukan motornya mengikuti arah mobil depannya. Namun ternyata mobil depannya malah berhenti disebuah warung makan pinggir jalan. Akhirnya mau tidak mau Stella melanjutkan perjalanannya sendiri. Jujur saja, ia merutuki dirinya sendiri, kenapa bisa ia salah mengikuti orang seperti ini.

Tadi saat di pertigaan memang banyak kendaraan yang belok ke kiri, namun banyak juga yang belok ke arah kanan. Awalnya Stella bingung, namun karena ada satu mobil yang berbelok ke arah kanan maka Stella memutuskan untuk ikut berbelok ke arah kanan. Tetapi ternyata mobil itu ingin berhenti di sebuah warung makan yang berada di perkampungan yang cukup sepi ini.

Stella berjalan dengan sangat pelan, berharap ada satu saja motor yang lewat dan mungkin dapat membantunya keluar dari perkampungan ini. Mau putar balik lagi Stella juga tidak yakin ia hafal dengan jalan yang ia lalui. "Kalau gue sampe nyasar terus nggak bisa pulang bisa mampus gue," batinnya takut.

Drrtt. Drrtt.

Stella menepi didepan sebuah pos yang berada di sekitar tanah kosong di banyak ditumbuhi alang-alang dan juga beberapa pohon pisang. Gelap, sepi, dan menakutkan. Dengan segera ia mengambil HP disakunya dan mengangkat telfon itu tanpa melihat siapa yang menelfonnya.

"Kamu dimana? Kok belum pulang. Katanya cuma beli makan," ucap Novi. Dari suara Stella tau jika bundanya itu sedang merasa khawatir dan juga kesal.

"Stella nyasar Bun. Tadi jalannya ditutup, terus Stella salah ngikutin mobil," jawab Stella sambil celingukan berharap ada satu saja seseorang yang lewat agar ia bisa bertanya jalan mana yang harus ia lewati untuk bisa kembali ke jalan raya utama.

"Kok bisa?! Terus sekarang kamu dimana?" tanya Novi yang mulai meninggikan suaranya.

"Bunda jangan marah-marah dong. Stella juga pusing disini sepi banget. Dari tadi Stella nggak liat orang sama sekali."

"Lo coba kirim lokasi. Ntar gue yang nyusul, lo jangan kemana-mana," ucap Stevan. Sepertinya Stevan mengambil HP Novi untuk berbicara dengan adiknya.

"Iya Bang," jawab Stella yang langsung mematikan telfonnya. Dengan segera ia mengirimkan lokasinya saat ini kepada Stevan. Dan karena itu, mau tidak mau Stella harus menunggu Stevan disini, di sebuah pos minim penerangan yang berada di tanah kosong yang gelap dan menakutkan.

Segalak-galaknya Stella, ia juga takut sama yang namanya hantu. Apalagi dia melihat ada beberapa pohon pisang, tubuhnya bergidik ngeri mengingat akan mitos tentang pohon pisang itu.

---
Aduh, masih newbie banget hehe. Untuk kritik atau sarannya masih aku tunggu ya😁 Jangan lupa buat klik tanda bintangnya ya.

Terimakasih❤️

Chasing You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang