Stevan, Faldo, dan Bunga mondar-mandir tak jelas didepan ruang kelas 11 IPA 1 yang menjadi tempat seleksi siswa kelas 10 dan 11 yang akan mengikuti olimpiade biologi. Pasalnya dari 30 anak yang ikut seleksi, hanya Stella yang belum keluar. Ia masih duduk di bangku paling depan sambil mengamati kertas ujiannya.
"Waktu seleksi sudah habis. Selesai atau tidak, silahkan dikumpulkan," ucap Pak Joko, guru pembimbing olimpiade biologi, dengan tegas kepada Stella. Stella terlihat menghela nafas panjang sebelum akhirnya ia berdiri dan mengumpulkan kertas ujiannya.
"Kamu boleh pulang. Dan ingat, hasil seleksi akan diumumkan lusa," ucap Pak Joko. Stella mengangguk, dan segera keluar dari kelas tanpa mengeluarkan suara.
Baru saja Stella membuka pintu, ketiga kakak kelasnya itu langsung menyerbunya dengan berbagai pertanyaan.
"Gimana, La?" tanya Stevan khawatir melihat wajah Stella yang tampak murung, apakah adiknya itu bisa mengerjakan soal-soalnya atau tidak.
"Kamu nggak papa? Pusing ya?" tanya Bunga khawatir sambil mengelus kepala Stella bak adiknya sendiri.
Dan yang terkahir, "Gimana tadi, Stel?" tanya Faldo.
Stella menatap ketiganya bergantian, lalu menggeleng pelan. "Gue nggak tau. Gue ngerjakan sebisa gue," ucap Stella lirih.
Tiba-tiba Faldo berdiri dihadapannya sambil memegang kedua bahu Stella dan menundukkan tubuhnya agar sejajar dengan tinggi Stella. "Gue yakin lo bisa, Stel. Hampir semua soal yang kemarin gue kasih, lo bisa ngerjain. Kita semua tau gimana usaha lo selama ini, lo harus yakin kalau usaha nggak bakal ngehiatin hasil. Kalau pun lo belum beruntung kali ini, itu nggak masalah."
Faldo diam sejenak namun masih tetap menatap Stella dalam sambil menampilkan senyuman indah yang menghiasi wajahnya. "Semangat ya. Lo udah hebat kok. Sekarang, janji sama gue apapun hasilnya lo harus tetep senyum," lanjut Faldo.
Faldo melepaskan salah satu tangannya dari bahu Stella lalu menyodorkan kelilingnya didepan wajah Stella. "Janji sama gue ya," pintanya.
Stella tersenyum lalu mengangguk. "Iya, gue janji," jawab Stella sambil mengaitkan kelingking di kelingking Faldo.
"Nah gitu dong. Lo lebih cantik kalau senyum kayak gini."
Aduh, Stella melting.
"Minggir minggir," usir Bunga melepaskan tangan Faldo dari bahu Stella. Ia kini ganti berdiri didepan Stella dan langsung memeluknya. "Aku ngerasa kayak punya adek cewek kalau liat kamu. Makanya, aku nggak mau liat adek aku murung kayak gini. Bener kata Kak Faldo, kamu harus tetep senyum. Harus tetep galak biar nggak digodain sama Adam."
Stella tersenyum mendengar penuturan Bunga. Apalagi kalimat terakhirnya. "Adam udah nggak pernah gangguin gue lagi kok, Kak. Udah tobat dia. Habis kerasukan jin botol," jawab Stella bergurau setelah Bunga melepaskan pelukannya.
Deheman Stevan membuat Bunga yang ingin mengatakan sesuatu pun tak jadi. "Ini yang jadi kakak kandungnya Stella lo berdua atau gue sebenernya?" sindir Stevan.
Faldo dan Bunga tertawa pelan. "Ya soalnya kita berdua sayang sama Stella. Ya kan, Kak?" tanya Bunga sembari menatap Faldo.
Faldo mengangguk. "Iya. Gue sayang sama Stella."
Deg! Tuhan, jangan bikin Stella melting sekarang.
"Kayak gue sayang sama adik gue sendiri."
Jedar!
Oke, ingatkan Stella jika di dunia ini masih berlaku hukum gravitasi.
"Stevan, Faldo. Bisa ikut saya sebentar?" ucap Pak Joko yang baru keluar dari kelas 11 IPA 1. Stevan dan Faldo segera mengangguk dan mengikuti Pak Joko dari belakang. Namun sebelum Stevan melangkah, ia menatap Stella dan Bunga secara bergantian. "Kalian disini aja, ntar gue sama Faldo balik lagi kesini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You [END]
Teen FictionIni kisah tentang seseorang yang sedang memperjuangkan perasaannya. Tapi ternyata, yang diperjuangkan malah memperjuangkan yang lain. Dan yang sedang berjuang, ternyata lupa untuk sekedar sadar jika disekitarnya ada yang juga sedang memperjuangkan...