Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 2 menit yang lalu. Seisi kelas sudah mulai berisik karena ingin cepat-cepat pulang. Stella melirik Rina yang juga mengemasi barang-barangnya. Namun tanpa mengucap sepatah kata pun Rina langsung pergi keluar kelas seolah-olah Stella tidak ada disampingnya.
Stella mengerutkan keningnya bingung, aneh sekali teman sebangkunya ini. "Dia nggak mau temenan sama gue kali ya?" pikir Stella.
Pengumuman untuk semua panitia MOS agar segera berkumpul di ruang OSIS pun terdengar di seluruh penjuru sekolah melalui speaker-speaker yang terpasang. Stella melihat kakak pembimbing yang ada dikelas langsung bergegas keluar kelas seakan lupa jika ada Stella yang belum keluar dari kelas. Kini Stella sendirian di kelas, hanya terdengar suara helaan nafasnya dan suara jam dinding yang berdetak. Mungkin setengah jam lagi ia akan keluar kelas dan menunggu Stevan di depan ruang OSIS.
Stella mulai menelungkupkan kepalanya diatas lipatan tangan, ia butuh ketenangan sejenak untuk menahan rasa lapar yang sudah menjadi-jadi ini. Baru beberapa detik Stella merasakan ketenangan, tiba-tiba suara berisik Raden dan Adit memasuki indera pendengarannya.
"STELLAA! LO NGGAK PULANG?" teriak Adit sambil mengetuki jendela kelas Stella seperti saat istirahat tadi.
"AYO PULANG, LA!" ajak Raden yang ikut-ikutan berteriak. Akhirnya mau tidak mau Stella bangkit dan keluar dari kelasnya.
"Lo berdua duluan aja. Gue masih nungguin Bang Stevan rapat," ucap Stella.
"Terus lo nunggu dimana?" tanya Adit.
Stella mengendikkan bahunya. "Paling di depan ruang OSIS."
"Atau lo pulang bareng kita aja?" usul Adit yang langsung mendapat timpukkan dari Raden.
"Mana bisa sih, bego!" ucap Raden.
"Lo yang nyetir, terus belakang lo Stella, belakang sendiri gue."
"Ya lo pikir aja sendiri!" kesal Stella yang membuat Adit memasang cengiran lebarnya.
"Kalau gitu kita anterin aja lo ke ruang OSIS," usul Raden.
Stella mengernyitkan dahinya, "Emang lo tau dimana ruang OSIS?"
"Tau lahhh," jawab Raden dan Adit kompak. Sepertinya Raden dan Adit sudah school tour duluan, mungkin besok Stella akan minta diajak school tour juga dengan mereka berdua.
Seperti biasa, Raden langsung merangkul kedua temannya dan berjalan menuju ruang OSIS untuk mengantarkan Stella. Sepi, itulah yang Stella lihat ketika mereka sudah berada didepan ruang OSIS. Sayup-sayup terdengar suara orang yang sedang berdiskusi dari dalam, dan sudah jelas diantara suara-suara itu ada suara Stevan.
"Lo berdua pulang sana," usir Stella.
"Serius nih?" tanya Adit.
Stella tertawa kecil. "Ya serius. Lagian ini juga masih di sekolah, nggak bakal ada apa-apa juga."
"Yaudah kalau gitu. Gue sama Raden balik duluan ya," ucap Adit.
"Besok pagi kita tunggu di pinggir lapangan kayak tadi," lanjut Raden.
"Oke. Tiati lu berdua," jawab Stella. Adit dan Raden pun langsung berjalan meninggalkan Stella yang sendirian duduk di depan ruang OSIS.
Stella hanya bisa duduk dan menyandarkan punggungnya di tembok tanpa melakukan apapun kecuali bernafas dan berkedip. HP-nya mati, beruntung ia sudah mengirimkan pesan kepada Novi jika dirinya akan pulang bersama Stevan saja. Stella mengamati sekitarnya, lorong ini sepi, bahkan tidak ada satupun guru atau siapapun yang lewat, mungkin memang sudah pulang, mengingat bel pulang dibunyikan sejak beberapa menit yang lalu.
Sering kali juga Stella melirik pintu ruang OSIS yang tertutup rapat, rasanya ia ingin mengetuk pintu itu dan memanggil Stevan untuk diantarkan pulang atau meminta uang kepada Stevan agar ia dapat pulang dengan menaiki angkutan umum. Namun ia malas, belum tentu Stevan yang akan membukakan pintunya, dan sudah pasti semua orang yang ada di dalam ruangan ini akan memperhatikan Stella. Ah tidak, begini-begini Stella juga memiliki rasa malu.
Dan entahlah sudah berapa lama Stella duduk diam dan bersandar dengan mata yang beberapa kali mulai tertidur namun ia paksa membuka kembali. Tiba-tiba saja suara pintu yang terbuka membuat Stella langsung berdiri. "Akhirnya selesai juga," batin Stella. Namun harapannya pupus seketika saat yang keluar ternyata bukan Stevan, dengan kesal Stella segera duduk kembali.
"Loh dek, kenapa nggak pulang?"
"Nungguin Abang," jawab Stella tanpa melirik lawan bicaranya.
"Hah? Nungguin Abang? Maksudnya lo nungguin gue dek?"
Stella langsung berdiri dan menatap cowok ber-almamater OSIS ini dengan kesal. "Abang gue kali. Nafsu banget lo pingin di panggil Abang!" ucapnya ngegas.
"Ya tadi kan lo bilang kalau..."
Stevan mengerutkan dahinya saat mendengar suara ribut-ribut dari depan ruang OSIS, bahkan seisi ruangan pun ikut berbisik membahas suara ribut-ribut apa didepan. Akhirnya Stevan dan dua orang temannya pun keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi.
"Gua tampol juga lu!" ucap Stella kesal sambil melayangkan satu tangannya kearah cowok didepannya ini, sebelum akhirnya Stevan yang baru membuka pintu segera mencekal tangan Stella.
"Kenapa? Kok pake acara mau ngehajar anak orang?" tanya Stevan kepada Stella setelah melepas cekalan tangannya.
"Dia tuh nafsu banget mau di panggil Abang sama gue," jawab Stella kesal.
Dengan panik cowok didepannya ini mulai membuka suara. "Ng-nggak, Kak. Gue nanya baik-baik tapi dianya ngegas."
"Gue nggak bakal ngegas kalau bukan lo yang kepedean!" balas Stella. Stevan memijat kepalanya pusing, kenapa bisa Stella ada disini dan ribut dengan salah satu panitia lagi.
"Maafin adek gue ya. Dia emang lagi sensitif," ucap Stevan meminta maaf kepada adik kelas didepannya ini yang juga merupakan anggota panitia acara MOS ini.
"Sante aja, Kak. Kalau gitu gue ke kamar mandi dulu kak, nggak tahan," pamit cowok itu sebelum sejalan cepat menuju toilet.
Kini Stevan ganti menatap Stella dengan bingung. "Kok lo belum pulang? Bukannya lo pulang naik ojek atau angkot?"
"Emang tadi pagi lo dikasih duit jajan sama Bunda sama Ayah?" tanya Stella yang membuat Stevan sadar, mereka berdua tidak diberikan uang saku karena berangkat dengan terburu-buru.
Belum sempat Stevan menjawab, Stella sudah mulai bersuara kembali, "Gue minta duit buat bayar angkot. Mau pulang, laper."
"Bentar lagi gue selesai. Lo tunggu bentar aja."
Interaksi adik dan kakak itu tak luput dari pengelihatan banyak pasang mata yang berada di ruangan OSIS itu. Bahkan 2 teman Stevan yang tadi ikut membuka pintu untuk mengecek ada keributan apa didepan hanya bisa diam mengamati interaksi Stevan dan Stella.
"Gue masuk dulu. Lo tungguin bentar," ucap Stevan yang hanya diangguki oleh Stella dengan pasrah. Stevan pun mengajak masuk dua orang temannya kembali kedalam ruang OSIS untuk segera menyelesaikan rapatnya.
"Maaf, adek gue bikin insiden kecil didepan," ucap Stevan kepada seluruh panitia yang ada di ruang OSIS ini.
---
Heyyo, i'm back! Setelah acara MOS aku kelar, aku baru bisa lanjut nulis lagi :(Btw, Malming banget kannn updatenya😂 cocok banget buat kamu semua yang besok nggak ada jadwal date sama pacarnya karena PSBB.
Tapi, oke, lagi dan lagi aku minta maaf karena update terlalu malam :( aku harap kalian semua enjoy sama bab ini ya. Jangan lupa untuk tinggalin bintang kalian disini. Sampe ketemu di bab selanjutnya.
-With love, Van.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You [END]
Teen FictionIni kisah tentang seseorang yang sedang memperjuangkan perasaannya. Tapi ternyata, yang diperjuangkan malah memperjuangkan yang lain. Dan yang sedang berjuang, ternyata lupa untuk sekedar sadar jika disekitarnya ada yang juga sedang memperjuangkan...