Chap 5

598 54 0
                                    

Sudah 10 menit Stella diam sambil terus mengecek HP-nya. Tubuhnya sudah beberapa kali merinding namun Stella berusaha untuk tetap berfikir positif. "Ya ampun, jangan lama-lama dong Bang. Takut liat penampakan gue," batin Stella sambil terus menoleh ke arah belakang berharap Stevan cepat datang dan membawanya pergi dari sini.

Srek. Srek.

Bugh. Bugh.

Tubuh Stella langsung menegang. Namun ia langsung menenangkan pikirannya dan berusaha untuk menyibukkan dirinya dengan terus mengirim pesan kepada Stevan.

Bugh. Bugh. Akh.

Stella mengernyitkan dahinya. Tunggu, itu bukan suara menakutkan, itu seperti suara orang bekelahi. Atau jangan-jangan—

Akh. Bugh.

Stella langsung turun dari motornya, melepas helmnya, dan berlari melewati jalan kecil di samping pos menuju ke arah sumber suara. Dan benar, ada 2 orang berpakaian hitam dan seorang berbalut jaket abu-abu yang tengah saling pukul memukul. Stella diam dan mengamati ketiganya dengan seksama. Ia tak berani langsung mendekat, takut jika mereka bertiga sebenarnya preman-preman yang sedang latihan bekelahi.

Cowok berjaket abu-abu itu terus berusaha melawan kedua orang berpakaian hitam dengan sekuat tenaga. Namun bagaimanapun juga, 2 lawan 1 tetap saja cowok itu kalah. Bahkan dirinya sekarang sudah tersungkur di tanah.

"Kayaknya emang ada yang nggak beres," batin Stella. Setelah itu ia langsung berlari mendekat dan segera mencegah salah satu orang berpakaian hitam yang akan menghajar cowok berjaket abu-abu itu.

"Siapa lo? Mau jadi pahlawan lo?!"

"Habisi aja bos! Cewek sok jagoan."

Stella menatap keduanya dengan berani. Bahkan dirinya mampu menghindari setiap pukulan yang di layangkan keduanya itu. Baginya ini seperti hal yang sangat mudah, sejak umur 3 tahun dirinya sudah mengikuti bela diri, dan sudah banyak kali Stella memenangkan pertandingan bela diri, jadi untuk yang seperti ini saja, Stella lumayan tidak merasa kesusahan.

"MASIH MAU BERANTEM?! AYO?!" teriak Stella saat kedua orang itu menatapnya dengan tatapan kesakitan. Tangan kedua preman itu sudah memegang bagian tubuhnya yang terasa sakit, bahkan bibirnya sudah meringis menahan sakit.

"Cabut aja cabut," ucap salah satunya yang dipanggil 'bos' itu.

"Eh, lo nggak papa?" tanya Stella saat kedua preman itu sudah berlari pergi.

"Nggak papa. Cuma sesek aja," jawab cowok itu. Karena kasihan, Stella pun jongkok dihadapan cowok itu. Walaupun keadaan memang gelap dan lampu penerangan juga sangat minim, namun ia masih dapat melihat keadaan dan wajah cowok itu dengan sangat jelas.

"Astaga!" batinnya kaget. Tubuhnya terasa kaku sekarang, bahkan ia berani bersumpah jika ini lebih menakutkan dari pada dirinya bertemu dengan setan apapun.

"K-kak Faldo?" cicitnya pelan dan membuat cowok yang ia panggil dengan sebutan 'Kak Faldo' itu menatapnya bingung.

"Lo kenal gue?"

"G-gue bantu berdiri kak. Di depan ada pos, motor gue ada disitu," ucap Stella gugup tanpa menjawab pertanyaan Faldo barusan.

Stella berjalan pelan sambil memapah Faldo menuju pos tempat dia menunggu Stevan. Sampai disana, Stella langsung membantu Faldo untuk duduk. Tak hanya itu, Stella juga mengambil botol minumnya yang masih baru, sebenarnya itu hasil merampok Pak Alan tadi.

"Nih kak minum dulu," ucap Stella sambil menyodorkan botol itu kearah Faldo.

"Thanks ya," jawab Faldo setelah menerimanya.

"Iya—"

"Stella! Lo nggak papa?" tanya Stevan khawatir. Belum sempat Stella menjawab, Stevan terkejut karena melihat Faldo dengan wajah yang lebam-lebam. "Lo kenapa juga, Do?" tanyanya bingung.

"Ini sebenarnya ada apa sih? Kenapa bisa lo sama Faldo berduaan disini? Lo nggak ngehajar temen sekelas gue kan, La?" tanya Stevan lagi.

"Temen sekelas? Berati gue bakal satu sekolah lagi dong sama Kak Faldo," batin Stella senang.

"Jadi dia adek lo? Dia nolongin gue waktu gue dihajar preman," jawab Faldo karena Stella tidak kunjung menjawabnya. "Preman?" Stevan benar-benar tidak paham dan juga bingung.

"Tadi motor gue mogok dijalan. Untung aja dideket disitu ada bengkel yang buka. Karena gue laper, gue tanya sama tukang bengkelnya, ada warung gitu nggak dideket sini. Abangnya bilang ada, biasanya dia juga beli disitu. Karena warungnya tutup, akhirnya gue jalan aja terus. Sampe akhirnya gue lihat ada gang kecil, ya gue masuk aja. Ternyata didepan situ gue hampir dirampok. Ada 2 preman yang nahan gue, mereka minta HP sama dompet gue. Karena gue nggak mau, mereka narik gue ke tanah kosong terus ngehajar gue. Beruntung tadi Stella, adek lo ini, nolongin gue," cerita Faldo panjang lebar.

"Yaudah kalau gitu gue anter lo ke bengkel sambil bersihin luka lo. Takut infeksi," ucap Stevan.

Stella pun juga langsung naik ke atas motornya dan segera memakai helmnya. Sementara Stevan menunggu Faldo naik di atas motornya. Stella membuntuti Stevan yang tengah membonceng Faldo, "Kalau gue tau nih jalan kecil bakal tembus ke jalan raya, gue ga bakal minta jemput Bang Stevan kayak gini," batinnya mengomel kesal.

"La, bawa P3K kan?" tanya Stevan kepada adiknya. Stella mengangguk dan langsung mengeluarkan peralatan P3K-nya yang ia simpan dalam sebuah pouch berwarna hitam. Stevan pun membantu Faldo membersihkan lukanya, sementara Stella hanya diam.

Iya, diam-diam salah tingkah. "Tetep cool Stella, tetep cool. Jangan sampai semua tingkah laku lo bikin Kak Faldo curiga," batin Stella untuk terus membuat dirinya se-cool mungkin.

"Thanks ya Van. Thanks juga ya Stella, udah nolongin gue. Lo keren banget," ucap Faldo setelah selesai membersihkan lukanya.

"Sante aja bro," jawab Stevan sambil menepuk bahu Faldo pelan.

"Iya Kak, santai aja. Kebetulan juga gue lagi lewat disitu," jawab Stella yang masih menjaga ke-cool-an dirinya. Bisa gawat jika dirinya mempermalukan dirinya sendiri didepan cowok seganteng Faldo.

"Kebetulan lewat atau nyasar?" ledek Stevan.

"Nyasar hehe," Stella menyengir lebar.

"Dia tuh emang lemah banget kalau masalah nginget jalanan. Makanya dia sering nyasar, padahal tinggal belok terus lurus dia udah sampe ke jalan raya," jelas Stevan kepada Faldo.

"Tapi adek lo keren, hebat banget. Jago bela diri ya?" tanya Faldo yang membuat Stella mati-matian menahan senyum merekahnya.

"Iya kak. Udah dari kecil," jawab Stella.

Dan ketiganya pun terlibat perbincangan ringan. Atau mungkin hanya Stevan dan Faldo saja, karena mereka berdua sangat asik mengobrol, entah membahas masalah sekolah, atau bahkan masalah yang lain yang Stella tidak paham. Sampai akhirnya motor Faldo selesai di benarkan, Stevan pun mengajak Stella untuk pamitan pulang karena takut Novi akan mengomel panjang kepada mereka berdua, terlebih Stella.

"Malam, terimakasih atas kebahagian kecil ini," batin Stella sambil tersenyum tipis.

Cewek tomboy dan galak seperti Stella juga boleh bucin kan? Stella rasa, tidak ada larangan dan batasan seseorang dibolehkan bucin ataupun tidak.

---
Hello August!

Terimakasih sudah membaca part ini sampai selesai. Jangan lupa pencet tombol bintangnya ya :)

Kritik atau saran juga selalu aku tunggu di kolom komentar.

So, sampai ketemu di part selanjutnya. —Van🧡

Chasing You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang