"Kamu mau pesen apa?"
"Lemon tea sama nasi goreng aja, Kak," jawab Stella yang membuat Niko menatapnya bingung. "Kamu suka lemon tea?"
Stella mengangguk. "Iya. Emangnya kenapa sama lemon tea?"
Niko tertawa. "Saya nggak nyangka aja kita sama-sama suka lemon tea. Bahkan saya sudah nulis pesanan saya, dan itu persis sama pesanan kamu," ucap Niko sambil memperlihatkan tulisan disebuah kertas khusus untuk memesan makanan, dan benar saja, pesanannya sama persis dengan pesanan Stella.
"Bisa kebetulan gini ya," ucap Stella tak habis pikir sembari tertawa pelan. Keduanya terlihat lebih akrab, tak ada kata canggung lagi untuk mereka. Tertawa bersama, saling melempar guyonan, atau bahkan saling bercerita tentang hal-hal kecil untuk lebih mengenal satu sama lain. Bagi Stella, pelatih barunya ini memang tegas, cowok yang selalu berbicara dengan bahasa baku, namun Niko ini menyenangkan, ia bisa menjadi sosok teman baru bagi Stella, bahkan Stella rasa Niko bisa melengkapinya mengingat mereka yang satu bakat dan kesukaan, maka Stella yakin ia akan sangat nyaman untuk berkomunikasi terus-menerus dengan Niko.
Namun bagi Niko, Stella ada sosok baru yang sangat berbeda dari lainnya. Ia cewek berani dan tak pernah peduli dengan omongan orang, walaupun Niko paham jika Stella juga cewek yang mana mungkin bisa tahan dengan semua cemooh orang yang menganggapnya galak dan cewek jadi-jadian, tapi Stella bisa membuktikannya jika ia berhasil menutup telinga dan terus berjalan kedepan tanpa memperdulikan semuanya. Dibalik sifat tomboinya, Stella mempunyai hati yang baik, ia memang sedikit galak dan suka ngegas, namun itulah cara Stella untuk melindungi dirinya, buktinya selama hampir satu jam Stella tak pernah sekalipun ngegas dengannya. Intinya, dimata Niko, Stella beda. Dan karena perbedaan itulah yang mulai membuat Niko menjatuhkan hatinya kepada sosok Stella.
"Saya pulang dulu ya."
"Kakak nggak mau mampir dulu?" tanya Stella. Niko menggeleng sambil menampilkan senyum lebar diwajahnya, "Nggak perlu. Makasih ya udah mau ngobrol bareng saya. Sekarang saya tau kalau kamu dan saya sepertinya sangat satu pemikiran."
Stella ikut tersenyum. "Justru saya yang berterimakasih, Kak. Mungkin kedepannya kakak bisa bantu saya untuk menambah prestasi saya di bela diri."
"Tenang aja. Saya pasti bantu. Potensi kamu luar biasa." Jeda sejenak, "Kalau begitu, saya pamit dulu ya."
"Hati-hati, Kak Niko."
Setelah Niko hilang dari pandangannya, Stella baru melangkah masuk kedalam rumahnya. "Bunda? Bunda! BUNDA!" teriak Stella karena Novi tak kunjung menyahuti panggilannya.
Terdengar suara sahutan Novi dari halaman belakang, akhirnya Stella memutuskan untuk mendatanginya. "Udah pulang?" tanya Novi basa basi namun matanya masih fokus untuk menanam bunga mawar merah di beberapa pot.
"Ya kalau belum pulang Stella nggak disini Bun. Tapi nanti jam 7 malem Stella mau pergi lagi. Ngerayain ulang tahunnya Adit. Boleh kan, Bun?"
Novi menghentikan aktivitasnya. "Pokoknya jangan pulang malem-malem, inget besok sekolah."
Stella tersenyum lebar. "Beneran nih, Bun?" Pasalnya baru kali ini Novi langsung memberikan ijin kepada Stella, biasanya Novi harus mengintrogasi Stella panjang lebar lalu memberikan ceramah yang kira-kira berdurasi sekitar 3 menit, baru Novi benar-benar mengijinkan Stella.
"Iya. Tadi Adam, Adit, sama Raden juga udah kesini."
Stella mengerjapkan matanya tak percaya, "Ngapain, Bun?"
"Minta ijin buat ngajakin kamu ngerayain ulang tahunnya Adit," jawab Novi sambil berjalan mendekati Stella, karena kegiatannya menanam mawar sudah selesai. "Ganti baju sana, istirahat dulu sebelum pergi lagi," lanjut Novi yang langsung dikerjakan oleh Stella.
Dari pukul setengah 7 malam, HP Stella benar-benar tak ada diamnya. Adam, Adit, dan Raden saling bergantian untuk mengirimkan pesan kepada Stella. Isi pesannya pun hanya mengingatkannya akan acara malam ini atau menanyakan apakah Stella sudah siap, memakai baju warna apa, dan hal-hal tak penting lainnya. Dan sudah bisa ditebak jika Stella sama sekali tak menjawab satu pun pesan yang mereka bertiga kirimkan. Kecuali pesan Adam yang baru masuk di HP-nya.
Adam: Gue udah sampe.
Stella: Tunggu.
Stella keluar dari kamarnya untuk berpamitan kepada Novi, Abi, dan juga Stevan. Namun ternyata Adam sudah berada di ruang tamu bersama orang tuanya dan juga Stevan. "Kok lo masuk kesini? Kan udah gue bilang tunggu," ucap Stella datar. Sebenarnya ia mau ngegas, namun karena ada Novi dan Abi, ia urungkan niatnya itu.
"Ayah yang nyuruh masuk. Kasian dia nunggu didepan sendirian," jawab Abi yang membuat Stella diam.
Beberapa detik kemudian, "Yaudah kalau gitu. Stella pamit, Bun, Yah. Pamit Bang," ucap Stella berpamitan dengan Novi, Abi, dan Stevan. Setelah Stella selesai berpamitan, Adam pun juga melakukan hal yang sama, "Adam juga pamit dulu, Om, Tante, Kak Stevan."
"Hati-hati, jangan pulang malem-malem ya!" ucap Novi yang diangguki oleh Adam sebelum ia dan Stella keluar dari rumah Stella.
Dalam perjalanan Stella dan Adam sama sekali tak ada yang membuka obrolan. Bahkan hingga mereka sampai di mall pun keduanya masih tak ada yang mau membuka suara. Setelah memarkirkan motornya, Adam mulai melepaskan helmnya dan menaruhnya di salah satu spion, kemudian ia berbalik untuk mengambil helm yang Stella pakai. Namun bukannya mengambil helm itu dari tangan Stella, Adam malah diam terpaku mengamati Stella dengan rambut pony tailnya yang lumayan berantakan.
Baginya, saat ini Stella terlihat sangat cantik.
"Woy! Ini helmnya!" gertak Stella tak santai karena gemas melihat Adam hanya bengong didepannya. Mendengar gertakan Stella, bukannya langsung mengambil helm dari tangan Stella, Adam malah berjalan mendekat, tangannya terulur untuk merapikan anak rambut Stella yang berantakan.
Stella terpaku dalam beberapa saat, "Gue bisa melting kalau gini caranya," batin Stella. Akhirnya Stella menginjak kaki Adam dengan kuat lalu memberikan helmnya secara kasar kepada Adam. "Sante kali, Stel," ucap Adam meringis kesakitan.
"Bodo! Rambut gue makin berantakan habis lo pegang," ketus Stella yang mulai mengangkat tangannya untuk membenarkan tatanan rambutnya.
"Eh jangan dibenerin!" cegah Adam setelah menaruh helm Stella diatas motornya. "Udah gue rapihin kok," lanjut Adam.
Stella mengernyitkan dahinya, "Benerin dari mana?! Masih berantakan gini! Lo malah acak-acak rambut gue!" galaknya.
"Sini," Adam menarik tangan Stella untuk mengaca di spion motornya. "Lo cantik kalau anak rambut lo diginiin."
Stella termenung mendengar kata-kata Adam. "Lo cantik." Tapi tidak! Namanya juga player, pasti gampang banget buat cewek luluh, salah satunya adalah seperti ini.
"Basi omongan lo! Kalau mau ngehina ya ngehina aja!"
"Siapa yang ngehina? Gue bilang fakta, lo cantik kalau kayak gini," jawab Adam yang terdengar tulus.
"Omongan lo basi!"
"Yaudah terserah! Pokoknya jangan di benerin rambutnya. Udah bagus. Ayo masuk, Adit sama Raden pasti udah jamuran nungguin," ajak Adam dengan menggenggam tangan Stella untuk berjalan masuk kedalam mall.
Dengan cepat Stella berusaha melepaskan genggaman tangan mereka, namun tak berhasil, Adam semakin kuat menggenggam tangannya. Dan Stella baru sadar jika gerak-geriknya sedari tadi mengundang beberapa tatapan mata dari orang-orang sekitarnya. Ah terserah lah! Dari pada Stella jadi bahan tontonan oleh orang-orang.
---
Haii, aku kembalii update. Agak telat sih, tapi nggak papa lah yaa. Cumann, seriusan bingung mau bilang apa, kayaknya aku bakal ngingetin untuk terus pencet tanda bintang dan juga isi kolom komentar yaa☺️💕Love, Van.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You [END]
Teen FictionIni kisah tentang seseorang yang sedang memperjuangkan perasaannya. Tapi ternyata, yang diperjuangkan malah memperjuangkan yang lain. Dan yang sedang berjuang, ternyata lupa untuk sekedar sadar jika disekitarnya ada yang juga sedang memperjuangkan...