Suara musik slow mengalun indah menemani semua pengunjung yang tengah menikmati hidangan. Tak terkecuali dengan Adam, Adit, dan Raden, mereka duduk diam di salah satu meja tanpa saling berbicara. Padahal mereka sudah berada di sini sekitar 30 menit yang lalu. Atau tidak! Bukan ketiganya yang tak saling berbisik, melainkan Adam yang lebih memilih diam sambil melamun.
Sudah berkali-kali Adit dan Raden mengajak Adam berbicara, namun jatuhnya malah seperti berbicara dengan barbie, tidak ada sahutan sama sekali.
"Kesambet apa gimana sih?" tanya Adit sedikit berbisik kepada Raden. Raden menggeleng pelan, ia tak tau.
Adit mengamati Adam sejenak, lalu menepuk pipi Adam dengan kuat. "BANGKE!" umpat Adam reflek hingga membuat beberapa pengunjung menatap ketiganya dengan tatapan tidak suka.
"Kagak, Den. Ini masih Adam. Adam nggak kesambet," ucap Adit girang. Sedangkan Raden hanya bisa menepuk dahinya pelan.
"Lo kenapa nampar gue? Sakit bego!"
Adit menyengir. "Gue nggak nampar lo. Gue cuma mastiin aja, lo kesambet apa nggak. Ternyata nggak. Lo masih bisa berkata kotor."
"Emang lo kira orang kesambet nggak bisa berkata kotor?!" tanya Adam geregetan.
Adit menggeleng. "Mana gue tau. Liat orang kesambet aja gue nggak pernah."
Adam langsung mengeram kesal. Kenapa bisa temannya yang satu ini kadang bisa terlalu bego, atau bahkan terlalu receh sampai membuat orang disekitarnya tidak bisa tertawa sama sekali. "Udah deh, Dit, nggak usah ngomong. Lo diem aja," ucap Raden menasehati Adit.
"Jadi, lo kenapa? Diem terus kayak orang bisu. Ngelamun terus kayak orang gila. Udah bosen idup atau pengen jadi orang gila?" lanjut Raden sembari menatap Adam yang berada dihadapannya.
"Galau," jawab Adam singkat. Namun karena jawaban singkat itu, Adit dan Raden langsung tertawa.
"Sejak kapan lo bisa galau. Dulu aja lo tiap hari ngebaperin anak orang," ucap Adit setelah menyelesaikan tawanya.
Adam melirik keduanya malas. "Sejak gue sadar kalau gue beneran ada perasaan sama Stella."
Kini, keduanya kompak melongo tak percaya. "Lo ada perasaan sama Stella? Mana mungkin! Lo pasti cuma mau bikin dia baper doang kan? Habis itu lo tinggalin gitu aja tanpa ngasi kepastian. Gue hafal akal busuk lo," ucap Adit.
Adam mengembuskan napasnya pelan. "Gue udah pernah bilang kan kalau gue masih proses buat beneran suka sama Stella. Dan sekarang proses itu udah selesai. Gue udah beneran suka sama Stella."
"Lo beneran suka atau ini cuma alibi belaka biar lo bisa ngerjain Stella aja?" tanya Adit yang masih benar-benar tak percaya.
"Gue, beneran suka sama Stella," jawab Adam mantap.
"Tadi waktu gue liat Stella lagi ngintipin Kak Faldo diruang musik, gue ngerasa nggak suka, panas rasanya. Bisa dibilang gue cemburu. Tapi gue sadar, kenapa gue bisa cemburu padahal gue sama dia nggak ada hubungan apapun," lanjut Adam mulai bercerita.
"Ribut sama Stella itu cuma satu-satunya cara biar gue bisa deket sama dia. Gue baik dia tetep ngegas. Ya sekalian aja gue usilin. Gue tau mungkin kedengarannya konyol. Tiap hari berantem sampe salah satunya nyimpen perasaan tapi yang lain malah nyimpen perasaan sama orang lain. Konyol banget kan?" tanya Adam sambil menatap Adit dan Raden secara bergiliran dengan wajah sendu.
"Gue kira lo nggak bisa fokus ke satu titik. Tapi ternyata lo bisa seserius ini," ucap Adit dengan takjub.
"Lo bisa nggak sih ngerti situasi bentar. Adam tuh lagi galau, bego!" kesal Raden mewakili kekesalan Adam yang terkalahkan dengan rasa galaunya sehingga ia tak mengekspresikan kekesalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You [END]
Ficção AdolescenteIni kisah tentang seseorang yang sedang memperjuangkan perasaannya. Tapi ternyata, yang diperjuangkan malah memperjuangkan yang lain. Dan yang sedang berjuang, ternyata lupa untuk sekedar sadar jika disekitarnya ada yang juga sedang memperjuangkan...